JAKARTA, GRESNEWS.COM - Agenda pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan mulai bergulir di DPR. RUU tersebut diharapkan akan memberikan jaminan kepastian hukum bagi para nelayan. Sebab UU nelayan yang ada selama ini dipandang belum memiliki landasan hukum yang konkret dalam konteks perlindungan hak-hak sosial para nelayan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, aspek mendasar yang menjadi urgensi dalam pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan ini adalah menyangkut rumusan terkait payung hukum sektor perikanan.

Dalam pelaksanaan perlindungan, Susi menyebut, mesti ada jaminan kepastian hukum. Sehingga landasan hukum ini menjadi poin utama yang dianggap harus diperkuat dalam aturan baru.

Dasar filosofis pembentukan UU Nelayan, lanjut Susi, adalah UUD 1945 Pasal 28 H Ayat (1), setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin. Kemudian, setiap warga negara dipandang sama mendapat kemudahan dan berhak atas jaminan sosial. Adanya ketentuan hak asasi bagi setiap orang sebagaimana dimaksud, mengharuskan negara menjamin terpenuhinya hak tersebut.

"RUU ini bertujuan mewujudkan perlindungan dan pemberdayaan nelayan. Nelayan merupakan subjek hukum yang harus diberikan perlindungan," kata Susi, Rabu (27/1).

LAUT DIKELOLA SENDIRI - Ditambahkan Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Syarief Wijaya konsep perlindungan nelayan ini dilakukan agar wilayah kelautan dikelola oleh nelayan kita sendiri tanpa ada campur tangan asing.

"Pada prinsipnya, negara wajib melindungi hak warga negaranya untuk hidup layak, bisa bekerja dengan baik areal kerja mereka juga terlindungi. Kalau dia nelayan kita wajib menjaga agar ikannya ada, perairannya baik tidak ada ekploitasi berlebihan," kata Syarif di DPR.  

Syarief menambahkan, perlakuan itu juga diterapkan ke pembudidaya ikan dan petambak garam. Mereka juga harus  terlindungi. Kementerian Kelautan dan Perikanan juga memberikan sarana prasarana, dan juga asuransi untuk mereka yang bekerja di laut agar keluarga mereka tetap terlindungi.

Demikian juga terhadap pembudidaya dan tambak garam, harus terlindungi, termasuk sertifikasi lahannya sehingga tidak mudah tergusur oleh kepentingan lain. "Kita punya kewajiban melindungi tambak tambak garam agar tidak berkurang. termasuk suplai air dan fasilitasnya," katanya.

Selain itu sarana prasarana pelabuhan, kapal, jaring-jaring juga disiapkan sehingga para nelayan punya peluang usaha lebih baik. Pemberian asuransi, sehingga jika ada kecelakaan kematian dan lain-lain keluarga bisa terlindungi. "Ini baru pertama kalinya kami siapkan asuransi nelayan, secara terstruktur melalui Undang-undang," tambah Syarief.

Disamping itu juga ada upaya pemberdayaan nelayan pembudidaya ikan, dan petambak garam dalam bentuk pelatihan dan penyuluhan, sehingga pengetahuan mereka lebih luas dan tidak dipermainkan oleh tengkulak.

"Kalau stok ada fasilitas ada, maka pemberdayaan ditingkatkan melalui pelatihan, penyuluhan. Termasuk akses teknologi informasi dan pasar jadi meski mereka di remote area mereka harus tahu harga di Jakarta, sehingga mereka bisa bersaing tidak dimanfaatkan ketidaktahuannya oleh tengkulak yang akan memeras mereka," kata Syarief.

RUU NELAYAN BELUM LINDUNGI NELAYAN - Pembentukan RUU tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan semestinya membawa angin segar bagi kehidupan nelayan. Proses revisi aturan lama, khususnya dari sisi kekurangan dan kelemahannya mesti bisa dijadikan bahan pertimbangan DPR agar pelaksanaan aturan baru lebih berdampak signifikan bagi kehidupan nelayan.

Namun Deputi bidang Pengelolaan Program dan Evaluasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati melihat draf RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan yang ada saat ini tidak menjabarkan secara spesifik poin yang mengatur perlindungan hak nelayan.

Misal tidak ada pasal khusus yang menjamin ruang hidup nelayan dari berbagai tindakan perampasan lahan untuk pembangunan atau reklamasi. Kondisi ini, kata Susan, sangat urgen dan berpotensi mengancam 2,7 juta nelayan tradisonal di seluruh Indonesia.

Sesuai catatan KIARA, perkembangan tren ketidakadilan dalam sektor perikanan khususnya nelayan tradisional didominasi masalah perampasan ruang akibat pembangunan dan reklamasi pesisir.

"RUU harus menjawab persoalan ini. Negara menjamin pembangunan tidak merampas ruang hidup nelayan," kata Susan kepada gresnews.com, Rabu (27/1).

Sesuai temuan  lapangan, Susan menyebut ada beberapa contoh kasus yang bisa menjadi bukti bahwa nelayan belum benar-benar memperoleh keadilan dan perlindungan. Nelayan di Marunda, Jakarta Utara misalnya, mulai tampak kehilangan ruang tangkap akibat berbagai kegiatan pembangunan. Sehingga memaksa mereka melaut lebih jauh dari daratan. Kemudian, ruang hidup sebagian nelayan Bangka Belitung, dirampas untuk kepentingan reklamasi.

"Mereka tidak bisa mengklaim karena tidak punya posisi yang kuat. Mereka tidak bisa menuntut. Harusnya diakomodir dalam RUU ini," ujarnya.

Susan menilai, jika pemerintah serius mewujudkan perlindungan, maka rumusan aturan itu mesti dibahas bagaimana jaminan terhadap kondisi kehidupan nelayan. Di dalam UU juga harus dijabarkan bahwa hak hidup nelayan tidak dirampas secara serampangan untuk kepentingan modal. Lahirnya RUU ini, kata dia, perlu menitikberatkan pada penjabaran skema perlindungan yang lebih konkret.

Ia menambahkan, akibat tidak adanya payung hukum untuk perlindungan sosial, banyak nelayan tidak bisa menuntut ganti rugi atau melakukan klaim terhadap kasus yang merugikannya.

Para nelayan yang selama ini menjadi korban, tidak berdaya ketika melawan pemodal akibat ketiadaan aturan yang secara legal menjamin kapasitas hukum bagi nelayan.

Menyangkut ruang hidup nelayan khususnya dalam skema perlindungan, penting untuk melibatkan nelayan terkait proses kegiatan pembangunan di kawasan pesisir. Diantaranya, aturan mengenai audit sosial, analisis dampak lingkungan, studi kelayakan pembangunan dan aspek terkait.

Ketentuan mengenai prosedur ini bertujuan mengakomodir pendapat masyarakat nelayan dalam rangka melindungi kehidupannya dari ancaman pembangunan, seperti yang selama ini berlangsung.

BACA JUGA: