JAKARTA, GRESNEWS.COM - Langkah pemerintah yang memberikan sinyal kepada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk untuk mengambil alih slot orbit satelit 150.5 Bujur Timur dinilai bermuatan politik. Pengambilalihan slot orbit satelit yang saat ini digunakan oleh PT Indosat Tbk (ISAT) itu menyisakan tanda tanya, ada kepentingan apa di balik rencana tersebut.

Pengamat perbankan Deni Daruri menilai BRI terlalu berlebihan jika harus mengambil alih slot orbit tersebut karena BRI sendiri bukanlah bank yang fokus di sistem pembayaran (payment system). Bahkan dia menilai ada unsur politik dalam pengambilalihan slot orbit tersebut karena bisa jadi pada saat BRI membayar dan ternyata isi pembayarannya berupa pendanaan kampanye.

"Takutnya dia (BRI) bayar ada fee-nya untuk kampanye. Takutnya kan seperti itu. Sebab ambil alih slot itu kan analisisnya belum dalam," kata Deni kepada Gresnews.com, Jakarta, Kamis (27/3).

Deni mencoba membandingkan dengan bank swasta seperti BCA yang benar-benar memiliki satelit karena memang BCA fokus dalam system payment. Tapi BRI sendiri saat ini baru satu dua tahun fokus ke payment system, itu pun infrastruktur seperti mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) masih sering kesalahan atau error.

"Belum hebat kok sudah beli satelit. Buat apa beli satelit kalau mesin bawahnya tidak beres," kata Deni.

Menurutnya, BRI tak sekali ini saja melakukan kebijakan yang muatannya  politis,  seperti kasus Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun 2009, kemudian setelah KUR diawasi oleh pemerintah lalu BRI bertingkah dengan mengambil slot. Dia meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan melakukan pemeriksaan.

Deni menambahkan BRI selama ini fokus bisnisnya adalah pembiayaan kredit kepada usaha mikro, bukan sistem pembayaran, kecuali jika pemerintah memberikan instruksi kepada BRI sebagai bank yang bertugas untuk pembayaran secara nasional. Tapi itu pun harus memperbaiki infrastruktur di dalamnya terlebih dulu, sumber daya manusia dan satelit pun menjadi faktor terakhir karena tinggal menghubungkan jaringan. "Kapasitas BRI itu belum perlu satelit karena tidak fokus ke sistem pembayaran," kata Deni.

Tapi, menurut pengamat telekomunikasi Heru Sutadi, BRI seharusnya dapat mengatasi isu politik dengan melibatkan KPK. Dia menilai ketidakpercayaan publik dapat diatasi dengan melakukan transparansi publik. Di satu sisi BRI memiliki kebutuhan yang sangat banyak untuk pelayanan perbankan. Bahkan dengan memiliki satelit, BRI akan mendapatkan keuntungan tersendiri.

Heru menilai pengambilalihan slot orbit memiliki nilai politik karena yang menilai adalah DPR. Tetapi akan memiliki muatan berbeda jika yang menilai seorang ekonom atau pebisnis. Di satu sisi, pengambilalihan satelit tersebut haruslah diperlukan pemain lokal seperti halnya BRI.

"Saya pikir bisa diatasi. Ketidakpercayaan segalanya bisa diatasi, itu hanya  karena tidak ada transparansi," kata Heru kepada Gresnews.com, Jakarta, Kamis (27/3).

BACA JUGA: