JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyertaan Modal Negara (PMN) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 yang dikucurkan kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) digugat ke Mahkamah Konstitusi. PMN tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945 lantaran pada tahun 2010 perusahaan itu membuat anak perusahaan yang sahamnya mayoritas dikuasai asing. Karena itu dikhawatirkan duit negara yang dikucurkan ke SMI keuntungannya bakal dinikmati pihak asing.

Dengan dasar itulah Mahasiswa Pancasila (Mapancas) Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten Bandung menggugat pengucuran PMN itu ke MK. Dalam permohonan ini, Mapancas yang diwakili Gugun Gunawan sebagai ketua, menggugat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 (UU APBN 2015).

Norma yang digugat diantaranya Pasal 23A Ayat (1) dan Ayat (2) UU APBN 2015. Pasal 23A Ayat (1) menyatakan, seluruh investasi pemerintah dalam Pusat Investasi Pemerintah dialihkan menjadi penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia pada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Lalu Ayat (2) menyatakan, pengalihan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

Gugun menjelaskan pelimpahan aset dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP) kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) tidak layak. Sebab SMI dibentuk dengan melanggar hukum. Awal pembentukan SMI, perusahaan itu melakukan kegiatan dengan meminjamkan utang luar negeri untuk disalurkan pada perusahaan swasta asing.

"Ketika sekarang ada penyertaan modal negara dari aset PIP pada SMI, kami takut digunakan lagi oleh SMI dengan cara dulu. Duit itu dia gunakan untuk swasta di bawah SMI yaitu PT Indonesia Infrastructure Finance (PT IIF). Lucunya lagi IIF itu swasta asing. Kalau itu dilakukan kita sudah memodali perusahaan swasta asing," ujar Gugun usai sidang uji materi UU APBN 2015 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/8).

Ia menambahkan yang paling mendasar dari persoalan yang ia jelaskan adalah soal beban utang negara. Ketika utang negara digunakan dengan serampangan, maka beban akan semakin berat. Menurutnya beban ini sangat terasa ketika kebutuhan dolar Amerika Serikat semakin meningkat karena melonjaknya kebutuhan dolar AS untuk membayar utang negara.

Gugun menjelaskan sebenarnya sah saja ketika PIP memberikan aset pada SMI. Tapi SMI harus meyakinkan bahwa SMI layak menjalankan modal tersebut. Namun praktik di masa lalu membuat kredibilitas SMI diragukan Gugun. Di tahun 2010, SMI pernah mendapatkan penyertaan modal dari APBN, namun PMN itu malah dialihkan ke anak usaha mereka yang sahamnya mayoritas dikuasai asing.

"Apalagi dengan uang sekarang sekitar Rp23 triliun PMN dari APBN yang akan diberikan kepada SMI ini. Makanya kami merasa UU APBN ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hukum," lanjut Gugun.

Ia melanjutkan, utang ini sangat membebani negara. "Utang itu bukan menjadi beban PT SMI karena yang membayar adalah bangsa ini. Saat ini, SMI memang belum diketahui ke mana saja akan membagikan penambahan penyertaan modal itu. Tapi pemohon melihat gelagat SMI pada 2010, kami khawatir SMI bisa kembali mengulangi apa yang dilakukan pada 2010," ujarnya.

Menurut Gugun, pasal-pasal yang digugat Mapancas bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan negara Indonesia adalah negara hukum. Lalu Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

"Pemohon meminta agar pasal-pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," tegas Gugun.

Terkait permohonan pemohon, Hakim Panel Maria Farida Indrati mengatakan penyertaan modal pada IIF menurut pemohon bukan dalam rangka menyelamatkan perekonomian nasional. Ia pun meminta pemohon melihat sejauh mana persoalan yang dikemukakan bertentangan dengan dua pasal yang digugatnya. "Jadi harus ada hubungan yang jelas tentang apa yang anda mohonkan," ujar Maria pada sidang uji materi UU APBN 2015.

SMI, PROYEK DESAIN BANK DUNIA - Sekretaris Mapancas Tatang Gunawan bercerita, salah satu yang membuat Mapancas tidak percaya pada kredibilitas SMI untuk mengelola penyertaan modal negara adalah karena di belakang SMI ada lembaga keuangan internasional World Bank alias Bank Dunia.

Tatang mengungkapkan pada 15 Januari 2010, Menteri Keuangan (ketika itu) Sri Mulyani, menandatangani naskah perjanjian utang luar negeri yang disebut dengan loan agreement project number 7731-ID. Dengan perjanjian yang ditandatangani secara langsung oleh Sri Mulyani itu, maka Indonesia memiliki utang kepada World Bank melalui International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) sebesar US$100 juta.

"Indonesia berkewajiban membayar utang itu dengan mencicil selama 24,5 tahun," ujar Tatang kepada gresnews.com, Selasa (18/8).

Lewat pinjaman itulah, Bank Dunia kemudian "mendesain" PT SMI untuk membentuk perusahaan swasta bernama PT IIF pada tanggal yang sama dengan penandatanganan perjanjian utang yaitu 15 Januari 2010. Dengan demikian, kata Tatang, baik SMI maupun IIF merupakan proyek yang didesain Bank Dunia.

Karena itu, Mapancas pun mempertanyakan kenapa SMI sebagai BUMN harus membuat IIF. Tatang menuding SMI sengaja membuat IIF untuk menyimpan uang negara di IIF untuk kepentingan pihak asing dan dikembalikan ke Bank Dunia.

Intinya, Tatang menyimpulkan, Bank Dunia memberikan pinjaman pada SMI. Tapi pinjamannya disimpan di IIF. Padahal pemegang saham di IIF dimiliki Bank Dunia. "Sehingga dengan ditandatanganinya project agreement loan 7731-ID maka, IIF menjadi institusi yang menerima manfaat langsung dari SMI yang merupakan utang luar negeri," katanya.

Dugaan Tatang itu menguat setelah dalam laporan tahunan SMI 2010 tentang pembentukan PT IIF disebutkan, IIF adalah anak perusahaan SMI yang akan didirikan bersamaan dengan penandatanganan project agreement loan number 7731-ID. IIF sendiri merupakan perusahaan swasta murni. Hal ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara).

Pada Pasal 24 Ayat (7) UU Keuangan Negara disebutkan dalam keadaan tertentu untuk penyelamatan perekonomian nasional, pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman atau penyertaan modal pada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Jadi penyertaan modal dari SMI pada IIF tidak berdasarkan persetujuan dari DPR. Itu kan berarti bertentangan dengan UU Keuangan Negara," jelas Tatang.

Tatang menjelaskan, penyertaan modal tersebut juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas. Pada Pasal 5 PP tersebut diatur negara dapat melakukan penyertaan modal untuk penyertaan modal negara pada perseroan terbatas yang didalamnya belum terdapat saham milik negara,

Lalu Pasal 6 disebutkan penyertaan modal dalam perseroan terbatas, sebagaimana Pasal 5 dilakukan dalam keadaan tertentu untuk menyelamatkan perekonomian nasional. Dalam konteks ini ia pun mempertanyakan keadaan apa yang sedang diselamatkan, sebab perekonomian nasional tidak sedang dalam keadaan darurat.

Gresnews.com telah menelepon dan mengirimkan pesan singkat terkait hal ini pada Dirut PT SMI Emma Martini, tapi hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.

PMN UNTUK KEPENTINGAN NASIONAL - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan untuk kepentingan ekonomi, SMI merupakan terobosan agar anggaran infrastruktur benar-benar digunakan untuk infrastruktur dengan jangka waktu yang memadai. Sebab jika melalui skema APBN maka akan terkendala oleh ketatnya waktu.

"Kenapa melalui SMI? Itu untuk menyiasati birokrasi supaya anggaran-anggaran infrastruktur tetap dialokasikan untuk infrastruktur. Kalau ternyata dimiliki asing dan fokus pelaksanaan anggarannya bukan untuk mendukung proyek prioritas, itu yang menjadi titik moral hazard-nya," ujar Enny saat dihubungi gresnews.com, Selasa (18/8).

Menurut Enny, atas persoalan ini maka kalau PMN mau disalurkan melalui SMI harus ada kejelasan Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam bentuk apa dan untuk tujuan apa. Dengan demikian potensi terjadinya moral hazard bisa diminimalisir.

Ia mengakui termasuk yang menyambut baik penyertaan modal negara melalui SMI agar anggaran bisa fokus untuk infrastruktur dan tidak terpotong untuk birokrasi dan manajemen. Tapi soal potensi moral hazard yang dimohonkan pemohon ke MK memang tetap harus diselesaikan.

Pencegahan terjadinya moral hazard tersebut bisa diantisipasi melalui Keppres yang mengatur soal apa yang boleh dan tidak boleh dari PMN yang melalui SMI atau yang lain. Ia menjelaskan sebenarnya tiap PMN diatur melalui PP. Dalam PP juga bisa diberikan koridor tersebut.

Sayangnya, hingga kini dari semua PMN 2015 memang belum ada PP-nya, sehingga belum dieksekusi. "Baru Bulog saja," ujar Enny.

BACA JUGA: