JAKARTA, GRESNEWS.COM - Untuk memastikan subsidi listrik dinikmati oleh masyarakat miskin dan tidak mampu, Pemerintah memberlakukan Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran (SLTS) sejak 1 Januari 2017. Kebijakan SLTS dilakukan secara bertahap dimulai dengan pelanggan PLN untuk kategori rumah tangga daya 900VA. Kebijakan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Dalam UU tersebut distegaskan, dana subsidi yang disediakan pemerintah hanya diperuntukkan bagi kelompok masyarakat tidak mampu.

Penerapan kebijakan ini juga ditetapkan berdasarkan hasil Rapat Kerja Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR-RI tanggal 22 September 2016. Pemerintah dan DPR sepakat bahwa subsidi listrik tidak diberikan bagi rumah tangga daya 900VA yang mampu secara ekonomi. "Kebijakan ini ditujukan untuk memberikan keadilan kepada masyarakat miskin dan tidak mampu," kata Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Hendra Iswahyudi dalam pernyataan tertulis yang diterima gresnews.com, Kamis (25/5).

Menurut Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin (DTPPFM) ada sekitar 4,1 juta rumah tangga miskin dan tidak mampu yang terdata sebagai pelanggan daya 900VA, sementara data pelanggan PLN ada sekitar 23 juta pelanggan. "Pelanggan rumah tangga 900VA yang tidak terdapat dalam DTPPFM tidak berhak mendapatkan subsidi listrik, karena dianggap sudah mampu secara ekonomi," tambah Hendra.

Oleh karena itu tarif yang dikenakan kepada mereka mengalami penyesuaian secara bertahap setiap dua bulan, hingga mencapai tarif keekonomian pada 1 Mei 2017. Hal ini dilakukan, karena masih ada sekitar 7 juta rumah tangga atau 28 juta individu di Indonesia yang belum pernah menikmati akses listrik yang permanen.

"Dengan penerapan SLTS, diharapkan terdapat potensi penghematan anggaran sekitar Rp22 triliun di akhir 2017. Anggaran ini akan dipergunakan salah satunya untuk meningkatkan rasio elektrifikasi nasional yang saat ini baru mencapai sekitar 91 persen," tambah Hendra.

Hendra menekankan, untuk pelanggan rumah tangga 450VA seluruhnya masih diberikan subsidi, dan tidak ada perubahan tarif listrik. Selain subsidi bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, itu, Pemerintah juga memberikan subsidi bagi Usaha Kecil dan Menengah (bisnis kecil, industri kecil) dan fasilitas sosial seperti masjid, mushalla,
langgar, gereja, puskesmas atau rumah sakit. "Pelanggan tersebut masih membayar listrik dengan tarif bersubsidi," jelasnya.

DTPPFM adalah Data Terpadu yang dikelola oleh Kementerian Sosial bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berdasarkan survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). DTPPFM yang dipergunakan sebagai dasar pemberian SLTS ini berasal dari Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) yang dilakukan pada tahun 2015 dan telah ditetapkan oleh Menteri Sosial melalui Surat Keputusan Menteri Sosial 2 Pemerintah Pastikan Subsidi Listrik Bagi Masyarakat Miskin dan Tidak Mampu

"DTPPFM mencakup informasi nama dan alamat serta kondisi sosial-ekonomi dari 40 persen rumah tangga atau sekitar 25,7 juta rumah tangga atau setara dengan 93 juta jiwa dengan status kesejahteraan terendah di Indonesia," terang Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Informasi, TNP2K Ruddy Gobel.

Meskipun telah melalui pemutakhiran data yang melibatkan perwakilan masyarakat dan perangkat desa atau kelurahan, Pemerintah menyadari bahwa ada kemungkinan terdapat masyarakat miskin dan tidak mampu yang belum tercatat dalam DTPPFM. Oleh sebab itu, Pemerintah membangun mekanisme pengaduan bagi rumah tangga atau masyarakat yang merasa berhak untuk mendapatkan subsidi.

Mekanisme pengaduan yang disusun bersama oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, TNP2K, dan PLN tersebut didukung oleh aplikasi elektronik yang memungkinkan pengaduan masyarakat di tingkat Desa/Kelurahan dapat segera diproses oleh Posko Pengaduan di tingkat pusat. Untuk informasi pengaduan, masyarakat dapat mengakses laman dengan alamat http://subsidi.djk.esdm.go.id/.

Mewakili Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kemendagri, Ahmad Anshori Wahdy dari Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I menjelaskan, mekanisme pengaduan ini sejalan dengan tugas dan fungsi dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Kecamatan, Kelurahan dan Desa atau sebutan lainnya terkait pemberian pelayanan langsung kepada masyarakat. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) nomor 671/4809/SJ tanggal 16 Desember 2016, tentang Dukungan Penanganan Pengaduan Dalam Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran.

Berdasarkan SE tersebut, kata Ahmad, Pemerintah Daerah diminta untuk mendukung kebijakan dengan di antaranya melalui pelayanan kepada masyarakat oleh aparatur pemerintahan di Kelurahan dan Desa atau sebutan lainnya dalam pengisian formulir pengaduan yang telah disediakan di masing-masing kantor. Formulir pengaduan yang telah diisi dimaksud selanjutnya disampaikan ke Kecamatan untuk kemudian dimasukkan dan diunggah ke dalam aplikasi elektronik agar dapat diproses lebih lanjut oleh Posko Pengaduan Pusat.

"Dalam pelayanan penanganan pengaduan dimaksud juga diminta kepada Pemerintah Daerah agar berpedoman pada petunjuk teknis tentang pelaksanaan kebijakan subsidi listrik tepat sasaran," tegasnya lagi.

CEK PELANGGAN LAYAK - Terkait kebijakan ini, PLN sendiri mulai melakukan pengecekan kesesuaian kondisi pelanggan 450 VA dengan data TNP2K. "Mulai di Februari-Maret lalu, pencocokan data sudah jalan. Kita tidak hanya mencocokan identitas, tapi juga melihat kondisinya," kata Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka, beberapa waktu lalu.

Berbeda dengan listrik 900 VA, kata Made, sebagian besar pelanggan 450 VA benar-benar golongan tidak mampu. Hanya minoritas saja yang tidak tepat sasaran. "Sedikit saja yang tidak match. Bisa nyalain apa pakai 450 VA? Beda dengan 900 VA yang sudah bisa punya kulkas, televisi, dan sebagainya," papar Made.

Ia menambahkan, dimulainya pendataan ini bukan berarti subsidi tepat sasaran untuk pelanggan 450 VA akan segera dijalankan. Prosesnya masih panjang. Setelah verifikasi data pelanggan selesai, PLN akan menyerahkan hasilnya ke pemerintah. Pemerintah yang akan memutuskan tindak lanjutnya bersama DPR. "Prosesnya masih panjang, harus dengan persetujuan Presiden, persetujuan DPR, dan sebagainya," tutupnya.

Sementara itu, kenaikan tarif dasar listrik per 1 Mei 2017 menurut pihak DPR dilakukan tanpa kajian matang. Anggota Komisi VI Khilmi mengatakan, kenaikan TDL tersebut akan menimbulkan berbagai persoalan, terutama bagi penduduk miskin.

"Saya mempertanyakan tentang kenaikan listrik bagi masyarakat kecil. Banyak pertanyaan dari masyarakat tentang kenaikan listrik ini. Jadi pemerintah ini memukul rata kenaikan listrik antara masyarakat yang tidak punya dengan yang punya," ungkap Khilmi.

Kenaikan tarif listrik dinilai akan memberatkan masyarakat dan mengancam tumbuhnya masyarkat miskin baru. Setiap kali terjadi kenaikan TDL, maka akan dibarengi dengan kenaikan harga kebutuhan pokok dan tentunya akan menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Kenaikan TDL akan menyebabkan biaya produksi meningkat.

Ketidaksetujuan Khilmi dengan kenaikan listrik sangat beralasan, saat reses banyak keluhan masyarakat di daerah pemilihannya. Di Jawa Timur X meliputi Lamongan, Gresik dan sekitarnya yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai buruh dan tani, merasa terbebani dengan kenaikan tarif listrik.

Kebijakan menaikkan tarif listrik yang tanpa kajian mendalam dibarengi dengan kondisi perekonomian masyarakat yang masih dalam kondisi tidak menentu, terlebih lagi masyarakat akan dihadapkan dengan bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Kenaikan TDL tersebut, akan menimbulkan berbagai persoalan, terutama penduduk miskin akan bertambah yang disebabkan daya beli masyarakat yang masih melemah. (dtc)

BACA JUGA: