JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengamat kebijakan publik Fadjroel Rachman menduga ada peran Partai Politik dibalik negosiasi antara pemerintah dan pengusaha tambang untuk melonggarkan ketentuan pelarangan ekspor mineral dan batubara.  Akibat ulah partai politik itu pemerintah tidak tegas dalam penentuan kebijakan UU Minerba kepada pengusaha tambang. "Selalu saja dibalik kegiatan usaha besar ada orang-orang politik. Pemerintah harus tegas bahkan harus sangat tegas melaksanakan UU Minerba," kata Fadjroel, kepada Gresnews.com, Senin kemarin.

Fadjroel mengaku mendukung upaya pelarangan ekspor minerba karena UU Minerba sudah terlalu longgar, pasalnya sudah diberikan selang waktu yang cukup panjang kepada pengusaha tambang. Dia menilai sikap pemerintah melarang ekspor minerba karena hal itu menjadi jalan agar Indonesia menjadi kaya akan mineral.

Namun Fadjroel menilai pemerintah sangat tidak tegas dalam menerapkan UU Minerba No 4 Tahun 2009. Ketidaktegasan pemerintah diawali dengan penerapan kontrak kerja berdasarkan Kepres No 3 Tahun 2012 tentang pembentukan Tim Evaluasi untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.

Menurut Fadjroel penerapan Kepres tersebut hingga sekarang tidak menuai hasil padahal Kepres tersebut menyangkut peningkatan divestasi saham pemerintah dan pembayaran royalti PT Freeport Indonesia kepada pemerintah. Dia menambahkan jika mengacu kepada Kepres tersebut Tim Evaluasi yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa dan Ketua Harian dijabat oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik semula menjanjikan nantinya pemerintah akan memiliki saham sebesar 9,36 persen. Dua bulan lalu pemerintah juga berencana meningkatkan sahamnya menjadi 20 persen. Namun janji dari perencanaan kontrak karya itu saat ini telah hilang begitu saja. "Sampai sekarang kan belum ada tindak lanjutnya. Semuanya dikompromikan terus menerus hingga pada akhirnya tidak ada jalan," jelas Fadjroel.  

Fadjroel mengungkapkan berdasarkan hasil perhitungan bursa saham di New York nilai aset PT Freeport mencapai Rp321 triliun, akan tetapi pemerintah Indonesia tidak mengetahui hal tersebut. Bahkan untuk peningkatan saham pemerintah menjadi 9 persen di Freeport saja saat ini pemerintah tidak mampu.

Padahal jika pemerintah berhasil memperoleh saham hingga mayoritas di PT Freeport maka permasalahan pelarangan ekspor tersebut bisa ditangani tanpa harus ada negosiasi kepada pengusaha. Namun yang menjadi masalah selama ini laporan dari tim evaluasi kontrak karya tersebut tidak pernah jelas. Meskipun pemerintah telah menempatkan satu komisaris di PT Freeport, namun pemerintah tidak memiliki posisi tawar kepada Freeport.

"Yang terpenting itu bisa menguasai prioritas saham mayoritas dan evaluasi Kepres tersebut disebuah perusahaan asing yang selama ini nol besar memberikan laporan kepada pemerintah," kata Fadjroel.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute Resourcess Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan saat ini pemerintah telah menafsirkan UU Minerba dalam turunan peraturannya pelarangan ekspor minerba dengan dilakukan secara bertahap. Misalnya, Marwan mencontohkan pemerintah memberikan kebijakan selama tiga tahun kedepan dengan konsentrat 15 persen karena perusahaan tambang berencana untuk membangun pabrik smelter dan sesudah tiga tahun akan menjadi 100 persen. "Padahal UU Minerba tidak bisa ditafsirkan seperti itu. Kondisi idealnya ya 100 persen," kata Marwan kepada Gresnews.com.

Marwan mengungkapkan sewaktu Dirjen Minerba dijabat oleh Thamrin Sihite. Pembentukkan UU Minerba ditujukan untuk pembangunan smelter dengan tenggang waktu 5 tahun. Kemudian saat itu pabrik smelter Gresik sudah memurnikan 95 persen tembaga dan yang diproses hanya 30 persen dari produksi. Hal itu pun sudah tertuang dalam pasal 170 UU Minerba untuk memurnikan hingga 100 persen. Akan tetapi realisasi UU Minerba tersebut saat ini telah direkayasa dengan keringanan-keringanan hasil dari negosiasi pemerintah dan pengusaha tambang. "Jadi banyak sekali dibodoh-bodohi. Pejabat kita itu antek-antek asing," kata Marwan.


BACA JUGA: