JAKARTA, GRESNEWS.COM - Seniman dan juga komedian Betawi Mandra Naih yang kini menjadi pesakitan karena terjerat kasus korupsi pembelian program siap siar di Televisi Republik Indonesia (TVRI) terus melakukan perlawanan atas dakwaan yang dialamatkan jaksa kepada dirinya. Direktur Utama PT Viandra Production itu melakukan banding atas putusan sela Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
 
Hal itu dikatakan Mandra melalui salah satu penasehat hukumnya, Kurnia Girsang, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan sela. "Kami akan melakukan upaya perlawanan," kata Kurnia, Kamis (10/9).

Menurut Kurnia, upaya banding itu dilakukan bersama dengan pemeriksaan saksi yang dilakukan majelis hakim. Hal itu dilakukan agar tidak memperlambat proses hukum yang sedang dijalani kliennya.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memang telah menolak seluruh nota keberatan yang diajukan pihak Mandra. Ketua Majelis Hakim Arifin mengatakan, dakwaan jaksa sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Majelis hakim pun memutuskan untuk melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi pada Senin (14/9) mendatang. "Sidang lanjutan akan digelar pada Senin 14 September pekan depan," kata Arifin.

Mandra sendiri tampak pasrah dengan putusan itu. Meski begitu dia berharap hakim dan jaksa dapat membongkar dalang di balik kasusnya. "Kita akan ikuti prosesnya, dan mudah-mudahan semuanya dapat dibongkar sampai ke akar. Tapi kalau tidak bersalah jangan dong dihukum," kata Mandra.

Terkait hal ini, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung Lina Mahani pada awalnya meminta waktu satu minggu untuk menghadirkan para saksi. Hal ini sudah sesuai putusan sela yang diambil Majelis Hakim.

Namun ia pasrah ketika Hakim Ketua Arifin meminta waktu lebih cepat yaitu empat hari. Jadi, persidangan ini akan kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan Jaksa pada Senin, 14 September 2015 mendatang.

DAKWAAN TAK JELAS - Dalam perkara ini, Mandra didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp12 miliar. Atas perbuatannya, Mandra didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b atau Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Pasal 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Dakwaan ini dinilai tidak tepat oleh tim kuasa hukum Mandra yang menilai kliennya hanya korban permainan pihak-pihak tertentu. Karena itulah mereka akan mengajukan banding atas putusan sela yang dijatuhkan majelis hakim.

Tim penasehat hukum Mandra lainnya, Wawan Tunggul Alam, saat dikonfirmasi gresnews.com mengatakan upaya banding ini dilakukan karena majelis hakim Tipikor dianggap salah dalam menetapkan putusan sela, yaitu menolak eksepsi.

Menurut Wawan, dalam eksepsi atau nota keberatan yang diajukan timnya sudah jelas bahwa surat dakwaan yang disusun Jaksa mengandung banyak kejanggalan. Diantaranya tidak jelas, tidak lengkap, surat dakwaan kabur dan terdapat kesalahan dalam menetapkan terdakwa. "Contohnya saja, pasal yang diterapkan itu salah. Klien kita kan tidak tahu menahu," terang Wawan seusai sidang.

Memori banding ini, kata Wawan, akan diserahkan bersamaan dengan pemeriksaan materi perkara yaitu pemanggilan para saksi. Sebab, pihaknya tidak ingin mengulur waktu dan hal itu dapat merugikan kliennya karena tidak mendapat kepastian hukum.

Wawan berharap, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dapat mengabulkan upaya perlawanan yang diajukan kliennya. Terlebih lagi, unsur-unsur yang didakwakan kliennya juga telah terbantahkan dalam eksepsi dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

UPAYA BANDING YANG LANGKA - Perlawanan terhadap putusan sela yang dijatuhkan majelis hakim dalam sebuah perkara pidana memang jarang dilakukan para terdakwa khususnya yang terlibat kasus korupsi. Tercatat, diantara yang melakukan banding, adalah mantan anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Mohammad Iqbal.

Maqdir Ismail, yang menjadi pengacara Iqbal, ketika itu menuturkan, majelis hakim Tipikor tidak berwenang menyidangkan perkara yang menjerat kliennya. Sebab, KPK yang menangani perkara ini juga dianggap tidak mempunyai kewenangan mulai dari penyidikan hingga penuntutan.

Perkara ini, kata Maqdir, tidak memenuhi dua syarat yang termasuk sebagai kewenangan dari KPK, sebab perkara ini tidak menimbulkan perhatian yang meresahkan masyarakat dan tidak ada kerugian negara yang mencapai nilai Rp1 miliar.

"Bagi kami putusan sela yang dibacakan oleh majelis hari ini tidak dapat kami terima argumennya, oleh karena itu kami menyatakan banding terhadap putusan sela ini," kata Maqdir ketika itu.

Namun dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim berpendapat bahwa dalam surat dakwaan penuntut umum tidak ada satupun uraian yang menyebutkan telah ada kerugian negara apalagi kerugian negara yang jumlahnya kurang dari Rp1 miliar. Yang diuraikan dalam surat dakwaan, kata hakim, adalah adanya penerimaan hadiah berupa uang sebesar Rp500 juta oleh terdakwa dari Billy Sindoro.

Iqbal menjadi terdakwa dalam kasus Pemberian uang Rp500 juta terkait dengan sengketa hak siar Liga Inggris yang perkaranya dibawa ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Uang tersebut diduga terkait dengan upaya memenangkan PT Direct Vision.

Dalam perkara lain, Maqdir Ismail pula yang menjadi aktor dalam upaya banding atas putusan sela terhadap General Manager Sumatera Light South (SLS) PT Chevron Pacific Indonesia Bachtiar Abdul Fatah. Ia diketahui memang menjadi penasehat hukum kasus ini.

"Yang Mulia, melalui forum yang terhormat ini, kami menyatakan akan melawan keputusan sela," kata Maqdir Ismail di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis, 4 Juli 2013 lalu.

Maqdir juga meminta persidangan dihentikan terlebih dahulu sampai keluar keputusan dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, atas banding yang akan dilayangkannya. Menurut Maqdir penolakan majelis hakim terhadap nota keberatan yang dilayangkannya masih menyisakan kejanggalan.

Ketua majelis hakim Antonius Widianto mempersilakan pihak terdakwa untuk mengajukan banding atas putusan sela. Namun persidangan akan tetap dilanjutkan. "Silakan untuk mengajukan perlawanan terhadap putusan sela. Sesuai dengan peraturan yang ada persidangan bisa tetap jalan terus," kata Antonious.

Sebelum itu, di tahun 2008, Ketua DPRD Kabupaten Jember HM Madini Farouq dan dan Wakil Ketua DPRD Jember Drs H Mahmud Sardjujono juga mengajukan banding atas putusan sela yang dijatuhkan majelis hakim PN Jember dalam kasus dugaan korupsi dana DPRD senilai Rp1,1 miliar. Banding dilayangkan setelah majelis hakim menolak nota keberatan yang diajukan kedua terdakwa.

ATURAN BANDING PUTUSAN SELA - Para terdakwa yang terjerat kasus pidana termasuk korupsi, memang diberikan ruang untuk melakukan perlawanan hukum atas putusan sela yang diucapkan Majelis Hakim. Tidak hanya terdakwa, penuntut umum juga mempunyai hak yang sama. Hal itu tertuang dalam Pasal 154 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Untuk banding yang dilakukan penuntut umum, diatur dalam Pasal 154 Ayat (3) KUHAP: "Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan".

Kemudian untuk terdakwa terdapat dalam Pasal 154 Ayat (4) KUHAP. "Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima oleh pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu".  

Untuk mekanisme waktu dan pihak yang berwenang memutus banding, diatur dalam Pasal 154 Ayat (5) huruf a dan b.

a. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan banding oleh terdakwa atau penasihat hukumnya kepada pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima perkara dan membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan membatalkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk pengadilan negeri yang berwenang.

b. Pengadilan tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang dan kepada pengadilan negeri yang semula mengadili perkara yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara untuk diteruskan kepada kejaksaan negeri yang telah melimpahkan perkara itu.

BACA JUGA: