Jakarta - Berbeda dengan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) yang menolak keberadaan Peraturan Menteri ESDM Nomor VII/2012, pemrakarsa Apemindo, MS Marpaung justru menyambut baik keberadaan peraturan menteri tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral itu. Namun, kata Marpaung, tidak untuk sekarang ini.

Marpaung mengatakan, Permen Nomor VII/2012 itu merupakan amanah dari UU No. IV Tahun 2009 Tentang Minerba, yang salah satu klausulnya menyebut bahwa pengusaha tambang wajib mendirikan industri pengolahan di dalam negeri. Sedangkan klausul dalam Permen No VII Tahun 2012 menyebut pengusaha tambang dilarang melakukan ekspor. Hanya saja, menurut Marpaung, Permen Nomor VII/2012 terlalu cepat diterbitkan.

"Membangun industri pengolahan itu bagus. Tapi, itu jangka panjang, karena pengerjaannya tidak mudah. Disamping itu, pemodalannya juga sangat besar. Jadi kasih kita nafas dulu lah untuk itu," kata Marpaung, di Jakarta, Jumat (16/3).

Sebelumnya, Menteri ESDM Jero Wacik pada (6/2) yang lalu, mengeluarkan Peraturan Menteri Energi Mineral dan Sumber Daya Manusia Nomor 7/2012. Dalam Permen tersebut, selain adanya pembatasan kandungan mineral dalam penjualan mineral, yang menjadi perhatian utama saat ini adalah Pasal 21, yaitu pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri.

Pasal ini diberikan ke perusahaan untuk menunjukkan rencana kerja atau produksinya (goodwill) dan terkait juga dengan lampiran Permen tentang pengolahan mineral jarang (zircon, monasit, ilmenit, dll), sehingga Pemerintah dapat menilai tingkat keseriusan perusahaan dalam melakukan pengolahan ataupun pemurnian di dalam negeri.

BACA JUGA: