JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Satu persatu penambangan rakyat yang dinilai merusak lingkungan mulai ditertibkan. Langkah tersebut  menindaklanjuti instruksi presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penanganan tambang-tambang ilegal yang dinilai merusak lingkungan dan membahayakan penambang.

Penertiban itu mulai menyasar pertambangan Cinnabar yang berada di kawasan hutan Petuanan Desa Luhu dan Desa Iha, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku.  Tim terpadu yang terdiri dari  Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (KemenkoPolhukam), Kemenko Maritim, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Pertanian, Mabes Polri, Mabes TNI, Kejaksaan Agung, Inspektur Pertambangan serta Pemprov Maluku telah diterjunkan ke lokasi
 pada 12 April lalu.


Kehadiran tim yang terdiri dari 16 orang ini dimaksudkan untuk melakukan peninjauan langsung lokasi. Sebelumnya dilaporkan penambangan di lokasi tersebut telah menyebabkan kerusakan yang sangat parah terhadap lingkungan. Terutama akibat penggunaan zat beracun berupa merkuri. Pemerintah setempat sendiri telah memutuskan penutupan terhadap areal tambang tersebut.

Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua mengatakan peninjauan lokasi juga agar menjaga stabilitas agar tidak timbul gejolak. Menurutnya peninjauan dan penutupan  lokasi pertambangan adalah bagian dari eksekusi instruksi Presiden Joko Widodo pada rapat 9 Maret 2017 terkait penanganan tambang rakyat. Keputusan penutupan itu menurut Sahuburua karena dampak kerusakan lingkungan dilokasi itu sudah sangat parah dan mencapai luas puluhan hektar.         

Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas mengenai penghapusan penggunaan merkuri pertambangan rakyat di Kantor Presiden, Kamis, (9/4) menginstruksikan agar penggunaan merkuri pada tambang-tambang rakyat harus segera dihentikan.

Hal itu karena penggunaan mercuri di Indonesia saat ini sudah sedemikian berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan hidup. Asisten Deputi Pertambangan dan Energi Kemenkomaritim, Yudi Prabanggara mengatakan berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan, Tim meminta agar aktivitas para penambang Cinnabar yang menggunakan mercuri untuk memisahkan emas dari bahan tambang lainnya segera dihentikan dan menggantinya dengan teknologi yang lebih ramah terhadap lingkungan. Sebab penggunaan merkuri di pertambangan emas liar itu telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan berdampak pada kesehatan masyarakat.

"Penggunaan merkuri di tambang emas skala kecil ini selain berbahaya juga sangat tidak efisien, yang terbuang jauh lebih banyak dari pada yang didapat. Padahal ada teknologi-teknologi lain yang bisa dikembangkan, yang jauh lebih efisien dan perolehan emasnya akan lebih banyak," ujar Yudi, seperti rilis esdm.go.id.

Ia menambahkan, selain meminta agar aktivitas pertambangan emas liar tersebut ditutup. Tim juga akan melanjutkan investigasinya dengan melakukan penelitian dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya akibat penggunaan mercuri oleh para penambang.

Menurutnya penggunaan mercuri di pertambangan emas skala kecil sangat marak dilakukan di Indonesia seperti di pertambangan emas skala kecil di Aceh, Solok (Sumatra Barat), Pongkor (Jawa Barat), Sekotong (NTB), Katingan (Kalimantan Tengah).

Presiden sebelumnya juga menyampaikan saat ini penggunaan mercuri telah terjadi  di 850 hotspot pertambangan rakyat.  Padahal Indonesia telah menandatangani Konvensi Minamata di Kumamoto, Jepang, tentang larangan penggunaan merkuri pada 10 Oktober 2013. Untuk itu Indonesia tidak boleh membiarkan penggunaan mercuri terus terjadi di pertambangan rakyat skala kecil.

Menanggapi maraknya penggunaan mercuri pada pertambangan skala kecil tersebut Presiden telah mengeluarkan tujuh instruksi, antara lain; pengaturan kembali tata kelola penggunaan mercuri, penghentian penggunaan mercuri di tambang-tambang rakyat, pengawasan secara ketat penggunaan merkuri bukan hanya di tambang-tambang rakyat, tapi juga di pertambangan skala menengah dan besar serta pengalihan mata pencarian dan bantuan medis bagi para penambang yang telah terpapar bahan kimia berbahaya tersebut.

RATIFIKASI KONVENSI MINAMATA - Sehubungan langkah Indonesia menyepakati Konvensi Minamata pada 10 Oktober 2013 di Kumamoto, Jepang lalu. Penandatanganan konvensi ini mengartikan bahwa Indonesia memiliki komitmen untuk menerapkan Konvensi Minamata. Salah satunya dengan melakukan ratifikasi hasil konvensi.

Konvensi Minamata diilhami oleh kasus pencemaran merkuri yang sangat fenomenal atau  "Minamata Disease", yaitu kasus pencemaran limbah merkuri akibat pembuangan limbah PT Chisso di Teluk Minamata, Jepang pada tahun 1953. Merkuri sendiri adalah bahan kimia yang terdapat di alam yang bersifat toksik, persistent, bioakumulasi dan dapat berpindah dalam jarak jauh di atmosfer.

Indonesia saat ini terus menyiapkan ratifikasi kesepakatan tersebut yang saat ini masih dalam tahap pengajuan izin prakasa. Ditargetkan pada 2018 pemerintah telah bisa melakukan pembahasan dengan DPR RI.  


Bahkan menurut Kepala seksi Perlindungan Lingkungan Kerja dan Olah Raga, Kementerian Kesehatan, Inne Lutfiana Kemenkes telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57 Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Pengendalian dampak Kesehatan Akibat Merkuri dalam mendukung ratifikasi Konvensi Minamata.

"Permen itu sesuai arah kebijakan pembangunan kesehatan 2015-2019 dan salah satu Nawacita Presiden yaitu peningkatan kualitas hidup masyarakat," ujar Inne.

Saat ini, telah 38 negara yang meratifikasi konvensi Minamata dari 128 negara yang menjadi negara penandatanganan konvensi Minamata.

BACA JUGA: