JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana pengambilalihan 76% saham Newmont Nusa Tenggara (NNT) oleh PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) disambut antusias oleh para pengamat masalah pertambangan. Jika langkah Medco itu jadi terwujud, diharapkan bisa menjadi pintu masuk realisasi pembangunan smelter untuk meningkatkan nilai tambah bahan tambang sekaligus mendongkrak industri manufaktur di Indonesia.

Anggota Komisi VII DPR Kurtubi mengatakan, jika langkah Medco mengakuisisi Newmont tidak dilakukan sekarang maka pemerintah akan kehilangan kesempatan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara manufaktur yang disegani di dunia. Dia mengaku mendukung langkah Medco karena menilai rencana itu sejalan dengan kebijakan divestasi perusahaan pertambangan pemerintahan Jokowi-JK dalam rangka transfer penguasaan sumber daya alam (SDA) dari pihak asing ke Indonesia.

"Nantinya siapa pun yang membeli saham mayoritas yang dimiliki investor asing tidak masalah, sebab ini adalah urusan korporasi semata, yang penting dapat persetujuan dari pemerintah Indonesia," kata Kurtubi kepada gresnews.com, Sabtu (2/4).

Politisi Nasdem itu menilai, pemilik baru tambang di Nusa Tenggara Barat itu nantinya dapat menambah dampak positif bagi Indonesia, khususnya masyarakat Pulau Sumbawa, sebagai tempat pertambangan Newmont. Medco, kata dia, bisa membangun smelter di Pulau Sumbawa, agar dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian NTB.

Pembangunan smelter itu nantinya diharapkan akan menyerap banyak tenaga kerja. "Medco juga diharapkan bisa menjual pasokan listrik ke PLN sehingga mengatasi terjadinya krisis listrik di Pulau Sumbawa,"  jelasnya.

Kurtubi juga menilai, divestasi saham pertambangan dari investor asing kepada investor nasional akan dapat meningkatkan ketahanan energi nasional. "Bila benar terjadi, transaksi penjualan antara Medco dengan PT Newmont Nusa Tenggara yang tidak gaduh, menunjukkan bahwa proses penjualan saham mayoritas dalam sektor pertambangan tidak rumit," ujarnya.

Transaksi tersebut, kata dia, bisa menjadi benchmark sekaligus preseden ideal, serta studi kasus menarik dalam kasus divestasi perusahaan tambang yang ada di Indonesia. "Perkembangan ini sangat positif karena prosesnya sederhana dan bisa menjadi acuan kalau ada divestasi perusahaan tambang yang ada di Indonesia," jelas Kurtubi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies Marwan Batubara mengatakan, tranksaksi tersebut akan berdampak positif untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kemandirian ekonomi nasional. Marwan menjelaskan, dengan berkurangnya dominasi investor asing di sektor pertambangan maka perusahaan nasional maupun investor nasional bisa memaksimalkan perannya dalam sektor pertambangan tersebut.

"Kalau saat ini ada pihak swasta nasional yang mau membeli, kita dukung, karena secara prinsip jika perusahaan swasta nasional semakin maju, kita senang, mereka bisa bayar pajak di negerinya, kemudian diolah di dalam negeri sebelum diekspor, sehingga keuntungannya bisa diputar di sini, jadi positif buat rakyat," kata Marwan kepada gresnews.com, Sabtu (2/4) malam.

Marwan menilai prospek PT NNT masih sangat bagus karena mempunyai beberapa area pertambangan, diantaranya, Batu Hijau, Dodo, Rintih dan Elang. Terlebih, sekarang sudah ada eksplorasi baru di area tambang Batu Hijau.

Newmont diketahui mendapatkan izin kontrak karya pada tahun 1986 dengan cadangan yang diperkirakan mencapai 6,2 miliar ton tembaga atau 690 ribu ton emas.

PROSESNYA TAK SEDERHANA - Terkait isu akuisisi saham Newmont oleh Medco itu, Komisaris Utama Medco Muhammad Lutfi tak membantah bahwa kedatangannya bersama pemilik PT Medco Energi Tbk (MEDC) Arifin Panigoro bersama Direktur Utama Medco Hilmi Panigoro, menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Kamis (31/3), memang dalam rangka membicarakan rencana tersebut.

Hanya saja, kata Hilmi, pihaknya saat ini belum dapat menyampaikan secara detail rencana akuisisi NNT kepada publik. "Maaf, untuk saat ini belum ada informasi yang bisa saya sampaikan," kata Hilmi di Jakarta, Jumat (1/4).

Hal senada juga sempat disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung. "Iya (pertemuan membahas Newmont)," kata Pramono di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (31/3). Pernyataan Pramono ini sekaligus menepis kabar soal pembahasan reshuffle kabinet dalam rapat yang berlangsung selama 15 menit tersebut.

Namun, sampai saat ini, belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai saham Newmont tersebut, apakah akan diakuisisi maupun jumlah yang akan dibelinya. Isu pembelian saham Newmont oleh Medco itu sendiri sempat mendongkrak kinerja saham Medco (MEDC) yang baik hingga 16% sebelum ditutup naik 12,41% setara Rp165 ke level Rp1.495 per lembar pada perdagangan Jumat (1/4).

Hanya saja apakah langkah Medco untuk menguasai saham Newmont hingga sebesar 76% ini bakal terlaksana atau tidak, memang masih tanda tanya. Tenaga Ahli Bidang Kebijakan Energi Kemenko Maritim dan Sumber Daya Abdulrachim menilai, untuk bisa mewujudkan itu, ada banyak pihak yang harus diajak negosiasi dalam aksi korporasi ini.

Abdulrachim mengatakan akuisisi saham anak perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu membutuhkan proses yang tidak sederhana. Arifin Panigoro sendiri, kata dia, sudah melakukan persiapan sejak lama, mulai dari bernegosiasi melakukan penjajakan, tawar-menawar, mengumpulkan dana untuk akuisisi, dan sebagainya.

"Akuisisi saham Newmont itu nggak gampang, prosesnya panjang, mulai dari tawar menawar, membahas syarat-syaratnya, pemegang saham mana yang mau menjual sahamnya, itu prosesnya panjang," tutur Abdulrachim.

Pasalnya, 76% saham yang ingin diakuisisi Arifin bukan milik satu pihak saja, tapi dari berbagai pemegang saham. Arifin harus melobi pemegang saham satu demi satu untuk mengumpulkannya. "Itu 76% saham kan dari beberapa pemilik, negosiasinya satu-satu," dia mengungkapkan.

Saham PT NNT memang dimiliki oleh empat pihak dengan share saham terbesar dipegang oleh Nusa Tenggara Partnership B.V (NTP) sebesar 56%. Sisanya dikuasai oleh PT Multi Daerah Bersaing (MDB) sebesar 24%, PT Pukuafu Indah (17,8%) dan PT Indonesia Masbaga Investama (2,2%)

Selain bernegosiasi dengan keempat pihak itu, Medco juga dinilai harus menghimpun dana yang besar untuk melakukan akuisisi tersebut. "Uangnya kan bukan cash langsung ada, harus dicari dulu," katanya.

BELUM ADA LAPORAN - Sementara itu, terkait rencana ini, pihak Kementerian ESDM mengaku belum mendapatkan laporan. "Belum ada laporan ke Kementerian ESDM. Itu belum ada laporan ke Menteri ESDM," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Sujatmiko, Jumat (1/4).

Dia menegaskan, Kementerian ESDM belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut atas rencana perubahan kepemilikan saham Newmont. "Kita menunggu laporan resmi dulu dari Newmont. Kalau ada pelepasan kontrak saham, harus melaporkan ke pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM," jelasnya.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, PT NNT mulai berproduksi dari tahun 2000 dan kontraknya berlaku hingga 2030. Hingga saat ini, belum ada laporan tertulis mengenai perubahan kepemilikan saham Newmont. "Belum ada laporan tertulis (perubahan pemilik saham) ke kita. Kalau ada, akan kita evaluasi," kata Sujatmiko.

Dihubungi terpisah, Direktur Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Muhammad Hidayat mengungkapkan, pihaknya belum mengetahui secara persis rencana tersebut. Arifin Cs belum pernah memberikan informasi kepada Kementerian ESDM. "Belum ada informasi ke kita, belum ada laporan," kata Hidayat, Jumat (1/4).

Pihaknya juga tidak mengetahui sama sekali hasil pembicaraan Arifin, Lutfi, dan Jokowi di Istana pada Senin lalu. "Tidak ada," singkatnya.

Dia mengungkapkan, hal-hal seperti perubahan susunan direksi, perubahan pemegang saham, dan sebagainya harus dilaporkan ke Kementerian ESDM. "Perubahan kepemilikan harus dilaporkan ke kami," ucapnya.

Terkait divestasi 7% saham Newmont, Hidayat mengungkapkan, sampai saat ini pemerintah juga belum memastikan apakah akan membelinya atau tidak. Bila 76% saham yang ingin dibeli Medco mencakup 7% saham yang ditawarkan kepada pemerintah sejak 2010 lalu, harus dipastikan dulu apakah pemerintah masih berminat atau tidak. "Kita mesti tahu dulu dari Kemenkeu (Kementerian Keuangan) bagaimana," pungkasnya.

Meski begitu, antusiasme di kalangan pemerintah terkait rencana Medco ini memang tak surut. Pihak Kemenko Maritim misalnya, berharap Medco bisa membangun smelter untuk memberikan nilai tambah mineral dalam negeri.

Kedua, Arifin diminta mengarahkan Corporate Social Responsibility (CSR) NNT pada program-program pemberdayaan masyarakat di Nusa Tenggara Barat (NTB). "Di NTB itu banyak masyarakat yang masih miskin. Harus ada program pengentasan kemiskinan yang baik untuk jangka panjang," kata Abdulrachim.

Ketiga, Kemenko Maritim ingin peran para pekerja Indonesia di NNT ditingkatkan. "Harus ada peningkatan orang Indonesia di situ. Jangan orang kita cuma jadi tenaga kasar saja," pungkasnya. (dtc)

BACA JUGA: