JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pekan lalu Presiden Joko Widodo membuat gebrakan dengan menunjuk Faisal Basri sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi. Namun sektor pertambangan sepertinya luput dari perhatian pemerintah. Padahal di situ juga terdapat banyak praktek mafia yang tak kalah rakus dan culas dari mafia minyak. Salah satunya permainan dan akal-akalan perusahaan tambang dalam menyetorkan royalti dan ekspor konsentrat.

Gresnews.com mendapatkan sejumlah data penting praktek lancung perusahaan tambang asal Amerika Serikat yakni PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Perusahaan tambang emas itu diduga kuat mempermainkan hitungan royalti dan konsentrat yang diekspor. Bukti yang ada di depan mata adalah adanya ketidaksesuaian data yang dimiliki PT NNT dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan terkait royalti dan ekspor konsentrat.

Direktur LBH NTB Basri Mulyani menjelaskan perbedaan data itu karena tidak adanya transparansi PT NNT dalam menyampaikan laporan mengenai jumlah, jenis kandungan mineral konsentrat serta kewajiban pembayaran pajak serta penerimaan negara atas ekspor konsentrat. Praktek bisnis yang cenderung tertutup, sistem pengawasan yang lemah,  jaringan mafia tambang yang kuat serta usaha untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dari hasil produksi dan penjualan konsentrat menjadi salah satu faktor pendorong potensi terjadinya praktek manipulasi, penggelapan dan dugaan korupsi di PT NNT.

"Tentu saja itu berujung pada potensi kerugian keuangan negara," kata Basri dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Rabu, (19/11).

Kuat dan saling berkelindannya mafia tambang dengan oknum pejabat korup membuat banyak lembaga yang melaporkan dugaan korupsi baik di tingkat lokal (di Kabupaten Sumbawa Barat dan NTB) maupun di tingkat pusat, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) tak juga terungkap. Selalu saja disebutkan laporan tersebut tidak cukup memiliki alat bukti serta tidak secara komprehensif menjelaskan pada lingkup mana korupsi pada sektor pertambangan tersebut berlangsung, bagaimana modusnya, alat bukti apa yang dimiliki untuk memperkuat laporan tersebut dan sebagainya.

Menurut Basri, beranjak dari kelemahan itu, investigasi untuk mengungkap dugaan manipulasi, penggelapan dan korupsi pertambangan PT NNT terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan oleh Aliansi Rakyat Untuk Advokasi Tambang-Nusa Tenggara Barat (ARA-NTB). Lembaga yang terdiri dari berbagai element organsiasi dan lintas profesi (20 ormas/LSM dan organisasi profesional) itu siap menyampaikan laporan singkat mengenai dugaan manipulasi, penggelapan dan korupsi PT NNT kurun waktu tahun 1999-2010.

Dia mengungkapkan, dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, jumlah konsentrat ekspor yang diperoleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah Bali, NTB dan NTT, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B sebanyak 8.444.224.245 ton. Namun berdasarkan laporan dari Newmont dari tahun 2000 sampai tahun 2010 sebanyak 7.935.789.072 ton. Ada selisih 507.426.173 ton ekspor konsentrat yang berpotensi merugikan keuangan negara.

Selain ekspor konsentrat, Basri mengungkapkan terkait pembayaran royalti sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2010, jumlah royalti yang disetor atau dibayar ke kas negara sebesar US216,3 juta. Namun dalam laporan Kementerian Keuangan jumlah royalti yang telah dibayar Newmont sebesar US$205 juta. Artinya ada selisih US$11,3 juta. Dia menduga ada indikasi kuat telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar US$11,3 juta yang dilakukan oleh oknum di Kementerian Keuangan.

Basri menjelaskan, modus korupsi atau penggelapan konsentrat dilakukan dengan cara tidak dilaporkannya atau disetorkannya dana pembayaran royalti sebagaimana mestinya oleh oknum di Dirjen Anggaran dan Dirjen Bea dan Cukai atau Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurutnya, modus tersebut dengan cara mengurangi jumlah setoran uang iuran pembayaran ke kas negara.

Oleh karena itu, Basri mendesak pemerintah RI dan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten penghasil) serta stakeholders terkait lainnya melakukan beberapa hal. Sebelum  PT NNT kembali mengekspor konsentrat tembaga dan emas atau memperoleh izin operasional, serta dilakukan penandatanganan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sebagai pengganti kontrak karya. Pertama, meminta PT NNT untuk memberikan laporan dan pertanggungjawaban secara terbuka terhadap proses produksi dan penjualan konsentrat sejak 1999-2010. Kedua, perlu dilakukan audit kembali secara khusus dan komprehensif (audit investigatif) terhadap kegiatan ekspor PT NNT, terutama terkait dengan jumlah (tonase) konsentrat yang terjual, jenis kandungan mineral konsentrat yang dijual serta ketersediaan stockfile konsentrat yang ada saat ini.

Ketiga, meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk melakukan pemeriksaan dan menghitung potensi kerugian keuangan Negara yang ditimbulkan akibat praktek curang dalam proses penjualan hasil produksi selama ini. Keempat, meminta kepada PPATK untuk melakukan pemeriksaan terhadap seluruh proses transaksi dalam penjualan dan pembayaran konsentrat PT NNT.Kelima, meminta kepada KPK untuk melakukan pemeriksaan terhadap seluruh data dan informasi terkait dugaan manipulasi, penggelapan dan dugaan korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat di lingkup kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan PT NNT. Serta melakukan “pencekalan” terhadap sejumlah oknum yang diduga terlibat dalam praktek dugaan manipulasi dan korupsi.

Keenam, mendesak KPK dan aparat penegak hukum untuk segera melakukan proses pemeriksaan khusus terhadap Ditjen Bea Cukai, oknum Pengawas Pertambangan, dan sejumlah aktor lainnya yang diduga terlibat dalam kasus ini. Ketujuh, menghentikan sementara kegiatan proses ekspor PT NNT.

Menanggapi hal itu, Juru Bicara PT NNT Rubi W. Purnomo menegaskan yang disampaikan oleh LBH NTB tidaklah benar. Menurutnya dalam melaksanakan operasi tambang Batu Hijau, perusahaan mengacu kepada kontrak karya dan peraturan serta perundangan yang berlaku. Bahkan PT NNT telah sepakat untuk membayar royalti yang telah dinaikkan dari yang sebelumnya, serta bea keluar ekspor sebagaimana yang telah ditentukan. "Saya yakin berita itu tidak benar," kata Rubi kepada Heronimus Ronito dari Gresnews.com, Selasa (18/11).

BACA JUGA: