JAKARTA - Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 19 Juni 2020, mantan Direktur Utama (Dirut) PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) Hendi Prio Santoso untuk kali kedua diangkat menjadi Dirut PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR).

Koordinator Gerakan Bersama Buruh/Pekerja BUMN (Geber BUMN) Achmad Ismail mengatakan dalam hal pemilihan petinggi BUMN seharusnya dilihat rekam jejaknya. Kementerian BUMN perlu ekstrahati-hati, khususnya saat merekrut direksi perusahaan BUMN melalui pendalaman terhadap profil yang bersangkutan secara lengkap.

"Maksudnya, ya harus ditelusuri jejak rekamnya dalam kepengurusan di perusahaan sebelumnya, tidak hanya bergantung kepada satu unit pengalaman saja tapi secara keseluruhan," kata Ais kepada Gresnews.com, Rabu (1/7/2020).

Menurutnya jangan sampai pengangkatan direksi/komisaris BUMN hanya berdasarkan kedekatan atau jaringan saja. Lebih parah lagi mungkin membangun sebuah kesamaan baru atau sebuah tujuan baru yang mungkin saja itu bisa merugikan rakyat di masa depan.

"Karena yang bersangkutan kan kabarnya yang saya terima, entah benar atau tidak dugaannya, itu kan dia juga mantan salah satu petinggi juga ya di sebuah perusahaan asing kalau tidak salah," tambahnya.

Belum lagi, selama di PGN, kata Achmad, Hendi pernah mengabaikan pelanggaran ketenagakerjaan. Yakni pengabaian soal nota-nota pemeriksaan yang dikeluarkan Kementerian Tenaga Kerja.

Menurutnya, juga perlu ditelusuri jejak rekamnya. Bagaimana kontribusi dia di sana? Terus masih ada atau tidak keterkaitannya dengan posisi Hendi pada saat menjabat di PGN? Apakah itu memang terkait dengan proyek-proyek yang ada di PGN?

"Siapa pemenang sahamnya misalnya, seperti itu. Itu harus due diligence benar-benar," tegasnya. 

Lanjut Ismail, Kalau perilaku seperti ini dibawa juga untuk kepengurusan ke hal-hal lainnya, atau bidang-bidang lainnya di sebuah perusahaan. Apakah itu terkait dengan keuangan, terkait dengan ekonomi sebuah perusahaan, perdagangan dan segala macam.

"Ya, itu memungkinkan saja ada potensi. Ada potensi untuk menabrak aturan lagi. Sehingga ketika misalkan beliau masuk ke dalam proses penyelidikan bisa seperti itu. Ya mungkin itu tidak terlalu istimewa ya. Karena saya pikir yang bersangkutan dalam hal ketenagakerjaan saja dia sudah tanda petik, melakukan pengabaian," jelasnya.

Terlebih sekarang ini menyangkut Semen Indonesia terkait upaya holding. "PGN kan sekarang menjadi anak usahanya Pertamina. Besok Semen Indonesia itu holding," sambungnya.

Hendi juga dalam proses penyelidikan di KPK. Ini bisa membawa beban moral, beban persoalan kalau sampai seandainya dari proses penyelidikan itu naik ke proses penyidikan, itu berbahaya.

"Ujung-ujungnya nanti perusahaan yang baru malah mengurusi direkturnya. Dan akhirnya dana perusahaan yang harusnya bisa diperuntukkan buat pengembangan usaha atau memobilisasi usaha akhirnya terkooptasi lagi misalkan untuk penyelesaian kasus secara pribadi," tandasnya.

Sementara itu terkait perkembangan kasus Hendi di KPK, Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada Gresnews.com di Gedung KPK, Jakarta, mengatakan akan mengecek kembali kasus itu.

"Nanti kami akan cek dulu ya, terkait yang ditanyakan tadi. Sejauh mana yang ditanyakan tadi," kata Ali, Selasa (30/6/2020).

Sebelumnya Ali menegaskan penyelidikan kasus dugaan korupsi yang berkaitan dengan keputusan investasi yang dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), melalui anak usahanya yaitu PT Saka Energi Indonesia (SEI), di Lapangan Kepodang, Blok Muriah, Jawa Tengah, tetap berjalan.

Kasus yang terjadi saat Direktur Utama PGN dijabat oleh Hendi Prio Santoso itu tidak masuk 36 kasus yang dihentikan penyelidikannya oleh KPK.

Gresnews.com telah melakukan penelusuran ke berbagai sumber dan mendalami sejumlah dokumen. Terdapat dugaan penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara sekitar US$70 juta (hampir mencapai Rp1 triliun). 

Jumlah kerugian negara tersebut diperhitungkan dari selisih nilai awal investasi sebesar US$101,05 juta dan nilai akhir investasi pada Laporan Keuangan Saka Energi Oil and Gas Property Lapangan Kepodang sebesar US$31,78 juta.

Transaksi dalam aksi korporasi itu dilakukan antara dua pihak: Saka Energi Exploration Production, B.V (SEEPBV) dan Sunny Ridge Offshore Limited (SROL).

Selanjutnya pada Desember 2014 dilakukan pembayaran dari Saka Energi EP BV ke rekening Sunny Ridge di Bank DBS Singapura.

Pembayaran berlanjut Januari 2015 berupa Cash Call Payment ke Sunny Ridge di Singapura. Setelah transfer dana dieksekusi, pada Maret 2015, barulah Deloitte melakukan valuasi. Nilai yang diperhitungkan sampai dengan 2026, namun nyatanya saat ini Lapangan Kepodang telah berhenti produksi.

Dokumen yang diperoleh Gresnews.com menyebutkan, aksi korporasi PGN itu memang dilakukan secara berlapis. Meskipun secara formal menggunakan nama Sunny Ridge, namun pengendali sesungguhnya ada di balik layar. 

Terdapat nama-nama perusahaan investasi/broker seperti NPC (TPG), ARLB, COL/AI. Di balik perusahaan-perusahaan itu terdapat nama-nama pengusaha nasional dan mantan pejabat negara/menteri.

Gresnews.com mengonfirmasi melalui pesan WhatsApp kepada Hendi Prio Santoso, Selasa (19/11/2019), tentang satu nama pengusaha nasional berinisial PW yang diduga mempengaruhi Hendi untuk berinvestasi di Blok Muriah, namun pesan tersebut tidak dibalas. Disambangi di kantornya, Hendi juga tidak bisa ditemui untuk dimintai penjelasan.

Berdasarkan catatan di Direktorat Jenderal Pajak, Sunny Ridge Offshore Limited memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Satu (KPP Minyak dan Gas Bumi). Pada Kamis (10/10/2019), Gresnews.com mendatangi kantor pajak dimaksud dan hingga saat ini masih menelusuri informasi dan penanggung jawab Sunny Ridge Offshore Limited—perusahaan yang telah menerima transfer dana dari PGN tersebut. (G-2)

 

BACA JUGA: