JAKARTA, GRESNEWS.COM - Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan, menata ulang jalur logistik sangat diperlukan bila hendak memeratakan pembangunan ke seluruh kawasan hingga pulau terpencil. Untuk itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai menjajaki pembangunan di pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan. Pembangunan ini akan masuk dalam program Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (PSKPT) guna memaksimalkan jalur logistik nasional, terutama di pulau-pulau terluar dan kawasan perbatasan.

Selama ini sistem logistik nasional yang belum memadai masih menjadi batu sandungan bagi para pengusaha dalam menjalani aktivitas bisnisnya di Indonesia. Kondisi tersebut berdampak negatif bagi daya saing produk dalam negeri. Masalah di dalam sistem logistik Indonesia sangat kompleks karena berbagai faktor, seperti keragaman komoditas, luas wilayah dan kondisi geografis, kondisi infrastruktur, dan sebagainya.

Dalam pengelolaannya, program PSKPT KKP di pulau kecil dan kawasan perbatasan Indonesia ini diperkirakan menghabiskan anggaran sekitar Rp305 miliar. Anggarannya sendiri diambil melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Nilanto Perbowo menyatakan program PSKPT merupakan upaya KKP dalam memperlancar jalur logistik nasional, terutama di pulau-pulau terluar dan kawasan perbatasan. Sebab potensi di pulau kecil dan daerah perbatasan sangat besar sehingga perlu ada pembenahan jalur logistik agar produksi di tempat tersebut bisa keluar.

"Masalah logistik memang bukan hanya di sektor perikanan saja, makanya kita menyasar program ini, agar di pulau terpencil dan kawasan bisa di-recovery produksinya," ujar Nilanto.

Ia berharap program tersebut dapat meningkatkan ketersediaan sumber protein dan ketahanan pangan nasional, kesejahteraan masyarakat dan pemasukan devisa bagi negara. Dampak lainnya juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah pinggiran dengan lokomotif penggerak utama sektor perikanan. Usaha ini merupakan janji KKP yang tidak ingin pembangunan terpusat di daerah atau kota besar saja.

"Kami beserta pemerintah daerah, Kementerian atau lembaga terkait, perbankan dan BUMN Perikanan telah bertekad untuk bukan sekadar membangun, tapi lebih utama menumbuhkan perekonomian masyarakat. Terutama di daerah pulau kecil dan perbatasan," ujarnya.

Untuk mengawali program tersebut, KKP telah melakukan ekspor ikan perdana dari Tahuna yang merupakan salah satu kawasan pulau terluar di Indonesia. Ekspor yang merupakan kerjasama antara KKP dengan Perum Perikanan Indonesia (PERINDO) ini membuahkan 24 Ton produk frozen muroaji. Ikan yang merupakan jenis malalugis ini akan diberangkatkan dari Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Dagho dengan tujuan negara Jepang.

"Kami sudah melakukan ekspor perdana, ini bukti nyata bahwa program ini sudah mulai running," katanya.

Diketahui, pembangunan di pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan memprioritaskan penanaman investasi di 15 lokasi diantaranya Simeulue, Natuna, Saumlaki, Sangihe, Merauke, Mentawai, Nunukan, Rote Ndao, Maluku Barat Daya, Tual, Timika, Biak, Sarmi, Morotai dan Talaud. Dimulai dengan daerah Sangihe, program pulau-pulau selanjutnya ditargetkan akan berjalan pada tahun ini.

Program PSKPT ini juga merupakan turunan dari dengan semangat Nawa Cita, yakni mulai dari batas terluar untuk memperkuat daerah, wilayah terpencil, dan pedesaan di dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Dimana sembilan program yang digagas Presiden Jokowi tersebut menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

"KKP adalah salah satu kementerian yang paling konsen dalam merealisasikan program Nawacita ini,” katanya.

MASALAH UTAMA NELAYAN - Susan Herawati dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mendukung konsep perikanan maju yang diprogramkan KKP. Namun, ia memberikan saran agar konsep ini juga berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan nelayan di Indonesia.

"Saat ini permasalahannya nelayan di pesisir banyak yang menjual hasil tangkapannya ke pelelangan lalu menukar hasilnya dengan mie instan yaang lebih murah, miris," katanya kepada gresnews.com, Kamis (12/4).

Sebab, menurutnya, akan sayang dan kontradiktif jika pemerintah hanya memenuhi kuota ekpor saja. Baiknya terlebih dulu pemerintah menggenjot konsumsi di tingkat nasional terlebih dahulu, baru setelah terpenuhi mengarah ke orientasi ekspor.

"Semua program berjalan menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam, kita selalu katakan itu sudah cukup bagus," katanya.

Untuk itu, tinggal menunggu implementasi di tingkat lapangan agar keduanya berjalan seiringan. "Ketika implementasi nelayannya belum sejahtera tapi sudah bicara ekpor dan infrastruktur canggih di mana-mana malah menjadi ironi kita sebagai negara maritim," ujarnya.

BACA JUGA: