JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang perdana perkara korupsi program siap siar di Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) Tahun Anggaran 2012. Perkara ini menyeret komedian Mandra Naih yang menjadi terdakwa dalam persidangan kasus ini.

Dalam surat dakwaan jaksa, Mandra disebut telah melakukan atau turut serta melakukan bersama-sama dengan Iwan Chermawan (PT Media Arts Image), Direktur Program dan Berita LPP TVRI Irwan Hendarmin dan Yulkasmir (Pejabat Pembuat Komitmen) perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung, Arya Wicaksono, mengatakan, atas perbuatannya itu, Mandra dianggap turut bertanggung jawab merugikan keuangan negara sebesar Rp12,039 miliar. Sebab, dana yang digunakan berasal dari APBN Tahun Anggaran 2012. Mandra juga dianggap menerima kucuran uang itu sebesar Rp1,4 miliar. Sedangkan sisanya sebanyak Rp10,63 miliar dinikmati oleh Iwan Chermawan.

"Bahwa terdakwa H. Mandra telah memperoleh kekayaan dengan menerima pembayaran dari saksi Iwan Chermawan melalui transfer ke rekening BCA Nomor: 1661885888 An. H. Mandra sebanyak tiga kali dengan jumlah seluruhnya Rp1,4 miliar," kata Jaksa Arya, Kamis (20/8).

Atas perbuatannya itu, Mandra dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Ancaman hukuman yang dihadapi Mandra adalah minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup. Mandra juga terancam denda minimal Rp200 juta dan pengganti kerugian negara paling banyak Rp1 miliar.

AWAL MULA KEJADIAN - Dalam persidangan tersebut, Jaksa Arya membeberkan awal mula kasus korupsi yang melibatkan Mandra ini. Pada 4 Mei 2012, LPP TVRI dalam rangka peluncuran Acara Kemasan Baru dan 50 Tahun Emas TVRI, dengan melaksanakan kegiatan pengadaan Program Siap Siar yang diawali dengan pengumuman oleh Direktorat Program dan Berita di website LPP TVRI.

Ketika itu, Direktorat Program dan Berita akan mengadakan penilaian berupa program film kartun, video musik, sinetron komedi dan sinema FTV. Bagi yang ingin berpartisipasi untuk mengisi slot acara ini dapat mengisi formulir dan menyertakan sinopsis atau ringkasan cerita berikut sampel DVD Program kepada Satuan Kerja Akuisisi Direktorat Program Berita LPP TVRI.

"Terdakwa H. Mandra dan saksi Iwan Chermawan melakukan pertemuan guna membicarakan mengenai pekerjaan pengadaan program siap siar di LPP TVRI di restoran Gula Merah Mal Margo City, Kota Depok. Selanjutnya menantu Iwan, Andi Diansyah, menyusul ke sana. Mandra lalu meminta agar Andi datang ke kantor PT Viandra Production dan menemui stafnya yang bernama Nani Suryani karena, kata Mandra, PT Viandra tidak punya orang untuk melakukan penyusunan dokumen pengadaan untuk proses lelang di TVRI," ujar jaksa Arya.

Dalam pertemuan itu juga, Iwan meminta sejumlah uang kepada Mandra untuk membeli handphone (telepon selular). Uang yang dimintanya pun cukup banyak, yaitu sekitar Rp100 juta, yang akan diberikan kepada empat pejabat TVRI demi memuluskan proyek ini.

"Saat itu terdakwa H. Mandra tidak memegang uang sehingga disepakati uang untuk pembelian handphone akan dipotong pada saat pembayaran diterima dari TVRI," ucap Arya.

Selanjutnya, terjadi kesepakatan antara Mandra dan Iwan Chermawan mengenai nilai harga film milik Mandra yaitu FTV komedi Gue Sayang yang diproduksi tahun 2003 sebanyak 25 episode, kemudian film Zorro yang diproduksi tahun 2004 sebanyak 20 episode masing-masing Rp15 juta per episode. Dan terakhir film FTV Kolosal yakni film Jenggo Betawi produksi tahun 2004 sebanyak 26 episode sebesar Rp35 juta per episode.

Dari pertemuan itulah diduga kemudian Iwan Chermawan memberikan uang suap kepada Direktur Keuangan TVRI Eddy Machmudi selaku Kuasa Pengguna Anggaran. Iwan diduga memberikan uang sebesar US$650 ribu kepada Eddy di ruang kerja Eddy. Uang suap itulah yang diduga untuk memuluskan perusahaan milik Mandra mendapatkan proyek tayangan siap siar TVRI.

KUBU MANDRA BILANG DAKWAAN JANGGAL - Dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Arya ini, kemudian dibantah oleh kubu Mandra. Kubu Mandra menilai ada kejanggalan dalam dakwaan itu. Pasalnya, Jaksa tidak menyebutkan apakah PT Viandra Production milik Mandra termasuk salah satu dari 26 perusahaan yang memasukkan karyanya ke Direktorat Program dan Berita LPP TVRI atau bukan.

Jaksa juga tidak menguraikan siapa sebenarnya Iwan Chermawan dan bagaimana ia bisa mengenal Mandra. Dalam surat dakwaan, tiba-tiba saja ada pertemuan antara Mandra dan Iwan Chermawan beserta menantunya, Andi Diansyah.

Dalam surat dakwaannya, jaksa mengurai peran Iwan Chermawan yang tampak mempunyai peran cukup besar dalam perkara ini. Salah satunya perihal pembelian film kartun robotik Zoid sebanyak 93 episode dengan durasi 30 menit x Rp8 juta sehingga nilai total mencapai Rp744 juta.

Iwan memang nampak seperti calo dalam kasus ini. Hal itu terlihat saat Ade Wandina Siregar yang menjabat sebagai Manajer Akuisisi TVRI justru meminta Direktur PT Citra Visitama Mandiri Ina Cahyaningsih untuk menghubungi Iwan. Padahal, sebelumnya Ina telah mendatangi langsung Ade dan menawarkan film kartun robotik Zoid.

"Andi Diansyah (menantu Iwan) setelah diperiksa di tingkat penyidikan sekitar Oktober 2014 menyatakan ia dimintai kontrak antara terdakwa H. Mandra dengan saksi Ina Cahyaningsih sebagai pemegang lisensi, maka Andi membuat surat perjanjian jual beli tertanggal 7 Maret 2012 yang isinya pembelian film kartun seharga total Rp1,551 miliar untuk 66 episode yang ditandatangani saksi Ina sebagai pihak pertama yang menjual dan H. Mandra sebagai pihak yang membeli," tutur Arya.

Hal inilah yang dinilai kubu Mandra aneh. Pengacara Mandra, Juniver Girsang, mengatakan, dalam surat dakwaan tidak disebutkan adanya pertemuan antara Ina Cahyaningsih dan Mandra untuk membahas pembelian film kartun itu. Mandra, kata Juniver, tidak pernah menandatangani surat perjanjian itu.

Selanjutnya dalam tahap pelaksanaan pekerjaan dimulai dengan penandatanganan kontrak perjanjian pada 27 November 2012 yaitu tiga surat perjanjian antara Yulkasmir dan Mandra selaku Direktur PT Viandra Production.

Namun, jaksa punya dalil sendiri soal ini. Penandatanganan surat perjanjian tersebut tidak dilakukan secara bersama-sama pada hari itu dimana Yulkasmir selaku Pejabat Pembuat Komitmen menandatangani surat perjanjian itu sedangkan terdakwa Mandra tidak hadir pada saat pendatanganan tersebut, namun sudah ada tanda tangan yang terbubuh di atas nama terdakwa Mandra.

"Pada saat itu Yulkasmir menanyakan kepada panitia pengadaan mengapa dirut PT Viandra Production tidak hadir dan mengapa sudah ada tanda tangan tertera di kontrak tersebut. Lalu Sekretaris Panitia Pengadaan Donny Putra menjawab bahwa dokumen kontrak tersebut yang mengurus untuk ditandatangani Mandra adalah Andi Diansyah," ungkap jaksa.

ALIBI JAKSA - Saat berbincang dengan wartawan seusai sidang, Jaksa Arya mengatakan, keterlibatan Mandra dalam kasus ini sangat terang. Dia menjelaskan, seluruh pembelian film melalui Iwan Chermawan telah diketahui oleh Mandra. Termasuk pembelian film kartun robotik yang dalam surat perjanjian ditandatangani oleh Mandra. "Jadi dia (Mandra) itu tahu beres di akhir. Dia juga tahu kalau perusahaannya digunakan," kata Arya.

Kemudian, Arya juga mengatakan, uang hasil penjualan sekitar total Rp12 miliar juga ditemukan dalam rekening Mandra di Bank Victoria. Uang tersebut kemudian dialokasikan lagi ke beberapa rekening lain.

Namun, Arya enggan menjelaskan apakah pengalokasian uang itu dilakukan oleh Mandra atau pihak lain. Sebab, dari informasi yang dihimpun, uang tersebut bukan dialokasikan oleh Mandra melainkan oleh pihak lain diantaranya Iwan Chermawan.

Mengenai sangkalan Mandra tentang keterlibatannya dalam perkara ini, Arya tidak mempermasalahkannya. "Itu kan hak terdakwa, enggak apa-apa kok," ucapnya.

MANDRA DITIPU - Usai sidang, Juniver Girsang terlihat kecewa dengan surat dakwaan yang dibacakan Jaksa. Sebab, menurutnya, ada berbagai kejanggalan yang terdapat dalam surat dakwaan itu. Pertama, mengenai mengenai film yang diajukan yaitu Jenggo Betawi, FTV Komedi Gue Sayang disebut sebagai film baru. Padahal, kata Juniver, sebenarnya film itu pernah ditayangkan sebelumnya. "Film itu adalah film lama yang sudah dibayar sebelumnya sewaktu ada pembicaraan lelang Rp1,516 miliar yang sudah dibayar," katanya.

Kemudian kejanggalan kedua, jaksa mengatakan ada aliran uang ke rekening Viandra, dalam hal ini rekening milik Mandra, sebesar Rp12 miliar. Juniver membantah dakwaan tersebut.

Dia menilai, rekening Mandra dimanfaatkan pihak lain, karena sehari kemudian uang itu bergeser ke rekening pihak lain tanpa diketahui oleh Mandra. Juniver juga menyayangkan mengapa pihak Kejaksaan tidak mengungkap ke mana aliran uang tersebut.

"Ketiga, Mandra tidak menerima sepeser pun dari uang yang dikatakan saudara jaksa penuntut umum Rp12 miliar kurang lebih, karena Mandra tidak mengetahui cerita uang itu. Yang pasti pelelangan yang dikatakan Mandra tanda tangan kita sudah buktikan di Mabes Polri itu adalah palsu dan Mabes sudah mengatakan itu nol identik, artinya bukan tanda tangan saudara Mandra," tutur Juniver.

Ia berharap, pemalsuan tanda tangan ini bisa diusut secara tuntas agar dalang dari perkara ini bisa terungkap. Menurut Juniver, atas dasar-dasar itulah ia beranggapan kalau kliennya hanyalah korban dari perkara ini. "Mandra itu ditipu," pungkas Juniver.

BACA JUGA: