JAKARTA, GRESNEWS.COM - Draft program bantuan yang disusun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terutama pemberdayaan nelayan tradisional sasarannya dinilai tidak jelas. Proyeksi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) KKP tahun 2016 sebesar Rp 13,8 triliun juga dinilai belum secara tepat menyasar nelayan tradisional.

Hal itu menurut Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Jakarta Muhammad Taher terlihat tak maksimalnya anggaran untuk penguatan kerja koperasi. Padahal anggaran penguatan basis kerja koperasi nelayan, harus justru menjadi aspek yang didorong guna mendukung asas manfaat yang dibutuhkan nelayan.

Lemahnya dukungan terhadap koperasi ini berdampak buruk pada tingkat kesejahteraan nelayan tradisional, seperti bisa dilihat dari nelayan di Teluk Jakarta yang mencapai 16.855 Kepala Keluarga.

"Saya lihat hanya ada program pelatihan saja. Harus ada kuota untuk pemberdayaan nelayan tradisional lewat koperasi," sebut Taher kepada gresnews.com, Jakarta, Selasa (15/12).

Taher menyebut, banyak terjadi masalah pada tingkat manajemen ekonomi perikanan seperti yang dialami nelayan di Teluk Jakarta. Menurut dia, saat ini tetap diperlukan penegakan fungsi koperasi karena dominasi Kelompok Usaha Bersama (KUB) hingga kini masih belum efektif dan efisien menjawab tantangan nelayan.

"Usaha bersama yang selama ini disebut mensejahterakan nelayan masih menemui kegagalan," katanya.

Kurang efektifnya fungsi kelompok usaha bersama di tingkat nelayan saat ini, kata Taher, karena tidak berbadan hukum atau dibina pemerintah daerah yang kurang melakukan pengawasan. Alhasil, selama ini, distribusi bantuan perikanan yang terjadi di Teluk Jakarta justru banyak bermasalah.

Keadaan tersebut, ujarnya, perlu diperjelas melalui integrasi tata kelola struktural meliputi keanggotaan koperasi dan kegiatan nelayan tangkap dan budidaya.

Tanpa ada upaya itu, Taher menilai, bantuan dan program yang difasilitasi KKP akan terus gagal dan tidak bermanfaat terhadap kesejahteraan nelayan tradisional.

"Pembenahannya pada tatanan di koperasi itu sendiri. Jika wadah manajemen belum diperkuat, maka bantuan akan tidak jelas," tegasnya.

Untuk itu, menurut dia, perlu membangkitkan kembali eksistensi koperasi menjadi solusi memperkuat kegiatan perikanan nelayan tradisional.

Kendala selama ini, kapasitas institusional di sektor masyarakat nelayan tradisional sangat lemah. Hal ini karena minimnya kontrol dan penguatan kontrol dalam meningkatkan kapasitas ekonomi perikanan.
Keberadaan koperasi dinilai strategis kepada nelayan tradisional agar dapat menguasai sektor produksi komoditas unggulan perikanan.

Padahal kelembagaan koperasi nelayan sangat penting dan dibutuhkan sebagai wadah strategis mendorong produktivitas kegiatan perikanan nelayan tradisional. Penguatan peran dan fungsi koperasi, secara positif mendukung tercapainya kebutuhan ekonomis dan praktis yang dibutuhkan nelayan dan mendukung jalur distribusi pemasaran perikanan.


KETIDAKADILAN BANTUAN PERIKANAN - KNTI Wilayah Jakarta menilai ada dua versi koperasi di kalangan nelayan, yaitu koperasi skala kecil dan skala besar (ukuran kapal diatas 30 GT).

Dari keberadaannya, kata Taher, contoh bantuan seperti subsidi BBM sebagian besar tidak dinikmati nelayan kecil. Sebaliknya, bantuan banyak mengalir ke kelompok nelayan skala besar di atas 30 GT.
Hal ini dianggap rentan menimbulkan permasalahan.

Dengan begitu, dibutuhkannya penguatan sistem koperasi melalui perbaikan sistem penyaluran bantuan agar tepat sasaran dan jelas.

"Ada beberapa koperasi yang menurut kami mengatasnamakan nelayan (pembina nelayan) namun mayoritas bukan penduduk tetap di wilayah itu," kata Taher.


Sekretaris Jenderal Keadilan untuk Masyarakat Perikanan (KIARA) Abdul Halim juga menilai pentingnya keberadaan koperasi karena perannya sebagai soko guru ekonomi Indonesia yang mencerminkan semangat gotong-royong.

Meski begitu, menurut dia, koperasi perlu ditunjang melalui pembentukan kepastian usaha nelayan, sebagai lembaga berbadan hukum, memiliki program kerja, dan sistem pengelolaannya menuju cita-cita kesejahteraan bersama.

"Kinerja koperasi nelayan harus bisa dipertanggungjawabkan bersama," kata Halim, Selasa (15/12).

BANTUAN YANG DIBUTUHKAN - Taher sebelumnya mengatakan bahwa fasilitas yang saat ini sangat dibutuhkan nelayan tradisional khususnya di teluk Jakarta antara lain bantuan alat tangkap dan sarana dan prasarana seperti kapal tangkap.

Alasannya, saat ini khusus nelayan tradisional di teluk Jakarta mulai sulit melaut di area pesisir akibat reklamasi dan limbah industri yang telah mencemari pesisir utara Jakarta.Sehingga mereka membutuhkan prasarana untuk bisa melaut hingga ke tengah laut.

Disamping kebutuhan itu, nelayan tradisional juga membutuhkan pembangunan infrastruktur perikanan secara terintegrasi dengan pelabuhan dan tempat pengelolaan ikan.

Namun ia mengaku harapan para nelayan itu menemui banyak kendala terutama dalam mekanisme alokasi anggaran. Menurutnya, bantuan nelayan selama ini tidak tepat sasaran karena tidak melalui proses riset dan turun langsung ke kalangan nelayan.

"Penyaluran bantuan selama ini banyak kurang tepat sasaran dan tidak sesuai apa di butuhkan nelayan," kata Taher kepada gresnews.com, Senin (14/12) lalu.

Kendala selama ini, kata dia, terletak pada pengelolaan anggaran di tingkat pemerintah daerah. Penyaluran bantuan dari pusat melalui proses administrasi di bawah kendali jajaran pemerintah daerah, diduga rawan penyimpangan.

Taher mencontohkan, salah kasus penyaluran bermasalah adalah penyaluran BBM bersubsidi. Selama ini justru tidak banyak diterima nelayan tradisional. Selain itu, spesifikasi bantuan perahu yang tidak dapat beroperasi akibat minimnya sarana dan prasarana penangkapan.

Berhubungan dengan adanya realisasi anggaran tahun 2016, Taher berharap ada pertimbangan soal pembenahan realisasi bantuan yang selama ini bermasalah di tingkat pemda, bupati dan kepala daerah.
"Bantuan sebaiknya melalui koperasi yang selama ini membina dan memahami kebutuhan anggota nelayannya," katanya.

BACA JUGA: