Jakarta - Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) menolak pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7/2012 tentang Peningakatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Pasalnya, regulasi itu membatasi pengusaha mineral menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri paling lambat pada 6 Mei 2012.

Menurut Steering Comitee Apemindo, Poltak Sitanggang, pembatasan ekspor bijih mineral akan mengurangi nilai tambah bagi pengusaha. Akibatnya, perusahaan tambang yang sebagian besar dimiliki pengusaha nasional akan mengalami kolaps.

"Kolapsnya perusahaan kontraktor pertambangan mineral dimana sekitar 15 ribu unit alat berat dengan kapitalisasi Rp1,5 triliun dan 75 ribu unit alat transport dengan kapitalisasi minimal Rp2,5 triliun. Dimana hampir 80 persen pendanaan adalah leasing dari Bank. Pada saat ini dengan keluarnya Permen  ESDM Nomor 7/2012 itu, pendanaan dan penjualan alat berat dan transportasi sudah berhenti sementara," ujar Poltak dalam deklarasi pernyataan sikap Apemindo di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (15/3).

Jika perusahaan sudah kolaps, lanjut Poltak, secara otomatis jumlah pengangguran dari masyarakat profesi pertambangan sudah tercipta selama lima tahun belakangan ini. "Ini juga akan terjadi PHK besar-besaran yang menurut data kami kurang lebih 20 ribu tenaga kerja," pungkas Poltak.

Seperti diketahui, Menteri ESDM Jero Wacik pada 6 Februari 2012 telah menerbitkan Permen ESDM Nomor 7/2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.

Dalam Pasal 21 dituliskan bahwa pada saat Permen ini mulai berlaku, Pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya Permen ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan sejak berlakunya Permen ini, yang artinya adalah pada 6 Mei.

BACA JUGA: