JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perkara korupsi penyalahgunaan frekuensi radio 2,1 Ghz/3G PT Indosat Mega Media (IM2) masih mangkrak di  Kejaksaan Agung. Kejaksaan hingga saat ini  tak kunjung menuntaskan eksekusi uang pengganti senilai Rp1,3 triliun yang telah diputus pengadilan. Selain uang pengganti, empat tersangka lain yang telah disidik juga tak kunjung dilimpahkan ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Keempat tersangka itu  adalah mantan Direktur PT Indosat Tbk, Johnny Swandie Sjam dan Harry Sasongko,  serta PT Indosat dan PT Indosat Mega Media (IM2) sebagai tersangka korporasi.  Sementara mantan Presiden Direktur PT IM2 Indar Atmanto yang juga disangkakan dalam kasus ini,  telah divonis pengadilan. Meskipun saat ini Indar tengah mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) atas kasusnya.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyopramono mengaku  kesulitan memidanakan korporasi. Apalagi kasus ini menyangkut perkara korupsi korporasi. Widyo menegaskan bahwa aparat penegak hukum harus berani melakukan terobosan agar penegakan hukum terutama berkaitan dengan kejahatan korporasi, berjalan ke arah yang lebih simultan.

Ia menambahkan kendala yang dihadapi dalam penanganan kejahatan korporasi, karena belum adanya satu pandangan yang sama dari lembaga penegak hukum, antara kepolisian, kejaksaan dan kehakiman.   Salah satunya persepsi tentang kejahatan korporasi.  

"Beberapa saat ini, Kejaksaan Agung tengah menangani empat perkara korupsi korporasi, yakni menyangkut PT Asian Agri, PT Indosat, Chevron, dan kasus di Kalimantan Timur. Semua berjalan dengan baik. Yang terpenting aset negara yang bernilai sampai triliunan rupiah berhasil dikembalikan," kata Widyo di Kejaksaan Agung, Selasa (27/10).

Terkait eksekusi uang pengganti PT IM2, Widyo menyampaikan, saat  ini dirinya masih menunggu fatwa Mahkamah Agung karena ada dua putusan bertolak belakang.  Hal itu sebagai langkah hati-hati Kejaksaan Agung. Ia mengaku akan kembali menemui Ketua MA Hatta Ali dalam waktu dekat untuk membicarakan persoalan tersebut.

Sementara untuk empat berkas tersangka lain, Widyo mengaku belum akan melimpahkan ke pengadilan. Empat tersangka baru akan dimajukan jika uang tidak dibayar oleh IM2.

"Jika dibayar, apakah tersangka korporasi akan diadili juga," tanya Widyo. Widyo mengaku masih mempertimbangkannya. Bagi Widyo dalam kasus korupsi korporasi, yang terpenting aset negara yang nilainya triliunan bisa dikembalikan.
HARUS KE PENGADILAN - Namun pakar hukum pidana Universitas Indonesia Akhyar Salmi berbeda pandangan dengan Kejaksaan Agung. Menurut Akhyar, pembayaran uang pengganti tidak ada kaitan dengan pidana korupsi. Uang pengganti merupakan pidana tambahan.

"Nggak bisa, harus dimajukan ke pengadilan untuk keadilan hukum karena ada tersangka yang telah divonis," kata Akhyar kepada gresnews.com, Selasa (27/10).

Apalagi dalam kasus korupsi ini ada lima tersangka. Ketika satu maju ke pengadilan, maka empat tersangka lain harus diperlakukan sama dengan memajukan ke pengadilan. Tidak beralasan jika Kejaksaan Agung tidak melanjutkan proses hukum karena telah dibayarkannya uang pengganti hasil korupsi.

Sependapat dengan Akhyar, Ketua Forum Advokasi untuk Keadilan dan Demokrasi (Fatkadem) Erman Umar menilai uang pengganti tidak menghapuskan pidananya. Menurutnya empat berkas perkara kasus IM2 lainnya harus segera dilimpahkan ke Pengadilan.

"Kita berharap perkara-perkara itu dituntaskan, agar masyarakat menilai Kejaksaan serius dan komit menuntaskan sampai ke pengadilan," kata Erman.

Kejagung sebelumnya pernah menghadirkan ahli telekomunikasi Mahardi Prabowo selaku Engineer 1 IP & Metro Network, Innovation & Design Center (IDeC). Sayangnya, keberadaan ahli tersebut tidak banyak membantu karena proses hukum empat tersangka tak berlanjut hingga saat ini.
DUA PUTUSAN BERBEDA - Diketahui, dalam putusan MA No. 787 K/PIDSUS/2014 tanggal 10 Juli 2014, Indar Atmanto terbukti bersalah. Dan Indosat sebagai korporasi diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun. Hal inilah yang menjadi payung hukum kejaksaan untuk mengeksekusi. Namun setahun lebih eksekusi uang pengganti tak dilakukan kejaksaan.

Jaksa Agung HM Prasetyo berdalih eksekusi belum dilaksanakan lantaran terdapat dua putusan berbeda. Pertama, Putusan Mahkamah Agung Nomor 282K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014 yang memutuskan mantan Dirut IM2 Indar Atmanto dijatuhi hukuman pidana selama delapan tahun, disertai denda sebesar Rp 300 juta dan kewajiban uang pengganti sebesar Rp 1,358 triliun yang dibebankan kepada IM2.

Di sisi lain, terdapat putusan kasasi Mahkamah Agung lain dengan Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014 yang isinya menolak kasasi yang diajukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara perkara IM2 yang menyatakan laporan BPKP tidak boleh digunakan. Hal ini sejalan dengan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 28 Januari 2014 yang sebelumnya juga telah menguatkan keputusan PTUN yang telah memutus tidak sah dan menggugurkan keputusan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp 1,3 triliun.

Menurut Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita, dua putusan itulah yang menjadi alasan Kejaksaan Agung tidak bisa serta merta mengesekusi uang pengganti kasus IM2. Jadi Kejagung harus menunda hingga ada putusan yang sedang dimintakan fatwanya ke MA.

BACA JUGA: