JAKARTA, GRESNEWS.COM - Peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga yang mewakili daerah dianggap tak optimal. Pemerintah pun mengusulkan pada panitia khusus (Pansus) RUU Penyelenggaraan pemilu untuk mengganti mekanisme rekrutmen calon anggota DPD 2019 yakni melalui mekanisme panitia seleksi (pansel).

"Panja RUU Pemilu sedang mempertimbangkan usulan pemerintah untuk mengubah cara pemilihan anggota DPD pada pemilu 2019 nanti. Kalau usulan pemerintah ini disetujui oleh Panja, maka signifikan untuk merubah cara rekruitmen anggota DPD," ujar ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy melalui keterangannya, Rabu (26/4).

Alasan perlunya perubahan rekruitmen anggota DPD dilandasi beberapa hal. Salah satunya pemahaman anggota DPD terhadap persoalan daerah masih terbatas dan perlunya peningkatan anggota DPD. Sehingga penyampaian aspirasi daerah pada kebijakan nasional menjadi tidak efektif.

Ia menjelaskan beberapa rencana perubahan rekruitmen anggota DPD seperti ada 40 orang per 4 orang bakal calon yang diseleksi, kemudian hasil seleksi 40 orang dikirimkan ke DPRD provinsi untuk fit and proper test untuk dipilih 20 orang terbaik. Hasil fit and proper test DPRD baru dijadikan daftar calon tetap DPD untuk dipilih rakyat.

Pansel dibuat oleh gubernur dengan unsur pansel adalah unsur akademisi, pemerintah, dan masyarakat. Ada seleksi tertulis tentang pemahaman soal 4 pilar, ketatanegaraan, pembangunan daerah, dan otonomi daerah. Ada kewajiban untuk membuat makalah tentang pembangunan daerah juga.

Jika mekanisme ini dilakukan, maka syarat pengumpulan KTP seperti pada pemilu yang lalu dihilangkan. Selama ini pengumpulan KTP selama ini tidak berkualitas. Banyak calon yang melakukannya dengan membeli, baik itu membelinya langsung ke masyarakat, ada juga membelinya melalui calo-calo pengumpul.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menyebut DPD harus tetap mementingkan pembangunan daerah, apa pun mekanisme pemilihannya. "DPD adalah lembaga perwakilan hasil reformasi kita, lembaga yang diharapkan mampu menjembatani daerah," ujar Taufik di DPR, Rabu (26/4).

DPD merupakan simbol perwakilan daerah. Karena itu, anggota DPD harus mementingkan suara masyarakatnya, bukan politik sehingga murni aspirasi daerah untuk membangun daerahnya.

Lembaga DPD RI masih relatif baru yakni setelah reformasi bergulir tahun 1998. Berbeda dengan DPR RI yang sudah lama berdiri, bahkan sejak tahun 1918 sudah ada, yang bernama Volksraad. Dalam menapaki periode pertama berdirinya, pelaksanaan peran, fungsi dan kewenangannya belum dapat maksimal karena dirasakan seolah-olah dimarginalkan.

Fungsi legislatif yang dimiliki DPD masih terbatas yaitu mengajukan dan membahas rancangan undang-undang tertentu saja dan. itupun tidak ikut dalam pengambilan keputusan, Demikian juga dalam fungsi penganggaran, dan fungsi pengawasan.

Dibentuknya DPD RI itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah-daerah. Juga untuk meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah-daerah.

Disamping itu untuk mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah-daerah secara serasi dan seimbang untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sementara dasar pertimbangan teoritis dibentuknya DPD antara lain adalah untuk membangun mekanisme kontrol dan keseimbangan (check and balances) antar cabang kekuasaan negara dan antar lembaga legislatif sendiri.
PENOLAKAN - Usulan tersebut mendapat penolakan dari anggota DPD Asri Anas. "Wacana ini muncul sebagai bentuk evaluasi terhadap rekrutmen calon anggota DPD yang dirasa kurang kapasitas dan kapabilitasnya," ungkap Asri dalam keterangannya, Rabu (26/4).

Menurutnya wacana ini tentu memperlihatkan betapa DPR RI dan pemerintah tidak pernah serius ingin menata dan memperbaiki DPD RI sebagai kamar Parlemen dengan kewenangan bagus.

Munculnya pengubahan dalam proses penjaringan senator, menurut Asri, itu seperti ingin menunjukkan anggota DPD saat ini kurang berkualitas. Dia pun menolak anggapan tersebut.

"Memangnya anggota DPR RI sudah berkualitas dan berkinerja tinggi dengan mekanisme yang ada? Bahkan data memperlihatkan anggota DPR RI lah yang malas berkantor, anggota DPR lah yang banyak terjaring perilaku koruptif," ujarnya.

Wacana yang muncul dari inisiasi pemerintah itu disebut Asri sebagai sebuah kemunduran besar. Menurut dia, alangkah lebih bijaksana apabila pemerintah dan DPR mau menerima usulan DPR dalam penggodokan revisi UU Pemilu dan UU MD3.

"Jauhkan DPD RI dari upaya parpolisasi dan intervensi partai, dengan mekanisme yang diusulkan. Entah ada upaya terselubung dari partai-partai untuk meloloskan dan menggagalkan calon DPD tertentu yang bisa jadi orang yang sebetulnya lebih layak untuk mewakili daerah," beber Asri.

Senator asal Sulawesi Barat itu pun mengingatkan soal UUD 1945 Pasal 2 yang berbunyi ´MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan UU´.

"Sebagai anggota DPD RI saya menolak wacana yang dikembangkan oleh pemerintah dan Panja DPR RI. Sungguh memperlihatkan kerdilnya memahami DPD. Bukannya lembaga yang berusaha ditata dari aspek kewenangan, (ini) bahkan dibuat aturan macam-macam di aspek rekrutmen," kata dia.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyebut usulan tersebut aneh dan tak sejalan dengan prinsip demokrasi. "Itu pembatasan terhadap calon," ujar Fadli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/4).

Fadli balik bertanya, atas dasar apa pansel nantinya akan memilih anggota DPD. Jangan sampai mengurangi hak anggota masyarakat untuk memilih dan dipilih. "Jangan sampai mudah ditorpedo dengan judicial review di MK. Itu adalah hak masyarakat memilih dan dipilih, jangan sampai direduksi pansel ini punya kepentingan-kepentingan," katanya. (dtc/mfb)

BACA JUGA: