JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kisruh internal PPP masih saja berlanjut, meski sejumlah upaya islah telah dilakukan.  PPP masih belum juga menemukan kesepahaman mengenai siapa ketua umum yang sah untuk memimpin partai berlambang kabah tersebut. Padahal, ketidakjelasan tersebut akan mempengaruhi sikap politik partai tersebut dalam berkoalisi. Sebelumnya, PPP terbelah menjadi dua kubu yaitu kubu Suryadharma Ali (SDA) dan kubu Romahurmuziy. Keduanya ternyata sama-sama menginginkan eksistensi,  sehingga sama-sama hadir dalam pelantikan presiden terpilih Joko Widodo di MPR.

Politisi PPP kubu Suryadharma Ali (SDA), Dimyati Natakusumah mengatakan kehadiran SDA masih dianggap sebagai ketua umum PPP. Pasalnya SDA-lah yang duduk di kursi ketua umum partai saat pelantikan presiden. Menurutnya, wajar SDA yang duduk di kursi tersebut karena muktamar di Surabaya yang menghasilkan Romahurmuziy sebagai ketua umum merupakan muktamar ilegal.

Lanjutnya, Majelis Syariah PPP nantinya akan menggelar muktamar pada 30 Oktober untuk menentukan ketua umum PPP dan arah koalisi PPP dalam konteks politik saat ini. Ia menegaskan fatwa Majelis Syariah PPP untuk menggelar muktamar bersifat mutlak. “Mengikat ada di pasal 17 ayat 2,” ujarnya seusai pelantikan presiden terpilih di DPR, Jakarta, kemarin.

Menurutnya muktamar ilegal yang diselenggarakan kubu Romahurmuziy bisa membuat Romahurmuziy mendapatkan sanksi dalam muktamar yang digelar Majelis Syariah mendatang. Ia menjelaskan, sanksi bisa diberikan karena ia mengadakan muktamar tanpa sepengetahuan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Majelis Syariah.

Belum diakuinya Romahurmuziy sebagai ketua umum oleh kubu SDA,  sehingga kedatangannya ke Jokowi paska terpilih dinilai Dimyati hanya sebagai dukungan personal ke KIH. Walaupun begitu, ia tidak menutup kemungkinan PPP untuk merapat ke KIH. “PPP belum dapat apa-apa, kita lihat saja apa masuk di kabinet atau tidak,” katanya.

Sementara Ketua Umum PPP versi muktamar di Surabaya, Romahurmuziy, saat ditanya soal kehadiran SDA dalam pelantikan presiden terpilih Jokowi, tidak mau banyak berkomentar. Ia menyatakan menyerahkan pada publik untuk menilai sendiri kehadiran dua ketua umum dalam tubuh PPP ini. Menurutnya  muktamar yang dilaksanakan di Surabaya sudah konstitusional dan berdasarkan AD/ ART partai.

Ia mengatakan hasil muktamar tersebut memberikan waktu selama 14 hari untuk menyusun kepengurusan DPP partai periode 2014-2019. Ia pun telah menegaskan dirinya mendukung KIH dan memastikan PPP akan menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi-JK 2014-2019.

Terkait akan diselenggarakannya muktamar oleh Majelis Syariah, menurutnya terlalu banyak informasi waktu mengenai kapan muktamar akan dilaksanakan. Sehingga, ia perlu memastikan kembali mana yang otentik dan mana yang hanya isu. Adapun soal islah internal PPP antara kubunya dengan kubu Suryadharma Ali. Ia mengatakan kemungkinan tersebut selalu terbuka.

BACA JUGA: