JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kerap kali pembahasan mengenai upah buruh tak lekang dari keributan. Pemerintah  pun berniat segera merampungkan masalah upah buruh ini lewat Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan.

Presiden Jokowi telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2015 pada 29 April 2015. Dalam Keppres itu, presiden menetapkan 151 rancangan PP yang akan diselesaikan tahun ini, salah satunya PP Pengupahan.

Penerbitan PP Pengupahan ini memang mendesak untuk segera dilakukan. Agar ke depan, mekanisme penentuan upah minimum provinsi, upah minimum sektoral, dan perlindungan upah buruh, menjadi lebih terjamin.

Bila hal ini tidak segera diatur maka keributan tahunan yang terjadi dalam penentuan upah akan selalu berulang. Energi pun setiap tahunnya terkuras hanya untuk urusan penetapan upah buruh.

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya tengah menghimpun masukan dari beberapa pemangku kepentingan untuk menyelesaikan PP tentang Pengupahan. Masukan tersebut, utamanya, dilakukan untuk merumuskan formula yang akan digunakan dalam penentuan upah minimum.

"Penghitungan upah minimum menggunakan formula yang sederhana, adil dan predictable, dengan mempertimbangkan faktor penting yang bertujuan untuk mempertahankan daya beli dari upah tersebut, yaitu faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata Hanif dalam acara Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan se-Indonesia, di Jakarta, Rabu (7/10) malam.

Dalam acara yang dihadiri oleh para anggota Dewan Pengupahan se-Indonesia yang terdiri dari perwakilan pemerintah, asosiasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) itu, Hanif menegaskan dalam jangka pendek penghitungan upah minimum dengan formula dapat menjadi terobosan positif dalam situasi ekonomi sulit saat ini.

Sedangkan dalam jangka panjang, manfaat sistem pengupahan dengan formula semakin terasa dengan terbangunnya iklim hubungan industrial yang sehat dan produktif.  Menurutnya, pemerintah melakukan pembenahan yang diawali dari akar persoalan yang mendasar terkait dengan proses penetapan upah minimum.

BERBASIS KEADILAN - Selama ini upah minimum dianggap sebagai upah utama. Akibatnya, terjadi ketidakadilan bagi pekerja yang berkeluarga, memiliki masa kerja di atas 1 tahun, memiliki kompetensi/pendidikan yang baik dan seterusnya. Oleh karena itu harus diluruskan bahwa upah minimum adalah jaring pengaman (safety net), bukan upah utama.

"Kami ingin mengembalikan fungsi upah minimum sebagai jaring pengaman (safety net). Dengan mengembalikan upah minimum sebagai jaring pengaman, semakin terbuka kesempatan bagi kita untuk menerapkan sistem pengupahan yang lain di perusahaan, yaitu struktur dan skala upah," kata Hanif.

Menurut dia, struktur dan skala upah wajib disusun dan diterapkan di perusahaan yang dapat menjamin kepastian upah bagi pekerja dan akan memotivasi pekerja untuk meningkatkan produktivitas, sehingga mendapat kesempatan untuk berkembang dalam golongan upah. Penerapan struktur dan skala upah di perusahan akan menciptakan keadilan internal dan eksternal di perusahaan. Dengan adanya keadilan internal maka sesama pekerja tidak merasa terdapat perbedaan (diskriminasi) upah, mengingat tingkat upah yang mereka terima telah ditetapkan berdasarkan bobot jabatan (nilai pekerjaan) yang diperoleh melalui evaluasi jabatan.

Selain pengaturan mengenai formula penetapan upah minimum dan penerapan struktur dan skala upah di perusahaan, dalam PP ini juga diatur kebiasaan-kebisaan pengupahan yang telah berjalan secara baik di perusahaan, seperti tunjangan hari raya, uang service pada perusahaan tertentu, dan pendapatan non-upah.

Sementara itu, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan perhitungan terhadap kenaikan upah minimum harus didasarkan pada formula inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, selama ini buruh tetap akan mendapatkan kenaikan upah setiap tahun dengan evaluasi setiap lima tahun.

Dia menambahkan, perhitungan inflasi ditambah dengan komponen pertumbuhan ekonomi akan menjadi pertimbangan pemerintah untuk skala nasional. Diharapkan, kebijakan tersebut dapat menguntungkan buruh di seluruh Indonesia.

Dia mengharapkan pembahasan PP Pengupahan dapat diselesaikan tanpa menuai keributan di tingkatan para buruh. Menurutnya, pembahasan formula pengupahan sudah dibicarakan kepada Dewan Pengupahan. Pembahasan evaluasi upah setiap lima tahun tersebut dilakukan agar terciptanya kepastian pengusaha dan investor. "Jadi tidak perlu ribut-ribut dengan formula pengupahan tersebut," kata Sofjan.

BURUH TAK PUAS - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pemerintah dalam menerbitkan PP tentang pengupahan yang berbasis formula inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Presiden KSPI Said Iqbal menilai PP Pengupahan tersebut tidak sesuai dengan harapan dan permasalahan kaum buruh saat ini.

Menurutnya, kaum buruh saat ini menginginkan adanya perbaikan dan peningkatan upah karena Indonesia sudah tertinggal jauh dengan negara tetangga. Apalagi, saat ini Indonesia sedang mengalami perlambatan ekonomi dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Dia mengakui akibat kondisi tersebut memang berdampak terhadap pengusaha, buruh, dan pemerintah. Namun buruh masih menganggap ada pertumbuhan di beberapa sektor ekonomi Indonesia. Dia pun mendukung rencana pemerintah dengan memberikan insentif dan proteksi termasuk kelonggaran bagi dunia usaha untuk mengatasi perlambatan ekonomi dan penurunan nilai rupiah.

Kendati demikian, KSPI menyesalkan tindakan pemerintah yang berencana mengeluarkan PP Pengupahan tanpa berdialog dengan serikat pekerja terlebih dahulu. "KSPI berharap agar pengesahan PP Pengupahan diundur, sambil mencari formulasi yang tepat," kata Said dalam siaran pers, Jakarta, Selasa (13/10).

Menurutnya, buruh menganggap upah minimum sangat penting sebagai standar hidup, karena setiap tahun buruh selalu memperjuangkan kenaikan upah minimum melalui pembahasan di Dewan Pengupahan. Bahkan untuk tuntutan buruh agar komposisi komponen hidup layak (KHL) direvisi dari 60 butir menjadi 84 butir pun belum direalisasikan oleh pemerintah. Di satu sisi, pemerintah juga tidak merealisasikan tuntutan untuk kualitas komposisi KHL diperbaiki kepada buruh.

Dia mengancam akan melakukan aksi besar-besaran jika pemerintah tetap memaksakan untuk menerbitkan PP Pengupahan. Dia juga mengancam akan menggalang aksi mogok nasional, aksi penutupan kawasan industri, penutupan tol, bandara dan penutupan pelabuhan. "Jangan salahkan kaum buruh untuk melakukan aksi besar-besaran," kata Said. (dtc)

BACA JUGA: