JAKARTA - Pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia dinilai perlu diperkuat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi lini terdepan untuk pengawasan tersebut.

Peneliti Center of Food, Energy and Sustainable Development dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra P.G Talattov kepada Gresnews.com, Senin (2/9), menekankan pentingnya perusahaan-perusahaan kelapa sawit memenuhi standar pengelolaan lingkungan yang baik. “Masih saja ada yang nakal. Berarti tinggal masalah pengawasannya,” kata Talattov.

Dia menyebut salah satu standar itu adalah Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)—asosiasi yang terdiri dari berbagai sektor industri kelapa sawit (perkebunan, pemrosesan, distributor, industri manufaktur, investor, akademisi, dan LSM bidang lingkungan—yang sekretariatnya di Malaysia dan mengklaim memiliki 4.000-an anggota di seluruh dunia. RSPO mengembangkan seperangkat kriteria sosial dan lingkungan yang berwujud Certified Sustainable Palm Oil (CSPO).

Selain RSPO, terdapat sejumlah standar lain yang juga menjadi acuan. Salah satunya adalah Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)—diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/3/2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Dalam Laporan Pemeriksaan terbarunya (Februari 2019), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sebanyak 2.115 atau 83,66% perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan) belum memiliki sertifikat ISPO.

Standar acuan lainnya adalah Palm Oil Innovation Group (POIG), International Sustainability and Carbon Certification (ISCC), dan Sustainable Palm Oil Manifesto (SPOM).

Mengutip data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, per 2018, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah 14,3 juta hektare—terdiri dari Perkebunan Rakyat (5,8 juta hektare), Perkebunan Besar Negara (713,1 ribu hektare), dan Perkebunan Besar Swasta (7,78 juta hektare). Perkebunan Besar Swasta dikelola oleh 2.528 perusahaan seluas 20,2 juta hektare—luas sesuai Izin Usaha Perkebunan (IUP). Astra Group adalah grup usaha dengan jumlah perusahaan terbanyak. Disusul Sinar Mas Group, Rea Kaltim Group, Wilmar Group.

Merujuk pada penilaian dengan parameter SPOTT (Sustainability Policy Transparency Toolkit) per November 2018—yang dikembangkan oleh Zoological Society of London)—terhadap 70 perusahaan sawit besar dunia berdasarkan keterbukaan kebijakan, operasional, komitmen lingkungan, sosial dan pemerintahan (ESG), sebanyak 23 perusahaan mendapatkan skor rendah, 22 perusahaan moderat, dan 25 perusahaan tinggi.

Gresnews.com mengelompokkan perusahaan-perusahaan sawit kelas dunia itu yang menjalankan operasinya di Indonesia untuk melihat kepatuhannya terhadap standar lingkungan global. Sebagian besar perusahaan sawit sudah mulai menerapkan standar-standar global tersebut. Hanya beberapa perusahaan seperti PT Darmex Agro Group (Indonesia), Tianjin Julong Group (China), PT Golden Plantation, Tbk (Indonesia), KS Oils Ltd (India), PT Gozco Plantations, Tbk (Indonesia), Glenealy Plantations Sdn Bhd (Malaysia), dan BEST Group (Indonesia) yang sama sekali tidak bergabung dalam inisiatif-inisiatif apapun.

(G-1)

BACA JUGA: