JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta menghukum panitera sekertaris pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Medan Syamsir Yusfan dengan pidana penjara selama tiga tahun. Ia terbukti menerima uang US$2000 untuk pengurusan perkara di PTUN Medan.

Uang itu diberikan secara bergantian yang pertama dari Otto Cornelis Kaligis atas jasanya mempertemukan dengan Ketua PTUN Tripeni Irianto Putro. Kedua dari Mohammad Yagari Bhastara Guntur (Gary) sebagai rasa terima kasih atas putusan dikabulkannya sebagian gugatan yang dilayangkan.

Gugatan yang dimaksud yaitu pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas penyelidikan tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara agar putusannya mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis.

"Menyatakan terdakwa Syamsir Yusfan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kedua. Menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun," kata Hakim Ketua Sumpeno saat membacakan amar putusan, Kamis (3/12).

Sebelum membuat keputusan, majelis hakim juga mempunyai pertimbangan baik yang memberatkan maupun meringankan. Untuk memberatkan, Syamsir dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Ia juga dianggap tidak menjalani sumpahnya sebagai panitera sesuai dengan peraturan kode etik Mahkamah Agung.

"Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya dan terdakwa tulang punggung keluarga," terang Hakim Sumpeno.

"BONUS" BUAT SYAMSIR - Majelis hakim memang mempunyai kewenangan untuk memutuskan suatu perkara sesuai pendapatnya masing-masing. Termasuk menentukan berapa lama hukuman bagi para pelaku korupsi dan apakah mempunyai kewajiban membayar sejumlah denda kepada negara atas tindakan yang dilakukannya.

Gresnews.com mencatat setidaknya ada tiga hal "bonus" yang diberikan majelis hakim kepada Syamsir dalam amar putusannya. Pertama majelis hakim tidak membebankan denda kepada Syamsir layaknya para terdakwa korupsi lain yang juga divonis bersalah. Hal ini pun berpengaruh terhadap tidak adanya hukuman subsidair berupa pidana sebagai pengganti pembayaran denda.

Kedua, pasal yang dikenakan kepada Syamsir juga berbeda dari tuntutan jaksa KPK. Majelis menyematkan dakwaan kedua alternatif yaitu Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor yang mengatur penerimaan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara yang ancaman hukumannya minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun dan atau denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta.

Padahal tim jaksa dalam surat tuntutannya menganggap Syamsir terbukti melanggar Pasal 12 huruf C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor yang mengatur penerimaan suap kepada hakim yang mempengaruhi putusan. Ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 15 tahun dan atau denda minimal Rp200 juta maksimal Rp750 juta.

Dan ketiga, tentu saja perbedaan pasal ini berpengaruh kepada ancaman hukuman yang diberikan. Alhasil Syamsir hanya dikenakan hukuman 3 tahun penjara tanpa dibebankan pembayaran denda.

Kesalahan yang disematkan kepada Syamsir juga cukup ringan dan berbeda dengan pendapat jaksa. Menurut penuntut umum, Syamsir berperan atas dikabulkannya sebagian gugatan yang dilayangkan oleh anak buah Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho yaitu Ahmad Fuad Lubis yang diwakili pengacaranya OC Kaligis.

Sedangkan majelis hakim mempunyai pendapat lain. Dalam amar putusannya, ia dianggap bersalah karena menjadi penghubung dengan mengantarkan Otto Cornelis Kaligis bertemu Ketua PTUN Medan, Tripeni Irianto Putro. Selain itu, Syamsir juga menghubungi Mohammad Yagari Bhastara Guntur atau Gary untuk meminta ongkos mudik bagi Tripeni.

Dan atas jasanya itu, Syamsir menerima uang total US$2000. "Terdakwa tidak melakukan tugas pokok dan fungsi(tupoksi) sebagai sekertaris panitera PTUN," pungkas Hakim Anggota Alexander Marwata.

BACA JUGA: