JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan memanggil pimpinan tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait dengan terungkapnya data yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menemukan adanya kejanggalan dalam penyaluran dana pinjaman yang didapat ketiga bank itu dari China Development Bank (CDB). Parlemen menyoroti salah satunya adalah rencana aliran dana dari Bank Mandiri kepada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) sebesar US$400 ribu (Rp5,2 triliun).

BACA: Potensi Skandal Perbankan dalam Akuisisi Newmont-Medco

Wakil Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Demokrat Azam Azman Natawijana mengatakan, ketiga bank BUMN itu akan dimintai keterangan terkait adanya indikasi penyalahgunaan dana pinjaman dari CDB itu. Dalam kasus pinjaman Mandiri ke Medco, misalnya, diduga dana itu akan dipakai Medco untuk mengakuisisi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Azam menegaskan, dalam perjanjian dengan CDB disebutkan pinjaman dana tersebut diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur dan industri perusahaan yang bersinggungan dengan China.

Legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur III itu mempertanyakan apakah benar dana pinjaman kepada Medco itu untuk mengakuisisi saham Newmont. Jika iya, kata dia, sebenarnya dana sebesar itu lebih baik dikucurkan kepada PT Aneka Tambang Tbk yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengakuisisi saham Newmont.

"Lebih bijak jika akuisisi Newmont, kenapa tidak Antam? Maka tiga bank BUMN tersebut minggu depan akan kita panggil. Kita belum tahu jelas kenapa uang milik perbankan diberikan ke Medco," kata Azam di ruang Komisi VI DPR, Jakarta, Kamis (21/4).

Pria kelahiran 21 April 1948 itu menyebutkan, bank BUMN tidak bisa bertindak bebas terhadap pinjaman dana tersebut, sebab dalam perjanjian maupun permohonan dana, harus melalui persetujuan dari CDB di China. "Maka tiga perbankan tersebut tidak bebas, setiap kucuran ke debitur harus meminta izin. Maka ini yang harus dipertanyakan ada konspirasi apa dari awal, karena dana masuk dari CDB pasti sudah ditentukan calon penerimanya," tegasnya.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Komisi VI DPR Achmad Hafisz Tohir mengatakan, rencana pemanggilan ketiga bank BUMN itu masih bisa tertunda mengingat dalam pertemuan itu, kehadiran Menteri BUMN Rini Soemarno juga dinilai penting, namun Komisi VII terhalang adanya surat Ketua DPR terkait larangan rapat kerja DPR dengan Kementerian BUMN.

"Kita belum bisa memanggil Menteri BUMN Rini Soemarno selaku pihak yang bertanggung jawab atas pinjaman dana yang dialihkan ke tiga bank BUMN, sebab Komisi VI masih menunggu izin Ketua DPR," kata legislator dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) daerah pemilihan Sumatera Selatan I itu kepada gresnews.com, Kamis (21/4).

Mengenai larangan DPR mengadakan rapat dengan Rini itu terkait dengan hasil keputusan rapat paripurna DPR yang menyetujui rekomendasi Hak Angket Pansus Pelindo II DPR, yang meminta Presiden Joko Widodo memberhentikan Rini  sebagai menteri. Azam mengatakan, urusan seperti ini belakangan ternyata membuat repot Komisi VI yang punya banyak urusan yang harus ditanyakan kepada Rini.

Karena itu, kata dia, pimpinan Komisi VI akan menghadap Ketua DPR Ade Komaruddin untuk meminta penjelasan soal pelarangan ini. "Kalau tidak bisa rapat dengan Kementerian BUMN, ini kan sebenarnya malah merugikan DPR dan merugikan pemerintahan. Rugi semua, dua-duanya," kata Azam.

Komisi VI meminta agar ada solusi terkait hal ini agar fungsi pengawasan DPR tidak terganggu. Hafisz sendiri menegaskan, keberadaan Rini jika DPR jadi memanggil ketiga bank BUMN itu terkait pinjaman CDB, sangat penting. Alasannya, karena Rini bisa menjelaskan, soal perjanjian dengan CDB dan menjawab alasan penggunaan dana dari CDB yang diduga banyak disalahgunakan seperti hasil telaah OJK.

JOKOWI DIMINTA TURUN TANGAN - Terkait masalah ini, Ketua Umum Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) Riano Oscha meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan langsung menanyakan alasan Menteri BUMN Rini Soemarno memberikan pinjaman dana CDB untuk urusan di luar infrastruktur seperti yang terjadi pada kucuran dana dari Bank Mandiri kepada Medco. "Pak Presiden harus panggil Menteri Rini soal alasan pihaknya memberikan pinjaman dana dari CDB kepada Medco," kata Riano kepada gresnews.com, Kamis (21/4).

Riano menegaskan, jangan sampai pinjaman dana CDB dijadikan kepentingan oleh Rini atau pihak manapun untuk membantu kepentingan bisnis tertentu, seperti misalnya, mendongkrak nilai saham Medco. Dia juga menyebutkan, jika pinjaman dana dari CDB yang masuk ketiga Bank BUMN, yakni Bank Mandiri, BNI dan BRI, tidak diawasi secara ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka bisa terjadi penyalahgunaan.

"OJK harus melakukan audit dan pengawasan terhadap aliran dana ketiga bank tersebut, jangan sampai nantinya masuk ke pihak perusahaan yang tidak ada kaitannya dengan pembangunan infrastruktur, misalnya ke Medco," jelasnya.

Komisioner Pengawasan Perbankan OJK Irwan Lubis saat dimintai tanggapan soal ini melalui pesan singkat oleh gresnews.com, kemarin, enggan memberikan jawaban. Padahal desakan agar OJK bersuara soal ini juga pernah disampaikan anggota Komisi IX DPR Ecky Awal Muharam. Dia meminta OJK untuk memantau bahkan mengaudit penggunaan pinjaman tersebut. Termasuk juga di dua bank lainnya yaitu BNI dan BRI.

Ecky mengatakan, pinjaman tersebut diduga digunakan tidak sesuai dengan tujuan awal yakni pendanaan infrastruktur. "Cenderung lebih banyak diberikan kepada perusahaan-perusahaan manufaktur," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Terkait pinjaman dari Mandiri ke Medco yang diduga untuk mendanai pembelian saham Newmont, Ecky menilai, juga merupakan sebuah kesalahan. Dia mengatakan, dalam dunia perbankan, pinjaman kredit dilarang digunakan untuk membeli saham.

"Saya belum tahu perjanjian kreditnya satu per satu, namun kalau pinjaman kepada China patut dipertanyakan, apa tujuan dan rencana strategis, rencana kerja perbankan yang disetujui OJK, jangan sampai itu dadakan, apalagi pinjaman tersebut tidak sesuai dengan rencana semula, maka OJK harus mengaudit terkait realisasi pinjaman tersebut, apakah sesuai perencanaan dari perbankan," kata Ecky.

AKUISISI SAHAM NEWMONT - Sementara itu, pihak Bank Mandri sendiri belum mau berkomentar soal ini. Gresnews.com beberapa kali melakukan kontak dengan pihak Bank Mandiri dan sudah dijanjikan untuk melakukan wawancara. Namun beberapa kali itu pula rencana itu dibatalkan dan diundur oleh pihak Bank Mandiri.

Demikian pula halnya dengan pihak Medco. Beberapa kali rencana untuk melakukan wawancara terkait masalah ini diundur dan dibatalkan oleh pihak Medco tanpa alasan yang jelas.

Sejak bertemu dengan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, isu akuisisi saham NNT oleh Medco memang berembus semakin kencang. Pada 18 Maret 2016, Bloomberg bahkan sempat menayangkan berita berjudul: Indonesian Group Seeks $1 Billion Debt for Newmont Mine Deal. Narasumber berita tersebut adalah Shiv Dave, pendiri firma konsultan keuangan Emindobiz (Indonesia-Singapura), yang berkantor di Plaza Sentral Jakarta.

Lalu pada 1 April 2016, Bloomberg kembali melansir berita berjudul: Indonesian Investors Said to Prepare US$2 Billion Newmont Mine Bid. Disebutkan bahwa konsorsium yang dipimpin Agus Projosasmito menyiapkan penawaran US$2 miliar (Rp26 triliun) untuk menjadi pengendali di NNT.  Konsorsium dimaksud ingin menguasai 80% saham di NNT. Dinyatakan pula bahwa konsorsium itu akan mendapatkan pinjaman US$1 miliar (Rp13 triliun) dari sejumlah bank seperti BNP Paribas SA, Malayan Banking Bhd, dan Societe Generale. Dari dalam negeri, pinjaman diberikan oleh Bank Mandiri.

Agus adalah mantan Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas yang kemudian berpindah kiprahnya menjadi pimpinan Mandiri Sekuritas pada 2001 (ketika zaman Dirut Mandiri ECW Neloe). Rumor berkembang bahwa dalam konsorsium itu terdapat pula nama pengusaha seperti Kiki Barki Makmur (pengendali di PT Harum Energy, Tbk yang pernah menjadi asisten khusus Menteri Pertahanan Purnomo Yoesgiantoro), serta menantu Kiki, Sudjiono Timan (pernah menjadi terpidana korupsi di PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) namun lepas di tingkat peninjauan kembali). 

BACA JUGA: