JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus mafia migas dan pembelian minyak Sonangol EP, perusahan minyak nasional asal Angola, Afrika tanpa prosedur resmi menjadi target penyelidikan Panitia Kerja (Panja) Minyak dan Gas (Migas) Komisi VII DPR RI. Mereka juga akan melihat dan mengawasi langkah Pertamina setelah membubarkan Petral.

"Soal sonangol nanti kami tanyakan, kebetulan panja migas terkait petral dan juga mafia migas," ujar anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian di Gedung DPR, Senayan, Kamis (4/6).

Panja akan menyelidiki spesifikasi crude oil dan mekanisme impor minyak Sonangol yang kabarnya masuk tanpa prosedur resmi. "Bahan Bakar Minyak (BBM) juga akan kami pertanyakan, jika ada efisiensi sampai US$2 juta maka kami pertanyakan juga, itu efisiensi yang mana," katanya.

Panja migas akan menyelidiki celah-celah mana yang menjadi pertanyaan banyak publik. Tak hanya itu, usai petral dibubarkan, Komisi VII pun ingin melihat langkah lanjutan dari Pertamina. "Karena ini termasuk integrate supply changes (ISC) yang akan hadir juga," ujarnya

Ramson mengatakan semua masalah migas terkait, petral, tender LPG, Petralite, harga BBM, dan Sonangol akan diperdalam dan diselidiki dalam kunjungan ke lapangan. Hal ini dilakukan guna meminimalisir mafia migas yang menaikkan harga BBM.

Ditambahkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya W Yudha, pembubaran Petral dipertanyakan efektifitasannya. Hal ini lantaran Komisi VII hingga saat ini melihat masih banyak celah-celah penyimpangan migas, termasuk impor minyak Sonangol. "Pasca di bubarkannya Petral kami harapkan menambah efisiensi dari pendapatan negara," ujarnya di Gedunga DPR RI, Senayan, Kamis (4/6).

Menurutnya, dalam kasus setelah Petral dibubarkan, disinyalir ada tiga hingga empat pihak yang berkepentingan dalam melakukan tender atau penunjukan dan mekanisime tendernya. "Itu yang kami persempit mata rantai bisnisnya, kami akan tanya juga dalam panja migas," katanya.

Menyoal Sonangol, panja akan melihat lebih dalam spesifikasi hingga pengadaan dan pengelolaannya. Tak luput juga perhitungan diskon yang diperoleh, keuntungan negara dengan pembelian minyak Sonangol, dan spesifikasi crude oilnya. "Sama tidak dengan kilang kita? Apakah perlu di kilangkan di luar negeri sehingga masuk dalam bentuk BBM jadi? Itu termasuk pertanyaan yang kita tanyakan," ujarnya.

Akhir Februari lalu PT Pertamina (Persero) sudah melakukan impor minyak mentah dari Sonangol EP (perusahaan minyak milik Angola) sebanyak 950.000 barel. Namun, Kementerian ESDM mengaku tidak tahu soal impor minyak dari Sonangol tersebut.

Padahal sesuai prosedur setiap impor minyak mentah dan BBM)ke Indonesia, harus mendapatkan surat perizinan dari pemerintah khususnya Ditjen Migas. Impor minyak 950.000 barel tersebut akan berlangsung dari Februari hingga Juni 2015 (5 bulan).
 
Pertamina percaya diri berani mengimpor BBM lantaran pada Oktober lalu Presiden Joko Widodo telah menandatangani perjanjian kerja sama pembelian minyak dengan Wakil Presiden Angola Manuel Domingos Fincente. Saat itu Jokowi mengatakan pembelian minyak dari Angola bisa meningkatkan efisiensi anggaran pemerintah karena langsung dibeli dari perusahaan nasional Angola.

Menteri Energi Sudirman Said juga meyakini pembelian minyak dari Angola ini dapat menghemat pengeluaran negara sebesar US$ 2,5 juta atau sekitar Rp 30 triliun sehari. Gambarannya jika Indonesia mampu membeli 100 ribu barel sehari, nilai impor minyak yang selama ini dibelanjakan bisa ditekan hingga 25 persen. Menurutnya kerja sama dengan Sonagol memungkinkan Indonesia memenuhi seperempat kebutuhan impornya hanya dari satu perusahaan tersebut.

Menteri ESDM dan Menteri BUMN Rini Soemarmo sebelumnya juga mengatakan bisnis minyak pemerintah RI dengan Sonangol EP menguntungkan, karena Sonangol memberi low price 15 persen lebih rendah dari harga pasar minyak dunia. Namun dengan syarat membentuk perusahaan trader bersama. Namun belakangan, Sonangol mengirim surat konfirmasi pada 20 November 2014 yang berjudul ’Counter To The Proposed Contractual Volume 2015’.

Isi surat itu Sonangol menjawab permintaan Pertamina yang meminta diskon 15 dolar dari setiap barel yang dibeli Pertamina. Sonangol menjawab bahwa pihaknya tidak dapat mengabulkan permintaan itu, dan tetap mengacu ke harga normal pasar dunia.

Publik makin cemas impor minyak Sonangol ini ada kepentingan lain. Surya Paloh adalah orang yang menyarankan kepada Jokowi untuk melakukan kerja sama dengan Sonangol EP. Ia mengakui bahwa sarannya tersebut bertujuan membantu pemerintah baru agar bisa menghemat dari impor minyak dan bahan bakar minyak (BBM). Selama ini Pertamina mengimpor minyak melalui pihak ketiga atau trader alias tidak membeli minyak langsung ke produsennya.

Surya paloh melalui PT Surya Energi Raya miliknya berperan dalam mempertemukan Pertamina dan Sonangol. Grup Sonangol sendiri merupakan kongsi lama Surya Paloh. Pada tahun 2009, Surya Energi mendapat pinjaman modal dari China Sonangol International Holding Ltd. Anak usaha Sonangol EP tersebut menyuntikkan dana US$ 200 juta ke Surya Energi untuk menggarap Blok Cepu. Meskipun berperan dalam mempertemukan pemerintah dan Sonangol baik Surya Paloh maupun Direktur Utama Surya Energi, Reri Murdijat mengkalim bahwa pihak mereka tidak memiliki hubungan apapun dalam kerjasama antara Pertamina dengan Sonangol.

Mungkin secara bisnis memang tidak ada hubungan Surya Paloh dengan Sonagol Ep dalam hal impor minyak, tapi saat ini Surya Paloh adalah ketua partai NasDem, partai penyokong Presiden Jokowi. Jelas ada keuntungan lain yang diperoleh Surya Paloh, minimal keuntungan politik.

BACA JUGA: