JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat memberi rapor merah kepada pemerintah dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan tahun 2015. DPR menilai, pemerintah gagal memaksimalkan APBN untuk menjalankan program-program sehingga target APBN-P 2015 tidak tercapai dengan baik yang berdampak pada mandeknya pertumbuhan ekonomi.

Anggota Komisi XI Kardaya Warnika merujuk pada capaian pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang hanya sebesar 4,79 persen. Dia menilai, pemerintah terlihat tidak bekerja keras untuk dapat memenuhi target APBN tahun lalu, sehingga pertumbuhan ekonomi terhambat.

Menurutnya, jika pola yang sama juga terulang, maka tahun ini angka pertumbuhan ekonomi tidak meningkat. Hal ini, kata dia akan membawa dampak ikutan seperti bertambahnya jumlah pengangguran.

Kardaya mengungkapkan, kekhawatiran itu sudah mulai terlihat. Karena itu dia meminta pemerintah melakukan berbagai upaya mendongkrak serapan APBN. "Tahun lalu jumlah pengangguran mencapai tujuh juta orang, belum lagi penyerapan pajak kita yang tidak maksimal. Tahun ini harus dilakukan terobosan," ungkap Kardaya Warnika dari Komisi XI di gedung DPR, Rabu, (20/7).

Di sisi lain, menurut Kardaya, pemerintah semestinya bisa bertindak lebih menyelematkan perekonomian negara. Pasalnya, APBN 2015 merupakan rekor tertinggi dalam sejarah yakni mencapai Rp1.984,1 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp290,3 triliun dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur.

Namun sayang, pemerintah gagal merealisasikan pendapatan pajak. Realisasi penerimaan pajak tahun 2015 hanya mencapai Rp1.508 triliun atau hanya 81,5 persen dari target penerimaan pajak. Akibatnya terjadi shortfall alias kekurangan penerimaan pajak sebesar Rp230 triliun. "Terlihat bahwa pemerintah kurang serius menghimpun pajak," ujar Kardaya.

Celakanya, hal yang sama juga sepertinya bakal terjadi di tahun 2016 ini. Kardaya mengatakan, nominal penerimaan perpajakan turun Rp17,7 triliun atau turun 3,3 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015. Rincian penerimaan pajak 2016 sampai dengan 30 Juni adalah sebesar Rp518,4 triliun terdiri atas penerimaan PPh nonmigas Rp269,5 triliun atau hanya 33,8 persen dari target, PPh migas Rp16,3 triliun atau 44,9 persen serta PPN dan PPnBM Rp167,7 triliun atau 35,4 persen.

Sementara, penerimaan cukai hanya encapai Rp42,9 triliun atau 29 persen dari target, bea masuk Rp16 triliun atau 48 persen dan bea keluar Rp1,3 triliun atau 51,5 persen. Total penerimaan bea cukai adalah Rp60,2 triliun atau 32,7 persen dari target Rp184 triliun. "Lifting sektor migas juga rendah, padahal targetnya sudah diturunkan," kata Kardaya.

Politisi Partai Gerindra itu juga mengkritik kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya solar yang tidak tepat. Kardaya merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa harga minyak solar lebih tinggi dari harga dasar setelah dikurangi subsidi tetap, akibatnya, rakyat harus bayar lebih mahal. "Partai Gerindra mempertanyakan maksud subsidi yang seharusnya meringankan rakyat, yang terjadi sebaliknya," ucap Kardaya.

REALISASI APBP 2016 - Sementara itu, pemerintah juga sudah melaporkan realisasi APBNP 2016 semester I ke Badan Anggaran DPR. Dalam pengantarnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan keyakinannya pertumbuhan ekonomi akan terdongkrak ke angka 5% meskipun perdagangan internasional masih mengalami tekanan.

Bambang beralasan, di kuartal II-2016 pertumbuhan ekonomi didukung konsumsi dan investasi. "Konsumsi rumah tangga didorong konsumsi selama bulan puasa. Kemudian, didorong belanja pegawai setelah menerima gaji ke-13 dan THR," ujarnya.

Kemudian, kata Bambang, pada kuartal II 2016 pembentukan modal tetap bruto (PMTB) didukung pembangunan infrastruktur. Meski begitu, ia mengungkapkan, ekspor dan impor masih tertekan oleh belum pulihnya kondisi ekonomi global dan rendahnya harga komoditas.

Untuk proyeksi inflasi, kata Bambang, inflasi Juni 2016 yang sebesar 0,66% (mtm/month to month) dan inflasi tahun kalender mencapai 1,06% (ytd/year to date) dan inflasi tahunan mencapai 3,45% (yoy/year on year). Namun inflasi Juni 2016 tergolong relatif lebih rendah dibandingkan inflasi pada bulan puasa tahun-tahun sebelumnya.

Sementara untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) rata-rata pada semester I-2016 mencapai Rp13.420/US$. Pergerakan nilai tukar rupiah ini dipengaruhi beberapa faktor seperti perbaikan ekonomi AS yang dimanfaatkan dengan memperbaiki performa ekspor Indonesia ke AS dan second layers trade.

"Quantitative easing yang masih berlangsung di Jepang, Eropa, China, di mana suku bunga riil di negar-negara ini sudah negatif. Kemudian, keputusan Brexit, membuat potensi capital inflow ke Indonesia meningkat," ujarnya.

Sedangkan faktor domestik didukung oleh peningkatan kualitas infrastruktur yang berkontribusi positif terhadap kinerja transaksi berjalan dan perekonomian secara umum. Penguatan basis investor domestik.

Pengembangan alternatif pembiayaan bagi korporasi, seperti obligasi rupiah, untuk menekan ketergantungan utang luar negeri. Terakhir, tax amnesty berpotensi meningkatkan capital flow ke Indonesia.

Kemudian, realisasi tingkat bunga SPN 3 bulan pada semester I-2016 sebesar 5,7%. Ini terjadi karena derasnya arus modal masuk. Diharapkan tingkat bunga SPN 3 bulan bisa mendekati 5,5%.

Realisasi lifting minya di semester I-2016 mencapai 817 ribu barel per hari. Ini terjadi karena dukungan lapangan Banyu Urip yang telah beroperasi penuh. Tren penurunan harga minyak dunia pada awal 2016 memberikan tekanan dan disinsentif kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama. Kemudian, didukung realisasi lifting pada Mei 2016 mencapai 824 ribu bare per hari

Lifting gas bumi semester I-2016 mencapai 1,20 juta barel setara minyak per hari. Ini karena pasar gas bumi Indonesia masih menghadapi risiko tingkat penyerapan yang rendah terutama untuk kargo yang belum ada komitmen penjualan.

Kemudian untuk ICP (Indonesian Crude Price), rata-rata harga ICP selama semester I-2016 sebesar US$36,5/barel. Ada potensi harga bisa lebih baik, karena sekarang harga berkisar US$40-US$50 per barel.

Untuk penerimaan dan belanja, realisasi anggaran semester I-2016 masih dalam defisit Rp230,7 triliun atau 1,83%. Penerimaan negara baru mencapai sebesar Rp634,7 triliun atau 35,5%, lebih rendah Rp33 triliun dibandingkan semester I-2015 yang sebesar Rp667,9 triliun (37,9%).

Penerimaan perpajakan Rp522 triliun (34%), dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp535 triliun. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain, rendahnya realisasi pertumbuhan ekonomi semester I-2016, penurunan harga minyak bumi, dan rendahnya aktivitas ekspor impor akibat perlambatan ekonomi global.

Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp125 triliun (45,7%), dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp132,5 triliun. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain penurunan harga minyak bumi dan rendahnya harga komoditas, khususnya batu bara.

Untuk belanja, belanja negara di semester I-2016 mencapai Rp865,4 triliun (41,5%), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp752,2 triliun (37,9%). Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Rp262,8 triliun (34,2%), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp195,3 triliun. Belanja non K/L Rp218 triliun (46%), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp222 triliun

Sedangkan transfer ke daerah dan penyaluran dana desa di semester I-2016 mencapai Rp384 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp334,7 triliun. Rinciannya, transfer ke daerah sebesar Rp357 triliun, dan penyaluran dana desa Rp26,8 triliun.

TAX AMNESTY JADI PENYELAMAT? - Penerimaan pajak saat ini memang masih mengkhawatirkan. Pemerintah sendiri berharap diberlakukannya tax amnesty akan menjadi penyelamat. Sayangnya, penerapan UU Tax amnesty di minggu pertama juga diprediksi tak maksimal, walaupun sejumlah kantor pajak telah menyatakan kesiapannya untuk penerapan pengampunan pajak.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri menyatakan para calon penerima pengampunan pajak masih menimbang dan mengkaji program ini, sehingga OJK memprediksi minggu ini kantor pajak akan masih sepi pendaftar. "Untuk meningkatkan jumlah pendaftar kami akan melakukan sosialisasi khususnya di bidang industri," terang Ketua Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon di gedung DPR, Rabu (20/7).

Sosialisasi yang akan dilakukan nantinya dibawah oleh tim bentuk OJK, dalam tim tersebut, para pelaku industri dipermudah jalannya untuk bertukar pikiran. "Nanti kita bantu mereka," katanya.

Meski demikian, dana optimis masih meluncur dari mulut Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo. Dia memperkirakan, dana repatriasi akan mengalir deras pada akhir 2016.

"Saya kok lihatnya itu dana masuk dari tax amnesty itu yang besar akan ada di akhir tahun 2016, jadi yang kita lihat akan jumlah besar yang masuk itu di kuartal pertama tahun 2017," ujar Agus di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/7).

Agus beralasan, pada periode pertama, kebanyakan baru sebatas pendaftaran tax amnesty dan membayar uang tebusan. "Di awal antara bulan Juli-September ini lebih komitmen daripada peserta tax amnesty mereka melakukan pendaftaran dan membayar uang tebusan tapi mengalirnya dana sendiri itu lebih di akhir tahun dan triwulan pertama 2017," jelas Agus.

Seperti diketahui, program tax amnesty atau pengampunan pajak sudah dimulai sejak Senin kemarin. Program ini akan berlangsung selama 9 bulan hingga 31 Maret 2017 dan terbagi atas tiga periode yang masing-masing periode berlangsung selama 3 bulan.

Pembagian periode tersebut juga diikuti dengan kenaikan tarif tebusan secara bertahap. Tarif tebusan pada periode pertama (Juli-September) sebesar 2%, kemudian diikuti periode kedua (Oktober-Desember) sebesar 3%, dan periode ketiga (Januari-Maret 2017) sebesar 5%. (dtc)

BACA JUGA: