JAKARTA, GRESNEWS.COM - World Wildlife Fund (WWF) Indonesia melakukan kajian mengenai spesifikasi alat tangkap jenis pukat Hela (trawl) dan pukat tarik (seine nets).

Menurut Manajer Perbaikan Perikanan Tangkap dan Budidaya World Wildlife Fund (WWF) Indonesia Abdullah Habibi, Pukat tarik merupakan jenis alat tangkap yang terbuat dari jaring berkantong dimana fungsinya melingkari zona titik kumpul ikan.

Alat jenis ini bisa digunakan untuk berbagai level kedalam air seperti permukaan (kulit air), kolom, maupun dasar laut. Namun, sesuai hasil riset WWF, alat tangkap ikan jenis ini memiliki tingkat potensi kerusakan lingkungan yang cukup tinggi.

"WWF menganjurkan kepada nelayan untuk sementara waktu menggunakan pancing ulur yang lebih ramah lingkungan dan memiliki tingkat selektivitas yang tinggi," ucap Abdul kepada Gresnews.com, Kamsi (5/2).

Berdasarkan rilis yang disusun WWF, wilayah operasional pukat tarik cukup masif dan tersebar di sejumlah wilayah perairan Indonesia seperti, Bangka Belitung, Laut Jawa, Kalimantan Barat, Laut Flores (NTT), dan Perairan Arafuru (Maluku).

Perlu diketahui, berdasarkan kegunaannya, pukat tarik terdiri dari dua jenis yakni pukat tarik pantai (beach seines) dan pukat tarik kapal (boat seines) .  Untuk pukat tarik pantai, wilayah operasionalnya lebih dikhususkan pada penangkapan ikan demersal di dasar perairan pesisir. Sementara, pukat tarik kapal lebih dioperasikan di kolom perairan untuk menjaring ikan demersal dan pelagis.

Sesuai kajian WWF, penggunaan pukat tarik masuk kategori berbahaya karena mayoritas menyasar wilayah kolom dan dasar laut. Hal tersebut berpotensi merusak kandungan substrat (zat/molekul tumbuhan laut) sehingga berdampak pada kerusakan habitat.

Adapun jenis-jenis alat tangkap yang masuk kedalam kategori pukat tarik yaitu, cantrang, payang, lampara, dogol, scottish seines, dan pair seines. Di beberapa lokasi tertentu, cara penggunaan pukat tarik sering dikombinasikan juga dengan rumpon atau lampu.

Selain gambaran tersebut, WWF juga menyajikan paparan soal spesifikasi mengenai alat tangkap ikan jenis pukat hela (trawl). Secara umum, ada kemiripan antara pukat tarik dan pukat hela. Dimana, pukat hela juga terbuat dari jaring berkantong namun alat tangkap ini memiliki alat pembuka otomatis yang terletak pada mulut jaring.

Secara umum, jaring hela (trawl) diikat pada belakang kapal dan cara penangkapannya dilakukan pada saat kapal sedang berjalan. Perlu dipahami, pada  bagian-bagian tertentu, jaring atau pukat diberikan alat pemberat dengan maksud agar jangkauan tangkapnya semakin dalam. Dari segi kuantitas, jaring model ini dinilai efektif karena dapat digunakan pada tingkat kedalaman laut yang beragam.

Potensi kerusakannya pun serupa dengan jaring tarik sehingga pukat hela juga dikategorikan sebagai alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Pada awalnya, penggunaan pukat hela sudah mulai popluer pada dekade tahun 1960. Saat itu area penggunaanya masih sempit yakni hanya seputar perairan Selat Malaka dan Tanjung Balai Asahan.

Namun seiring perkembangan waktu, pukat hela mulai menjelma sebagai primadona bagi nelayan Indonesia. Saat ini pukat hela tersedia dalam berbagai jenis, ukuran, dan nama. Misalnya, bagi nelayan Pantura, Tegal dan Brebes, pukat hela sering mendapat sebutan jaring arad. Di wilayah Rembang sebagian besar nelayan menyebutnya sotok/cotok sementara untuk nelayan Jawa Timur disebut geruk.

Adapun jenis-jenis alat tangkap yang masuk dalam kategori pukat hela yaitu antara lain: pukat hela dasar berpalang, pukat hela dasar berpapan, pukat hela dasar dua kapal, nephrops trawls, pukat hela dasar udang dan pukat dorong.

BACA JUGA: