JAKARTA, GRESNEWS.COM - Paket Kebijakan Ekonomi jilid I hingga IX yang diluncurkan pemerintah ternyata tak selalu membuat investor betah. Pasalnya di tengah tawaran pemerintah memberikan berbagai insentif dan kemudahan investasi,  pabrik eksisting seperti Panasonic dan Toshiba justru mendadak hengkang dari tanah air. Perusahaan besar elektronik itu pun harus merumahkan dan mem-PHK setidaknya 2500 orang karyawannya.

Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan paket-paket kebijakan ekonomi tersebut memang ditujukan untuk menarik investasi. Namun yang menjadi masalah adalah realisasi dan implementasinya.

Adanya fenomena ini Enny melihat dalam penyederhanaan perizinan dan kemudahan berinvestasi belum ada transfer kebijakan dari level pemerintah pusat sampai ke kementerian teknis dan pemerintah daerah. Artinya kebijakan tersebut tidak memiliki dampak signifikan terhadap investor. Sebab kebijakan itu hanya sampai pada tataran pemerintah pusat.

Disatu sisi, era Masyarakat Ekonomi ASEAN tentu para investor memiliki perbandingan untuk efisiensi investasi di suatu negara. Jika investor dihadapkan dengan kondisi high cost ekonomi di Indonesia. Menurut Eni, tentunya para investor tidak bisa menghasilkan produk-produk berdaya saing. Sehingga para investor akan memperbandingkan situasi investasi di negara lain.

"Kita harus berpacu menurunkan penyebab tingginya biaya logistik," kata Enny kepada gresnews.com, Jakarta, Jumat (5/2).

Di tengah kondisi banyak perusahaan asing melakukan penutupan usahanya seperti Ford, Toshiba dan Panasonic, seharusnya pemerintah tidak lagi mengandalkan potensi pasar yang besar. Pemerintah harus dapat memberikan kebijakan, insentif dan kemudahan berinvestasi kepada para investor.

Artinya jangan sampai biaya logistik yang ditanggung oleh investor terlalu besar dan mahal. Membuat para investor malah merelokasikan usahanya ke negara lain.

"Kalau biaya logistik sangat mahal tentu akan menjadi opportunity lost untuk membandingkan investasi lain," kata Enny.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Sabda Pranawa Djati menjelaskan tutupnya dua pabrik elektronik tersebut bukan karena tuntutan gaji para buruh, tetapi karena Panasonic dan Toshiba tidak dapat bertahan dengan iklim bisnis yang ada di Indonesia.

Dia menambahkan penutupan kedua pabrik tersebut bukanlah penutupan pabrik secara keseluruhan, tetapi ada beberapa bagian pabrik yang ditutup. Misalnya Panasonic hanya menutup pabrik lampunya.

Dengan ada PHK massal dari kedua perusahaan tersebut. Dia pun meminta pemerintah harus mampu membuat lapangan kerja baru, untuk menampung para pekerja yang terkena PHK dari Panasonic dan Toshiba. Menurut Sabda saat ini pemerintah memiliki kedekatan dengan pemerintahan China dan banyak sekali investor China mau berinvestasi di Indonesia, artinya pemerintah harus memberikan syarat kepada investor China agar menampung para korban PHK dari Panasonic dan Toshiba untuk bekerja.

"Ini tanggung jawab pemerintah untuk memberikan lapangan kerja baru," kata Sabda kepada gresnews.com.

Seperti diketahui Toshiba akan menutup  pabrik televisinya di kawasan industri Cikarang, mulai April 2016 mendatang. Alasan penutupan pabrik Toshiba itu dikabarkan karena produk televisi mereka kalah bersaing dengan produk lain, serta terus menipisnya keuntungan mereka di bisnis ini. Penutupan pabrik ini berdampak pemutusan hubungan kerja terhadap 900 buruhnya. Di Indonesia Toshiba hanya menyisakan investasi pabrik printer-nya di Batam.

Sedang Panasonic menutup pabrik lampu Panasonic Denco, yang berlokasi di Pasuruan. Akibat penutupan ini Panasonic harus mem-PHK 600 karyawannya. Panasonic juga menutup pabriknya di Bekasi mulai Februari ini.

BANTAH TERKAIT KERETA CEPAT - Penutupan dua pabrik asal Jepang ini pun memunculkan rumor, bahwa hengkangnya dua pabrik besar di bidang elektronik ini  dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah  yang lebih menganak-emaskan investor dari negeri China. Termasuk gagalnya investor Jepang menguasai proyek kereta cepat Jakarta Bandung.   

Namun rumor ini dibantah Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, menurutnya isu keterkaitan penutupan pabrik elektronik Panasonic dan Toshiba tidak terkait dengan kegagalan Jepang menggarap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Menurut Anung pihaknya telah menanyakan kepada manajemen dua perusahaan tersebut.  Intinya,  menurut Anung, perusahaan-perusahaan tersebut bukan menarik usahanya. Tetapi memang karena ada penurunan kapasitas sehingga melakukan relokasi. "Ini sebenarnya sama sekali tidak ada hubungannya dengan kereta cepat ya," katanya kepada wartawan di Istana Negara, seperti dilansir setkab.go.id.

Ia menegaskan, tidak ada kaitannya relokasi dengan pengerjaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang garap BUMN dan investor China.

"Karena di beberapa hal yang nilai value-nya, hampir sama dengan nilai kereta cepat mereka juga mengerjakan. Misalnya di project electricity, kemudian di perhubungan. Sehingga sama sekali tidak ada hubungan kereta cepat,” ujar Pramono.

Pramono menambahkan bahwa pabrik Panasonic dan Toshiba juga tidak hengkang, tetapi hanya relokasi ke daerah Bogor. Sehingga kedua perusahaan itu memberikan pilihan kepada tenaga kerjanya,  apakah mau pindah ke tempat baru atau di PHK.

BACA JUGA: