JAKARTA, GRESNEWS.COM - Peluang tuntutan para buruh yang menargetkan kenaikan upah sebesar 30 persen secara nasional pada 2016 dinilai akan semakin tertutup. Salah satu faktor penyebabnya adalah akan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir 2015.

"Permintaan buruh Indonesia menaikkan upah tidak bakal terealisasi, karena buruh dari luar seperti Vietnam siap mengantikan mereka ketika MEA diberlakukan," kata pemerhati kebijakan publik Teddy Gusnaidi kepada Gresnews.com, Senin (15/6).

Alasannya, MEA atau pasar bebas ASEAN yang mencakup Indonesia, Brunei, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja, serta negara yang telah menandatangani perjanjian bilateral, seperti China, Jepang, Korea, India, Australia, dan Selandia Baru, akan membuka "keran" tenaga kerja dari luar ke dalam negeri. Sementara pemerintah belum memiliki fokus mencetak tenaga kerja yang berkualitas atau tepat pasar.

Pasar bebas, lanjutnya, bisa diartikan sebagai pasar tunggal dimana tidak ada lagi sekat antarnegara. Terbukanya perdagangan barang, jasa dan tenaga kerja. "Kondisi tersebut menjadi persoalan serius yang sebentar lagi siap mengambil ladang masyarakat Indonesia, seperti posisi pekerja Indonesia," ujar Teddy.

Belum lagi saat ini, kata dia, penguasaan atas perusahaan yang ada di Indonesia didominasi pihak asing. "Tanpa ada pasar bebas ASEAN saja, pemerintah belum sanggup melindungi kekayaan alam, belum maksimal memberikan hak rakyat terhadap pekerjaan dan penghidupan yang layak dan menjalankan amanat UUD 1945," tegasnya.

Beberapa hari lalu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan akan berjuang menargetkan kenaikan upah buruh pada 2016 sebesar 30 persen secara nasional. Tuntutan ini adalah upaya mengejar ketertinggalan dari negara tetangga yang upahnya sudah mencapai angka Rp3,5 jutaan.

Sekertaris Jenderal KSPI Muhamad Rusdi mengaku, pasca Lebaran 2015 KSPI akan kembali melakukan tuntutan di seluruh daerah untuk memperjuangkan kenaikan upah sebesar 30 persen dan menuntut revisi KHL dari 60 menjadi 84 item.

"Kami juga menolak kenaikan upah dua tahun atau lima tahun sekali," tuturnya dalam workshop pengupahan Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia di Jakarta, Sabtu (13/6).

Sementara menurut Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat, upah minimum buruh di Jakarta seharusnya sudah di kisaran Rp5 juta sampai Rp7 Juta per bulan. Kebutuhan hidup yang semakin ‎tinggi di Ibukota menjadi alasan lembaga ini dalam perhitungan upah buruh.

Kata Mirah pada Hari Buruh 2015, Aspek Indonesia bersama jutaan buruh di Indonesia menyuarakan tuntutan untuk mewujudkan kesejahteraan, tidak hanya bagi buruh, tetapi juga rakyat Indonesia, dan ukuran paling penting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah upah karena dengan upah layak akan menggerakkan sektor lainnya.

"Tuntutan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2016 sebesar 30 persen adalah hal yang wajar dan tidak berlebihan," katanya.

Sementara itu Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri pada hari buruh atau 1 Mei lalu menegaskan kenaikan upah buruh akan tetap dilakukan tiap tahun, bukan lima tahun sekali demi memastikan kesejahteraan buruh/pekerja. Namun demikian, lanjut Hanif, untuk sistem formula kenaikannya pemerintah tengah menyusun formula yang tepat, baik bagi para buruh maupun pengusaha.

"Formula harus tepat bagi buruh dan pengusaha agar keduanya sama-sama tidak dirugikan," jelasnya. Saat itu, ia berjanji apa yang diperjuangkan buruh pada tahun depan dapat direalisasikan oleh pemerintah dengan baik, khususnya bisa mendapatkan peningkatan upah tiap tahun.

BACA JUGA: