JAKARTA, GRESNEWS.COM - Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) meminta penegak hukum mengungkap kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkan mantan Direktur Utama PT PLN persero dan Menteri BUMN, Dahlan Iskan. AMAK juga mendesak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta segera menahan Dahlan Iskan. Menyusul status tersangka yang sudah menjerat Dahlan dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pembangunan Gardu Induk (GI) di Unit Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara PT PLN Persero.

Alasannya  selain kasus Gardu Induk, Dahlan juga terseret tiga kasus lain saat dimasa  menjabat Menteri BUMN yakni kasus mobil listrik yang ditangani Kejaksaan Agung, penjualan aset BUMD PT Panca Wira Usaha Jawa Timur yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan korupsi cetak sawah ditangani Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

“Kami berharap Kejati DKI Jakarta berani bersikap tegas melakukan penahanan, karena kami berkeyakinan penetapan tersangka tersebut telah dilandasi dua alat bukti yang cukup,” kata Ketua Umum AMAK, Ponang Adji Handoko kepada Gresnews.com, Sabtu (13/6).

AMAK menyatakan dukungan kepada penegak hukum mengungkap dugaan korupsi yang melibatkan Dahlan Iskan tersebut. Ponang berharap penegak hukum, khususnya Kejati DKI tidak tebang pilih dan tidak ragu-ragu untuk menahan Dahlan. Sebab, 10 tersangka dalam kasus itu telah ditahan.

“Maka guna menghindari kesan bahwa penegakan hukum tebang pilih, tajam kebawah tumpul ke atas, maka besar harapan masyarakat kepada Institusi kejaksaan yang kridebilitas tidak boleh kalah dengan institusi lainnya,” ujarnya.

Begitu juga dalam kasus penjualan aset PT PWU Jatim. Kejati Jatim tak ragu untuk menaikkan status Dahlan  menjadi tersangka.

Menurut mereka dalam kasus penjualan aset PT PWU Jatim, Dahlan telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai Dirut PT PWU saat itu. PT PWU  merupakan sebuah holding company BUMD milik Pemprov Jawa Timur. Saat itu PT PWU merupakan BUMD baru dari peleburan beberapa perusahaan daerah (PD Aneka Pangan, PD Sarana Bangun, PD Aneka Kimia, PD Aneka Jasa & Permesinan dan PD Aneka Usaha).

Tujuan penyatuan dalam satu holding company adalah untuk efisiensi. Dahlan menawarkan diri sebagai Dirut untuk membenahi perusahaan dan meningkatkan profit.  Namun PT PWU, tetap didera kerugian. Janji mendatangkan laba, tidak terwujud. Akhirnya, Pemerintah Provinsi Jatim harus mengeluarkan dana APBD untuk PT PWU Jatim. Akibatnya hingga tahun 2009, Pemprov Jatim telah mengucurkan dana untuk PT PWU sebesar Rp 162 miliar.

Dan saat itu mulai terungkap sejumlah aset PT PWU hilang menguap. Aset berupa tanah dan bangunan yang tersebar di berbagai daerah Jawa Timur, menyusut.

Dalam Daftar Aset BUMD yang disusun oleh PT PWU Jatim pada tahun 1999, tercatat PT PWU memiliki tanah seluas 904.024 m2 dengan bangunan seluas 235.793 m2. Tetapi, tahun 2009, sebagian besar tanah dan bangunan itu telah berpindah tangan.

Aset di Surabaya, misalnya, semula terdapat bangunan seluas 143.757 m2. Luasan bangunan ini tersebar di berbagai persil seluas 365.843 m2. Namun bangunan beserta tanahnya, banyak yang tidak di bawah penguasaan PT PWU Jatim. Sebagian besar hak atas tanah dan bangunan telah berpindah tangan kepada pihak lain, karena diam-diam dijual dan dialihfungsikan. Misalnya, Persil di Jl Setail 44 Surabaya, sudah berpindah tangan. Bahkan sejumlah persil milik eks berbagai PD di sepanjang Jl. Ngagel Surabaya, hanya tinggal satu persil yang masih dikuasai PT PWU Jatim. Yakni di Jl. Ngagel 159. Persil ini kini menjadi kantor PWU Jatim Unit Persewaan.

Aset lain seperti pabrik karet, pabrik accu, pabrik roti, perkantoran dan pergudangan serta perumahan karyawan tidak berbekas lagi. Deretan bangunan di atas tanah di Jl. Nagel 127, 133 dan 139-141 telah berubah menjadi hotel, stasiun pompa bensin dan mall (Carrefour).

Begitu pula bangunan Jl. Ngagel 89, telah berganti menjadi gedung sebuah perguruan tinggi. Sedangkan tanah dan bangunan di Jalan Ngagel 77 dan 213, sejak tahun 2007 sudah berubah menjadi kompleks ruko.

"Kami harap penegak hukum, baik kejaksaan dan kepolisian serius mengusut tuntas yang diduga melibatkan Dahlan Iskan," kata Ponang.

Menanggapi desakan AMAK, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta Waluyo mengapresiasi atas dukungan masyarakat tersebut. “Kami apresiasi dukungan masyarakat tersebut. Kami coba untuk tindaklanjuti laporan surat mereka,” kata Waluyo.

Dalam perkara pembangunan Gardu Induk, Dahlan ditetapkan tersangka sebagai Kuasa Pengguna Anggara (KPA) saat menjabat Dirut PT PLN. Dahlan diduga melanggar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 56 tahun 2010 tentang penganggaran tahun jamak. Dalam pengajuan penganggaran Dahlan menandatangani surat pertanggujawaban mutlak sebagai KPA. Yang menyatakan bahwa persoalan lahan tidak ada masalah. Namun nyatanya lahan belum ada.

Kemudian Dahlan diduga langgar Peraturan Presiden No 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa. Sebab disebutkan, sistem pembayaran dilakukan dengan material onset atau perkembangan proyek. Tapi dalam kasus ini, pembayaran dilakukan pembebasan lahan dilakukan seluruhnya.

Hingga saat ini berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah ada kerugian negara sebesar Rp33 miliar dari dua gardu yang bermasalah yakni Jati Rangon dan Jati Luhur.

Kasus lain yang Dahlan memerintahkan sejumlah BUMN menjadi sponsor pengadaan mobil listrik itu untuk mendukung kegiatan operasional konferensi APEC tahun 2013, di Bali. Namun mobil tersebut tidak bisa digunakan. Akibatnya, ketiga BUMN tersebut mengalami kerugian dan jaksa tengah menghitungnya. Dari sejumlah saksi yang diperiksa penanggungjawab proyek ini adalah Dahlan Iskan.

Sementara itu kasus lain yang diduga kuat melibatkan Dahlan Iskan adalah program cetak sawah Kementerian BUMN yang ditangani Bareskrim Polri. Program yang diambil dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) BUMN telah mengucurkan anggaran Rp317 miliar. Namun nyatanya program cetak sawah ini fiktif.

BACA JUGA: