JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi V DPR RI yang membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum mengkritisi rencana pemerintah untuk menghapus penerbangan murah atau Low Cost Carrier (LCC). Harga tinggi bukan kunci keselamatan pesawat, sebab setiap maskapai baik yang LCC maupun non LCC harus menerapkan standard keselamatan dan keamanan penerbangan. Tanpa kedua syarat tersebut, izin sebagai operator angkutan udara tidak bisa didapat.

LCC dianggap masih amat dibutuhkan di Indonesia, utamanya bagi konsumen menengah ke bawah yang lebih memilih menggunakan tiket murah saat berpergian. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta lebih fokus memastikan kepatuhan maskapai dalam menerapkan prosedur keselamatan tanpa kompromi.

"Lakukan juga pengawasan secara konsisten, dari pada hanya mengeluarkan aturan baru yang berimbas pada maskapai berbiaya murah," ujar Ferry Djemi Francis, Ketua Komisi V di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (8/1).

Keselamatan penerbangan selama ini langsung dimonitoring oleh Kemenhub. Sehingga tidak ada korelasi antara tiket murah dengan keselamatan penumpang pesawat. Manajemen maskapai dan kontrol pemerintah malah lebih dianggap berpengaruh terhadap service keselamatan.

Hal yang sama juga disampaikan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia. Dia meminta pemerintah tidak membenturkan keselamatan penerbangan dengan LCC. Karena untuk mendapatkan izin operasional sebagai angkutan udara niaga terjadwal, maskapai harus memenuhi berbagai persyaratan tentang keselamatan dan keamanan terbang, termasuk membuat manajemen keselamatan penerbangan.

"Jika sudah dapat izin operasional, maka otomatis persyaratan keselamanatan dan keamanan penerbangan sudah dipenuhi," ujarnya.

Pasal 126-127 UU No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan, pengaturan tarif ekonomi, pemerintah dapat menetapkan batas atas tarif yang dihitung berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan. Namun, batas bawah, tidak pernah diatur dalam undang-undang.

Sehingga, kata Yudi, pemerintah lebih baik membenahi berbagai persoalan yang sebenarnya berawal dari ketidaktegasan regulator, termasuk memperketat pengawasan dan pengendalian penerbangan. Tarif murah, menurutnya, selain membantu konsumen dan juga merupakan hak maskapai. "Yang tidak boleh adalah menetapkan tarif di atas batas atas," katanya.

Perbedaan LCC dengan maskapai full service hanya terdapat pada snack, fasilitas terminal di bandara, dan fasilitas di pesawat. Umumnya, LCC tidak memberikan snack dan fasilitas lain selama perjalanan serta fasilitas terminal yang kurang nyaman. Sementara untuk maskapai yang memberikan full service seperti Garuda, memberikan layanan yang lebih prima untuk kenyamanan penumpang baik di terminal maupun di pesawat.

Tarif maskapai LCC juga hanya beberapa seat saja yang murah, sisanya sesuai aturan karena penerapan subsidi silang. Seperti diketahui hampir 60% maskapai yang melayani rute domestik di Indonesia merupakan LCC, termasuk Air Asia, Lion Air, Sriwijaya, dan Citilink. Sementara sisanya menerapakan sistem full service untuk penumpangnya.

Untuk kecelakaan yang sudah terjadi seperti yang menimpa pesawat Air Asia QZ8501, Komisi V berencana membentuk panitia kerja (panja) untuk memastikan klaim asuransi benar-benar sampai ke tangan keluarga para korban. "Kami perlu melakukan pengawasan, dalam waktu dekat akan ada rapat kerja dengan maskapai penerbangan, menhub dan Basarnas dalam waktu dekat," katanya.

BACA JUGA: