JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung terus mengumpulkan bukti-bukti dugaan korupsi pembiayaan, pengalihan utang dan pemberian dana talangan PT Pengembangan Armada Niaga Nasional/PANN Pembiayaan Maritim (Persero) kepada PT Meranti Maritime. Dalam kasus pemberian pinjaman untuk pembelian kapal ini diduga terjadi kongkalikong hingga negara dirugikan puluhan miliar.   

Tim penyidik Kejaksaan Agung hingga kini terus menelisik pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab dalam pengucuran dana di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum mengatakan, kasus PANN Maritim masih terus disidik. "Jaksa berusaha keras agar dugaan penyelewengan ini terungkap," katanya.

Menurutnya hingga saat ini telah ada sembilan saksi yang telah dimintai keterangan, khususnya dari PT PANN. "Tim penyidik telah memeriksa sejumlah saksi untuk mengumpulkan bukti-bukti dalam rangka mencari tersangka," kata Rum dikonfirmasi perkembangan kasus ini, Sabtu (17/9).

Sepekan ini sejumlah pejabat dari PT PANN juga telah diperiksa. Antara lain Ibnu Wibowo dan Suhardono selaku Direktur PT PANN serta Eko Musono selaku Executive Vice President PT PANN. Selain itu juga diperiksa Hery Sugiarso.

Dalam pemeriksaan itu, dijelaskan Rum,  penyidik menggali soal tatacara penjualan kapal dengan opsi hak sewa guna usaha ke PT Meranti Maritime. Sejauh ini ada tiga kapal milik PT Meranti yang dibiayai PT PANN, namun saat ini kapal tersebut tidak bisa beroperasi.

"Keterangan saksi akan didalami dan menjadi bahan pertimbangan penyidik untuk menentukan langkah selanjutnya," kata mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.

Kasus ini bermula saat  PT PANN mengucurkan kredit kepada perusahaan Group PT Meranti Maritime untuk pengadaan kapal KM Kayu Putih pada 2011 lalu. Namun dalam perjalanannya Kapal KM Kayu Putih ternyata tidak bisa laik jalan dan tidak beroperasi. Pembayaran kreditnya akhirnya macet. Lalu Kapal KM Kayu Putih dikembalikan dalam kondisi tidak baik. Saat itu utang PT Maritim yang belum dibayar kepada PT PANN telah mencapai USD18 juta dan Rp21 juta dengan jatuh tempo pembayaran 2015.

Saat bersamaan PT Meranti Bahari, anak perusahaan PT Meranti Maritime, mendapat kucuran kredit dari PT PANN untuk membiayai pengadaan kapal KM Kayu Ramin senilai USD27 juta dan Kapal KM Kayu Eboni sebesar USD27 juta. Sementara  yang dijadikan jaminan hanya kapal tersebut tanpa ada jaminan lainnya.

Tak hanya itu, PT PANN juga kembali mengucurkan kredit baru kepada PT Meranti Bahari sebesar  USD9 juta untuk biaya operasional eks pengadaan kapal kayu putih yang sudah dikembalikan sebelumnya. Bahkan tahun 2015 setelahnya, PT PANN Pembiayaan Maritime kembali mengucurkan dana talangan tunai sebesar USD4 juta untuk operasional PT Meranti Maritime.

Dari sini diduga telah terjadi kongkalikong antara manajemen PT PANN Pembiayaan Maritim dengan PT Meranti. Sebab pemberian dana talangan oleh PANN Pembiayaan Maritime diduga telah melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor: 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan mengenai larangan pemberian dana talangan. Dalam Pasal 52 Ayat (1) disebutkan "Dalam melakukan kegiatan usaha, perusahaan pembiayaan dilarang melakukan pembiayaan secara dana tunai kepada debitur.

Menanggapi tuduhan ini, sebelumnya  President Director PT Meranti Maritime Henry Djuhari  membantah ada pelanggaran dalam pembiayaan perkapalan. Henry menjelaskan, pembiayaan perkapalan berbeda. Sebab jika tidak diberikan dana talangan, kapal bakal rusak dan tidak bisa digunakan. Sementara dengan ada dana talangan kapal bisa kembali beroperasi untuk pembayaran utang ke PT PANN.

"Apalagi untuk dana talangan ada dalam akta perjanjian PT PANN dengan Meranti. Dana talangan juga tidak dalam bentuk tunai kepada debitur, tapi dibayarkan langsung kepada pihak ketiga yang mengajukan maritime claim," jelas Henry.

PERSAINGAN BISNIS - Lebih jauh Henry berdalih kasus ini awalnya adalah persoalan perdata. Menurutnya saat PT Meranti kesulitan keuangan untuk membayar utang pembelian kapal, PT Meranti mengajukan proposal perdamaian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada para kreditur khususnya PT PANN dan Maybank lewat Pengadilan Niaga. PT PANN menerima sementara Maybank justru menolak PKPU yang disodorkan PT Meranti.

Saat mengajukan PKPU, Henry mengajukan sejumlah jaminan yang bisa dikembangkan untuk melunasi utangnya. Ada tiga aset properti Meranti Maritime yang menjadi jaminan untuk mendapatkan pembiayaan perkapalan baik dari PT PANN dan Maybank yakni tanah di Jalan Tanjung Karang, Jalan Plaju, dan Jalan Simpruk Garden.

Pengembangan usaha properti ini diajukan karena sejumlah kapal sudah tidak bisa beroperasi lagi. "Ada dua unit properti dengan nilai yang signifikan untuk bisa dikembangkan guna pembayaran utang," kata Henry.

Sementara proposal damai PKPU yang ditawarkan PT Meranti untuk Maybank, debitur memberikan otoritas kepada STX Marine Services untuk bernegosiasi dengan Lixin Shipyard agar menjual kapal sesuai harga pasar dalam waktu 3 bulan. Hasil penjualannya setelah dikurangi pembayaran kepada STX dan Lixin diberikan kepada Maybank. Sebab PT Meranti berutang ke Maybank sebesar Rp485,1 miliar.

Sementara untuk PT PANN utang senilai Rp1,13 triliun akan dibayarkan dengan aset di Jalan Tanjung Karang dan Jalan Plaju. Adapun, jaminan Rukan Permata Senayan akan diserahkan kembali apabila pembayaran utangnya telah diselesaikan melalui skema.

Sementara untuk utang Growth High Investment Ltd (GHI) dibayar melalui jaminannya yakni sebuah unit rumah di Jalan Sekolah Kencana, Jakarta dan kavling tanah di Rancamaya, Bogor. GHI diberikan kebebasan melalui jalur eksekusi di bawah tangan untuk menutup piutangnya senilai Rp238,64 miliar.

Tagihan Meranti Alliance Shipping Pte Ltd dan PT Bintang Kreasi akan dibayarkan melalui hasil penjualan rumah di Jalan Simpruk Garden, Jakarta. Total tagihan keduanya mencapai Rp28,61 miliar.

Semua kreditor menerima, terkecuali Maybank yang menolak PKPU. "Pihak yang menolak proposal diduga karena ingin menguasai seluruh aset PT Meranti. Dengan menggelontorkan isu pidana, akan lebih mudah untuk menguasai asetnya," kata Henry.

Selama proses PKPU, ada dua kapal yang dilelang kreditornya karena pihak Maybank terus bersikeras mempailitkan dan tidak ingin menempuh jalur damai. Kata Henry, jika tidak dipailitkan oleh Maybank, Meranti sanggup membayar utangnya kepada PANN melalui pengembangan properti nya.

Untuk itu Henry meminta Kejaksaan juga memeriksa pihak Maybank yang dengan sengaja menghalangi upaya damai PT Meranti. "Kalau Maybank dibiarkan, akan terjadi kerugian negara yang sangat besar," katanya.

Sementara itu kuasa hukum PT Bank Maybank Indonesia Tbk Duma Hutapea punya alasan kenapa menolak PKPU PT Meranti. Duma mengatakan terdapat ketidakadilan dalam proposal perdamaian yang ditawarkan PT Meranti.

Dalam proposal perdamaian, utang Maybank dibayarkan dengan aset debitur di Jalan Talang Betutu hingga 21 tahun dan sudah termasuk masa jeda (grace period) selama 3 tahun.  Atas pembayaran tersebut, debitur meminta Maybank melepaskan hak tanggungannya pada tiga aset properti Meranti Maritime yakni di Jalan Tanjung Karang, Jalan Plaju, dan Jalan Simprug Garden.

"Aset yang dijaminkan kepada kami harus dilepaskan, sedangkan kreditor lain diberi kesempatan untuk mengeksekusi sendiri," kata Duma, beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: