JAKARTA, GRESNEWS.COM - Banyak pihak mengira  gelaran Silahturahmi Nasional (Silatnas) Partai Golkar pada Minggu (1/11) menjadi akhir konflik dua kubu Partai Golkar. Namun ternyata kemesraan dua kubu, Munas Bali dibawah pimpinan Aburizal Bakrie dan kubu Munas Ancol dibawa  Agung Laksono hanya berlangsung semalam.

Silatnas yang semula diharapkan akan menjadi awal mengurai konflik partai, ternyata berlalu begitu saja tanpa ada menyatukan Partai Beringin. Masing masing kubu bertahan pada keinginan masing-masing. Aburizal Bakrie menghendaki Agung  mengakui kepengurusan Munas Bali. Sementara Agung berkeras agar digelar Munas  ulang yang legitimate.  Menurut Agung  Munas  bisa mengakhiri konflik secara komprehensif  dan permanen. Selain itu Munas menjadi  salah satu jalan agar semua terbuka dan semua bisa masuk.  

Agung membeberkan hasil pertemuan Silatnas antara dirinya dengan Aburizal tak menemukan  titik temu. Sebab dalam pertemuan itu Aburizal mengajukan sejumlah syarat, jika ingin terjadi rekonsiliasi.  "Kemarin saat akan melanjutkan pembicaraan untuk kedua kali. Saya diminta untuk setuju dan mendukung Munas Bali. Kedua menyetujui  tidak ada Munas sampai 2019," kata Agung, Kamis (5/11).

Permintaan syarat itu diakui Agung tidak disampaikan langsung oleh Aburizal, tetapi melalui Ketua Harian Golkar kubu Munas Bali, MS Hidayat. Permintaan syarat itu, diakui Agung, langsung ditolaknya. "Itu bukan jalan terbaik untuk rekonsiliasi. Makanya sampai saat ini belum dilanjutkan," katanya.

Ia menyatakan sebenarnya ingin sekali berdialog. Namun pihak Aburizal kekeh mempertahankan keinginannya agar Munas Bali yang diakui. Aburizal juga menghendaki  tak akan ada Munas sebelum tahun 2019.  "Tidak ada Munaslub,  yang ada Munas tahun 2019," kata Aburizal alias Ical usai acara Musyawarah Kerja Nasional PKS di Depok, Jawa Barat, Selasa (3/11).

Menurut Aburizal, Munas Bali telah mendapatkan keputusan dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi sebagai Munas yang sah dengan segala hasil-hasilnya. Putusan MA, menurutnya, sudah jelas meminta Menkum HAM mencabut SK yang mengesahkan pengurus Golkar hasil Munas Ancol. Karena itu ia menegaskan tak akan ada munas lagi sebelum kepengurusan Golkar hasil Munas Bali berakhir tahun 2019.

Menurut dia Munaslub hanya dapat  digelar atas persetujuan mayoritas DPD I Golkar. "Ada satu klausul untuk Munaslub bila terjadi suatu ketidakpuasan atau kita dianggap melanggar AD/ART itu boleh diminta Munaslub bila diusulkan oleh lebih dari 2/3 DPD tingkat I, tingkat provinsi," katanya.  

Namun menurutnya sampai sekarang tidak ada satu pun dari DPD provinsi yang menghendaki Munaslub. "Jadi kalau ada yang tanya Munas, tetap pada tahun 2019," katanya.

MUNAS 2019 TIDAK LEGITIMATE - Menyanggah pernyataan Aburizal yang menilai Munas yang tepat pada  2019, Ketua DPP kubu Agung Tb Ace Hasan Sadizly  mengatakan bahwa Munas 2019 tak memiliki legalitas.  "Kalau Munas 2019  kami pasti akan tanyakan dasarnya apa? Karena MA tak perintahkan sahkan Munas Bali, tapi perintahkan Menkum HAM cabut SK. Nah, sekarang harus sama-sama dibicarakan tentang legalitas Partai Golkar di depan Kemenkum HAM, karena masing-masing sekarang nol-nol," ujar Tb Ace Hasan Sadizly, Rabu (4/11).

Ia menegaskan, jika Munas digelar akhir tahun ini, maka Munas tersebut bukan Munas Luar Biasa (Munaslub) seperti dipahami Ical. Tetapi Munas Golkar dengan modal rekonsiliasi di islah terbatas dan acara Silatnas Golkar.

"Lagipula, kepengurusan Golkar Munas Riau yang berlaku saat ini, didaftarkan ke Kemenkum HAM untuk periode 2009-2015," jelasnya.

Sementara jika Munas 2019 dasarnya adalah putusan Pengadilan Tinggi yang mensahkan kepengurusan Bali. Hal itu menurutnya sudah jelas, pihak Agung tengah mengajukan kasasi. Jadi kepengurusan Bali belum dinyatakan benar-benar sah.

AJUKAN KASASI - Diakui Agung sebenarnya konflik dualisme Golkar tinggal selangkah lagi cair dengan adanya Silatnas. Namun Ical bertahan bahwa Munas Bali adalah kepengurusan yang sah. Ical merujuk pada putusan PN Jakarta Utara yang telah dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.

Menyikapi ini Agung akhirnya memilih jalan mengajukan kasasi atas putusan tersebut. Sehingga kembali tidak ada pihak yang bisa mengklaim sebagai pengurus yang sah. Pengajuan kasasi itu menurut Agung sebagai langkah hukum untuk mengadili kepengurusan mana yang sah.

Sehingga menurut Agung proses perdamaian  berlangsung dalam dua jalur. Yakni Jalur hukum yang prosesnya masih berlangsung di Mahkamah Agung dan jalur lobi dan diplomasi. Namun Agung menyatakan, jika nanti perdamaian bisa terwujud, maka pihaknya siap mencabut pengajuan kasasinya.  

Sedang terkait penguasaan kantor DPP, mereka menyatakan menggunakannya secara bersama. Sementara proses hukum dan politik tetap berjalan. "Saya kira Golkar sudah menggunakan kantornya sama-sama, sambil menunggu keputusan final putusan perdatanya di MA. Apakah MA memperkuat putusan PN dan PT atau kemudian membatalkan PN dan PT," ujar Agung.

Menanggapi tak selesainya konflik Golkar, Wakil MPR RI dari Golkar Mahyudin mengakui Silatnas hanya jadi ajang kebersamaan semu. Menurutnya hanya tinggal satu jalan menyelamatkan Golkar salah satu pihak harus ada yang mengalah.  "Mungkin Agung mengalah lalu jadi ketua harian. Atau ARB mengalah dan munas ulang," ujar Mahyudin di DPR, Rabu (4/11). (dtc)

BACA JUGA: