Jakarta - DPD RI mengancam akan melakukan judicial review terhadap berbagai aturan pertambangan, migas dan minerba dan juga penanaman modal asing, apabila DPR RI menolak grand design pertambangan yang diusulkan DPD.    

"Perjanjian yang dibuat antara pemerintah dan Freeport, misalnya, dibuat ketika Indonesia baru merdeka dan belum mempunyai aturan perundangan. Kontrak dengan Freeport harus direvisi karena sangat merugikan bangsa ini. Indonesia hanya kebagian satu persen saja, ini jelas tidak adil dan melanggar UUD 45 Pasal 33,” ujar anggota Pansus DPD RI Nurmawati Dewai Bantilan di Jakarta, Selasa (17/4).

Nurmawati, menambahkan, dalam usulan DPD ini diperlukan perubahan paradigma pembangunan dari paradigma spending budget menjadi financing budget.

"Pemerintah daerah diberikan keleluasaan untuk menggalang dana dari perbankan dan tidak hanya dari APBN untuk membangun infrastruktur di daerahnya. Kalau takut ada penyelewengan maka hal ini wajib disupervisi oleh pihak bank. Pembangunan di daerah utamanya yang memiliki potensi tambang pun akan lebih cepat bisa direalisasikan," jelas Nurmawati.

Sustainabilitas dan aspek konservasi dalam usaha pertambangan pun, dipastikan Nurmawati, akan lebih terjamin. Pengelolaan pertambangan harus sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan melakukan langkah-langkah konservasi secara nyata baik dalam bentuk reklamasi tambang maupun dalam penyelesaian dampak usaha pertambangan yang terkena pada lingkungan yaitu tanah, badan air juga udara.

"Saat ini alam rusak, rakyat dirugikan karena alam rusak. Belum lagi kerugian yang diderita masyarakat akibat infrastruktur jalan yang rusak dan tidak dibenahi oleh perusahaan-perusahaan tambang utamanya perusahaan tambang swasta tersebut. Dalam rekomendasi pengelolaan pertembangan DPD juga mengusulkan agar selayaknya pemerintah memberikan peran kepada BUMN dan BUMD dalam pengelolaan pertambangan berdasarkan pengelolaan "business to business",” pungkas Nurmawati.

BACA JUGA: