JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rontoknya harga minyak mentah dunia hingga di angka US$30 per barrel membuat perekonomian dunia merasakan dampaknya. Perusahaan-perusahaan minyak, khususnya, mulai melakukan pengurangan karyawan demi penghematan dan efisiensi. PT Chevron Pacific Indonesia misalnya, berencana memangkas 1.200 pegawai. Mengingat besarnya angka karyawan yang bakal mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), keputusan Chevron ini mendapat perhatian khusus pemerintah.

Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Hanif Dhakiri, menyatakan segera memanggil perusahaan raksasa minyak asal Amerika Serikat itu untuk meminta penjelasan terkait pemangkasan tersebut. "Soal Chevron, itu nanti Chevron-nya dipanggil, nanti kita koordinasikan juga dengan Kementerian ESDM dan SKK Migas seperti apa," kata Hanif, di Jakarta, Selasa (2/2) kemarin.

Hanif berharap Chevron tidak mengambil langkah PHK terhadap karyawan-karyawannya. Pemerintah ingin berdiskusi dulu dan mencari solusi atas masalah yang dihadapi perusahaan tersebut. "Kita sebenarnya berharap jangan ada PHK dulu, kita diskusikan dulu, solusi apa yang bisa diambil. Jangan sampai pekerja yang jadi korban," tuturnya.

Sampai saat ini Hanif belum mendapat laporan resmi soal PHK tersebut, dan  masih mengumpulkan informasi. "Kita sedang periksa, jadi sedang diverifikasi, sedang dikonsolidasikan data-datanya yang benar seperti apa melalui pemanggilan yang bersangkutan, juga koordinasi dengan kementerian terkait," ujar Hanif.

Menurutnya, penyebab utama PHK di sektor migas adalah penurunan harga minyak bumi yang terlalu tajam, bukan karena buruknya iklim investasi di Indonesia. "Kebijakan ekonomi kita, paket-paket kebijakan ekonomi kita sudah memberikan banyak insentif. Tapi ini lain, kaitannya dengan penurunan harga minyak dunia," tutupnya.

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan telah menerima laporan rencana Chevron memangkas 1.200 pegawai. Keputusan itu terpaksa dilakukan akibat harga minyak yang anjlok hingga US$30 per barel.

Hanya saja, kabar Chevron bakal mengurangi pekerja ternyata bukan satu-satunya kabar buruk yang diterima pemerintah. Anjloknya harga minyak yang menyebabkan perlambatan ekonomi dunia juga ternyata berdampak pada usaha-usaha lainnya. Belum lama ini, pemerintah juga dikejutkan dengan hengkangnya dua raksasa elektronik Jepang, Toshiba dan Panasonic.

Hengkangnya Toshba sendiri meninggalkan pekerjaa rumah bagi pemerintah dalam penyediaan lapangan kerja baru. Pasalnya, Toshiba yang kini hanya tinggal menyisakan Toshiba Printer di Batam setelah menutup pabriknya di Cikarang, telah melakukan PHK massal terhadap 2500 karyawannya.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, pabrik Toshiba di Cikarang tersebut merupakan pabrik terbesar yang ada di luar Jepang dan sebelumnya jadi terbesar di Indonesia dengan jumlah karyawan terkena PHK sekitar 900 orang.

"Toshiba yang tutup ini pabrik terbesar di dunia, di luar Jepang yang terbesar di Indonesia. Hari ini tutup resmi, mulai April awal proses negosiasi pesangon dan pelimpahan wewenang sedang proses negosiasi," katanya, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Kamis (4/2).

Sementara itu, kata Iqbal, tutupnya dua pabrik Panasonic di Pasuruan dan Cikarang membuat sejumlah 1.600 orang karyawan kehilangan pekerjaan. Dari tutupnya pabrik Panasonic Lightning di Pasuruan, ada sekitar 600 orang yang kehilangan pekerjaan. Sementara dari tutupnya pabrik di Cikarang membuat 1.000 orang kehilangan pekerjaan.

Itu belum kabar yang terlalu buruk. Masih ada lagi kabar yang lebih buruk yang diterima Said. Dia mengaku selain Toshiba dan Panasonic ada 9 perusahaan lainnya yang bakal gulung tikar dan dipastikan akan melakukan PHK terhadap karyawannya.

Dari data yang didapat KSPI disebutkan, beberapa perusahaan yang akan tutup diantaranya adalah perusahaan otomotif Jepang Yamaha, Astra Honda Motor, dan Hino. Ini menambah jumlah perusahaan otomotif yang hengkang setelah sebelumnya Ford Indonesia juga hengkang. Iqbal mengatakan dengan hengkangnya perusahaan-perusahaan itu, total ada 11 perusahaan yang menutup pabriknya di Indonesia.

Said mengatakan, perusahaan-perusahaan tersebut tidak memperpanjang kontrak kerja karyawannya dengan berbagai alasan. Karena itulah sebagai aksi protes, para buruh akan melakukan aksi menentang PHK pada 6 Februari nanti. "‎Kurang lebih 20 ribu buruh akan mengadakan aksi turun ke jalan menolak PHK, dan menolak upah murah pada 6 Februari 2016 di depan Istana dan Mahkamah Agung, mulai jam 09.00 WIB dengan titik kumpul Bundaran HI dan Patung Kuda depan Indosat. Kemudian massa akan long march ke Istana dan MA," ujar Said.

FENOMENA GLOBAL - Menanggapi aksi PHK perusahaan khususnya kontraktor migas ini, Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli mengatakan, hal itu terjadi di semua perusahaan migas di dunia sebagai dampak anjloknya harga minyak.

"Ini terjadi di seluruh dunia, konsolidasi dari seluruh industri migas. Banyak melakukan pengurangan tenaga kerja. Kita sendiri sudah hitung dampaknya," kata Rizal di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/2/).

Meski demikian, Rizal mengaku optimis dampak penurunan harga migas ini tidak terlalu besar bagi Indonesia bila dibandingkan puluhan tahun lalu. Kini, pendapatan negara dari sisi migas sudah mengecil.

"Kalau 30 tahun lalu 85% dari migas dan 15% pajak, sekarang kebalik. Pajak itu lebih dari 80% dan sisanya migas. Memang akan ada dampaknya tetapi karena share daripada industri migas sudah lebih mengecil," jelasnya.

Meski demikian, pemerintah tidak menutup mata terhadap industri migas di tanah air. Pemerintah akan memberikan banyak insentif di tengah lesunya industri migas. "Kita sedang mempertimbangkan kebijakan untuk memberikan lebih banyak insentif untuk industri minyak," sebutnya.

Dengan insentif ini, pemerintah bermaksud agar perusahaan KKKS bisa menggenjot eksplorasi sumber migas. "Ini dipakai untuk meningkatkan eksplorasi dan nanti pada saat minyak mentah reborn kembali 2-3 tahun. Kita malah menarik manfaat karena cadangan semakin besar," ujarnya.

Pemerintah memang boleh saja optimistis soal ini. Namun DPR tetap memperingatkan, fenomena PHK ini tak hanya terjadi di sektor migas namun sudah merambat ke sektor lainnya. Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra yang membidangi masalah ketenagakerjaan, Roberth Rouw, mengkritik sikap pemerintah yang sering kelewat optimis namun tak memperhatikan kondisi sebenarnya dan membuat antisipasi.

Roberth geram dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan bahwa kondisi ekonomi nasional akan meroket. Nyatanya, saat ini pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana.

"Iklim ekonomi saat ini tidak kondusif dan banyak investor yang mem-PHK karyawannya. Jadi pemerintah harus melihat permasalahan itu. Katanya ekonomi kita meroket tapi PHK dimana-mana sekarang, jadi yang meroket itu adalah PHK-nya bukan ekonomi nasionalnya," kata Roberth dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Kamis (4/2).

Roberth menjelaskan, bahwa saat ini terjadi isu PHK besar-besaran di sejumlah daerah akibat banyaknya perusahaan besar yang menutup usahanya di Indonesia. Bila itu terjadi maka akan menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Karena itu, Komisi IX akan melakukan kunjungan spesifik ke salah satu kawasan industri di Cikupa, Tanggerang, Banten hari ini.

"Kami Komisi IX akan melakukan kunjungan spesifik ke Cikupa dan ke pabrik-pabrik yang berusaha melakukan pemecatan akibat ingin menutup tempat produksinya," imbuh Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja Terampil ini.

"Bahkan kabar lainnya itu buruh atau pekerja mau diganti robot semua. Jadi yang terjadi nanti tenaga kerja asing itu robot semua, banyak pengangguran nantinya," tuturnya menjelaskan.

Kunjungan kerja tersebut, lanjut Roberth, dilakukan untuk mencari permasalahan sesungguhnya yang dialami oleh perusahaan-perusahaan itu. Sehingga, ada solusi yang bisa diambil oleh DPR dan pemerintah untuk mencegah aksi pemecatan secara massal tersebut.

"Nah itu yang akan kita cegah dan mencari solusinya agar mereka para pekerja bisa mendapatkan pekerjaannya dengan layak dan pengusaha mendaatkan keamanan dan kepastian dalam investasinya di Indonesia," pungkas politisi asal Papua ini.

EKONOMI MASIH MENGKHAWATIRKAN - Secara umum, DPR memang memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini memang masih akan mengkhawatirkan. Utang luar negeri, nilai tukar rupiah, dan perkembangan ekonomi global, menjadi titik rawan perekonomian Indonesia ke depan sepanjang 2016 nanti.
 
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan, secara detail ada beberapa titik rawan yang mengancam perekonomian nasional tahun ini. Diantaranya adlah nilai tukar rupiah yang kembali terdepresiasi yang menyebabkan minat investasi berkurang. Pada 2015 lalu, rupiah sempat melemah 11 persen. "Ini harus menjadi perhatian pemerintah," katanya, seperti dikutip dpr.go.id, Rabu(3/2).
 
Di sektor utang luar negeri swasta, kata Heri, pemerintah perlu lebih serius memperhatikannya. Angka utang swasta sudah mencapai US$167,5 miliar, jauh lebih tinggi daripada utang luar negeri pemerintah. "Utang itu akan memberi tekanan berat pada nilai tukar rupiah ketika The Fed menaikkan suku bunganya," ujarnya.
 
Catatan kritis lainnya yang disampaikan anggota F-Gerindra itu adalah menyangkut capital outflow investor asing di pasar saham Indonesia. Saat in angka pelarian modal ke luar negeri nilainya sudah mencapai Rp2,32 triliun. Angka ini jauh lebih tinggi daripada capital outflow Filipina yang hanya Rp596,7 miliar. "Ini mengindikasikan negatifnya persepsi dan kepercayaan pasar," ungkap Heri.
 
Selanjutnya, pemerintah juga diimbau berhati-hati menghadapi capital inflow di pasar obligasi. Sepanjang Januari 2016, lanjut Heri, investor asing mencatatkan total capital inflow ke Indonesia sebesar Rp18,95 triliun. Angka ini melampau capital inflow investor asing di negara-negara tetangga seperti Malaysia Rp10,32 triliun, Filipina Rp8,68 triliun, dan Thailand Rp15,72 triliun.
 
"Kepemilikan asing atas Surat Berharga Negara (SBN) harus dikelola dengan kehati-hatian penuh. Tercatat, kepemilikan asing pada SBN yang dapat diperdagangkan meningkat dari Rp558,65 triliun pada 4 Januari 2016 menjadi Rp576,58 triliun pada 28 Januari 2016," jelas Heri lebih lanjut.
 
Politisi dari dapil Jabar IV ini juga mengkritik intervensi pasar yang dilakukan BI. Menurutnya, intervensi ini harus dikontrol ketat mengingat cadangan devisa yang terus menipis, apalagi ada potensi distorsi di pasar uang. Titik-titik kerawanan ini harus menjadi perhatian pemerintah agar terus berhati-hati dalam mengambil kebijakan ekonomi.
 
Heri melihat, ke depan, pertumbuhan ekonomi nasional akan sangat bergantung pada belanja dan investasi pemerintah. "Selama ini, ekonomi masih tertolong oleh konsentrasi modal pada pembangunan infrastruktur yang sebetulnya juga dibiayai utang. Di sisi lain, perlambatan ekonomi global yang terus berlanjut hingga kini, mengharuskan Indonesia tak boleh lagi berharap pada pasar eksternal," katanya.
 
Perlambatan ekonomi global tersebut ditandai dengan penurunan harga-harga komoditas dan perubahan haluan ekonomi China yang cenderung hanya ingin memperkuat ekonomi domestiknya. Heri menambahkan, masih ada sektor energi yang butuh perhatian serius pemerintah.
 
Penurunan harga minyak dunia yang telah menembus angka US$30 per barel menjadi sinyal kuat bahwa APBN 2016 harus segera dikoreksi. "Seluruh asumsi yang dibangun harus segera dikoreksi. Jika tidak, maka seluruh target ekonomi nasional bisa macet, bahkan terancam tak terlaksana," pungkasnya. (dtc)

BACA JUGA: