JAKARTA, GRESNEWS.COM- Kabar memilukan itu datang dari wilayah Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Pada sebuah lokasi yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Tanjung Puting, tempat dimana satwa orangutan seharusnya dilindungi, justru satwa-satwa malang itu menjadi korban pembantaian. Pada akhir September dan Oktober 2013 lalu, para aktivis Greenpeace bersama partner mereka di Kalteng, menemukan beberapa lokasi kuburan massal orangutan yang diduga merupakan korban konflik dengan beberapa perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di sekitar kawasan TN Tanjung Puting. "Awalnya kami mendengar dari NGO partner di Kalteng bahwa ada kasus penemuan kerangka orangutan di lahan perkebunan sawit milik supplier Wilmar yang berbatasan dengan TN Tanjung Puting," kata Juru Kampanye Minyak Sawit Greenpeace Asia kepada Gresnews.com, Selasa (10/12).

Ketika itu, Wirendro bercerita, para aktivis segera bergerak ke lapangan pada September 2013. Di sana mereka menemukan pemandangan yang memilukan. Beberapa kerangka orangutan diantaranya tulang bagian kaki, panggul dan bagian lainnya, ditemukan di empat lokasi berbeda. "Lokasi ini berbatasan lansung dengan TN Tanjung Puting sekitar 500 m dan berbatasan sekitar 30m dengan existing perkebunan kelapa sawit milik PT Bumi Langgeng Perdanatrada (BLP) di bawah BW plantation yang juga pemasok Wilmar)," kata Wirendro.

"Lokasi


Secara hitam diatas putih, lokasi ini merupakan lahan tidur (semak) milik PT Andalan Sukses Makmur (ASMR) dibawah BGA grup (juga pemasok Wilmar). Namun, secara fakta, di dalam lokasi ini belum ada aktivitas pembukaan lahan sama sekali, tapi yang jelas ini ditemukan di dekat perkebunan sawit. Temuan pada bulan September itu saja, sudah cukup mengejutkan.

Tetapi ternyata, pada Oktober 2013, ketika para aktivis kembali mengunjungi wilayah itu, justru ditemukan lebih banyak lagi lokasi kuburan massal orangutan ini. "Tak disangka, dalam perjalanan kami, ditemukan lebih banyak kerangka lagi dan kali ini jelas di dalam perkebunan milik PT BLP. Ini indikasi yang sangat jelas bahwa mungkin terjadi pembunuhan orangutan yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Sayangnya kami tak bisa memastikan perusahaan manakah yang melakukannya BLP atau ASMR?" kata Wirendro lagi.

 

""


Para aktivis Greenpeace dan LSM lokal memang bisa mengidentifikasi kapan kejadian tersebut berlangsung. "Menurut lokal kontak kami disana, kasus ini sudah terdengar sejak 2011 lalu," kata Wirendro. Temuan ini kemudian dilaporkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Sayangnya, ketika Greenpeace melakukan penelusuran lebih lanjut, proses investigasi sepertinya tidak ada kemajuan yang berarti. "BKSDA mengatakan laporannya sudah masuk POLDA, berkas juga sudah diserahkan, tapi ternyata setelah dicek ke Polda Kalteng, mereka tidak tahu menahu," ujar Wirendro.

Temuan ini semakin menunjukkan fakta, bahwa orangutan yang seharusnya dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, ternyata malah tidak terlindungi. Berdasarkan data dari The International Union for Conservation of Nature (IUCN), saat ini diperkirakan terdapat sekitar 7000 orangutan Sumatera dan 30.000-40.000 orangutan Kalimantan. IUCN mencatat, hilangnya habitat sebagai penyebab utama terancamnya populasi orangutan. Umumnya hilangnya habitat orangutan ini terjadi akibat konversi lahan menjadi perkebunan sawit. Antara tahun 2009-2011, tercatat 141.000 hektare hutan yang menjadi habitat orangutan dibabat habis untuk dijadikan perkebunan sawit. 

BACA JUGA: