JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerjasama dengan TNI Angkatan Laut (AL), Senin lalu (14/3), kembali menenggelamkan kapal pelaku illegal fishing yang sudah lama menjadi buruan Interpol, kapal FV Viking. Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, peledakan-peledakan kapal semacam ini sudah dilakukan hampir setahun lamanya. Namun, apakah kebijakan ini berpengaruh besar pada sektor perikanan Indonesia?

Kapal Viking sudah masuk daftar pencarian polisi internasional sejak lama dan terus menerus berganti nama dan bendera. Viking, yang saat mencuri ikan memakai kapal berbendera Nigeria itu, dikenal melakukan perburuan ikan toothfish, spesies yang dikenal secara komersial dikenal sebagai bass Chili. Viking sudah lama diburu Interpol di sebelas negara. Viking adalah bagian dari enam kapal pencuri ikan yang terkenal di dunia dan dijuluki enam bandit.

Kapal Viking ditangkap oleh TNI AL bulan lalu, mereka menahan Viking di perairan dekat Tanjung Berakit di Provinsi Kepulauan Riau, sebelah selatan Singapura. Kapten kapal berkebangsaan Chile dan krunya ditangkap dan didakwa dengan pasal kejahatan perikanan.

Rekaman video peledakan Viking kemudian disebarkan di Youtube oleh organisasi pengamat perikanan dan konservasi laut Sea Shepherd Conservation Society. "Saya berharap ada lebih banyak pemerintah bertindak tegas dan menggunakan instrumen hukum mereka dan tanpa terlalu khawatir dengan reaksi diplomasi internasional," kata Direktur Sea Shepherd Siddharth Chakravarty kepada wartawan.

Menurut Shepherd, ini adalah salah satu keberhasilan terbesar dalam sejarah konservasi laut dikarenakan enam dari kapal perburuan ilegal yang paling terkenal merusak di bumi ini sekarang dilumpuhkan. Kapal itu memanfaatkan celah hukum internasional selama lebih dari sepuluh tahun, memancing secara ilegal di luar jangkauan penegak hukum.

Shepherd mengatakan, penenggelaman kapal itu menandai akhir dari lebih dari satu dekade perburuan toothfish di kawasan samudra bagian selatan oleh kelompok enam Bandit.

HASIL BELUM OPTIMAL - Sejak Susi Pudjiastuti diangkat sebagai Menteri Perikanan dan Kelautan dua tahun lalu, Indonesia langsung meningkatkan upaya memerangi illegal fishing. Berbekal Pasal 69 Ayat (4) UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang berbunyi, "Dalam hal melaksanakan fungsi pengawasan penyidik dan pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup". Pemerintahan Jokowi sudah menghancurkan sekitar 150 kapal dan perahu asing yang tertangkap. Akan tetapi penenggelaman kapal asing tersebut dirasa belum memberikan efek signifikan terhadap nelayan maupun hasil kelautan di Indonesia.

"Belum ada hasil yang signifikan," ujar Susan Herawati dari Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) kepada gresnews.com, Sabtu (19/3).

Dalam hal ini kita harus melihat dari dua sisi, penenggelaman kapal asing ini memang sebuah komitmen pemerintah untuk memberantas illegal fishing. Tetapi di sisi lain bahwa kapal-kapal asing yang ditenggelamkan tersebut hanyalah lapisan luar dari jaringan illegal fishing.

"Yang ditangkap hanya nahkoda dan kru, sedangkan pemodalnya masih bebas," ujar Susan.

Ia melanjutkan bahwa penenggelaman kapal asing ini bisa jadi sia-sia jika pemerintah tidak berusaha mengusut dan menangkap pemain besar yang berada di balik itu semua. Efek jera memang sudah ada tapi itu hanya berlaku di pemain kelas bawah dan sama sekali tidak menyentuh pemain besar.

Seharusnya, tidak berhenti sampai di peledakan kapal asing, akan tetapi pengusutan tuntas harus dilakukan agar efek yang diberikan akan berkesinambungan, pemerintah harus berkomitmen jika ingin memberantas illegal fishing dan tidak boleh setengah-setengah.

"Menang ada klaim dari pemerintah bahwa ada peningkatan hasil perikanan yang didapat nelayan setelah program peledakan kapal asing sekitar lima persen," ungkapnya.

Namun ini belum dapat dikonfirmasi secara jelas mengingat luas perairan, peningkatan hasil di perairan Sumatra akan berbeda dengan di Wilayah Indonesia Timur. Ia menilai perlu ada audit yang komperhensif untuk melihat dan mengukur apakah kebijakan KKP ini. "Butuh gambaran yang jelas dan utuh jadi tidak hanya mengira-ngira," tutup Susan.

Penenggelaman kapal asing yang melakukan pencurian di wilayah laut Indonesia sendiri bukanlah hal yang baru terjadi pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Praktek tersebut merupakan hal yang lazim dilakukan di dunia. Pada 2014 lalu kapal milik nelayan Indonesia yang memasuki wilayah laut Papua Nugini juga dibakar oleh patroli laut negara tersebut. (Dimas Nurzaman)

BACA JUGA: