JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembebasan izin yang tertuang dalam berbagai peraturan pemerintah pusat maupun daerah dianggap sebagai praktek kriminalisasi terhadap hak tanah masyarakat. Pasalnya, kemudahan izin pembangunan dan proyek swasta mengancam ketahanan sosial dan ruang hidup publik.

"Izin yang secara bebas dikeluarkan sesungguhnya telah menggerus ruang hidup rakyat dan suku-suku terpencil yang tersebar di ribuan desa," ujar Koordinator bidang Penguatan Organisasi Rakyat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Kent Yusriansah kepada Gresnews.com, Sabtu (13/6).

Kent mengatakan, pemberian izin secara bebas bertentangan dengan hajat hidup orang banyak. Seperti tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 2 Ayat (3) menyebutkan bahwa wewenang yang bersumber pada hak Negara digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam konteks ini, kesejahteraan Kebangsaan dan kemerdekaan masyarakat.

Pada kenyataannya, menurut Kent, urusan perizinan di sektor agraria seperti perkebunan, tambang dan kehutanan perlahan-lahan terus dipermudah dan semakin liberal (bebas) pasca reformasi. Ia menilai hal tersebut terefleksi melalui penerbitan regulasi dalam berbagai bentuk UU, PP, Permen, Pergub, Perda yang berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam.

"Banyak regulasi sektoral yang mengobrak-abrik hak rakyat untuk menikmati sebesar-besarnya kekayaan alam Indonesia," tegas Kent.

Sementara itu, berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat (3) tentang Kehutanan ditentukan bahwa setiap orang dilarang melakukan eksplorasi terhadap hutan sebelum mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang yaitu Menteri Kehutanan.

Misalnya UU tentang kehutanan, kata Kent, saat ini malah turut berperan dalam melahirkan ribuan izin pembukaan lahan hingga penyerobotan untuk kepentingan modal dan industri.

Berdasarkan Statistik Road Map Forest Tenure tahun 2011 yang dilansir Kementerian Kehutanan, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) telah mencapai 25.700.000 hektar.
 
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Epistema Institute Myrna Safitri menilai, luas tersebut dinilai tidak sebanding dengan hutan desa atau hutan tanaman rakyat yang masing-masing adalah 10.310 hektar dan 90.415 hektar.

Artinya, hingg kini kepentingan swasta lebih kuat dalam mengelola sektor sumber daya alam dan lahan hutan di Indonesia.

"Izin lahan pemanfaatan hutan lebih besar diberikan kepada perusahaan daripada masyarakat," ungkap Myrna.

BACA JUGA: