JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah mengeluarkan putusan provisi untuk menunda Surat Keputusan (SK) menteri hukum dan HAM (Menkumham). Putusan tersebut sekaligus menunda pengesahan status Romahurmuziy sebagai Ketua Umum PPP. Tetapi Romahurmuzy masih mengklaim dirinya sebagai ketua umum PPP yang sah lantaran Menkumham belum mencabut SK tersebut.

Romahurmuziy  menyatakan  memang tidak ada kewajiban bagi Menkumham mencabut SK yang telah dikeluarkan karena PTUN baru mengeluarkan penetapan dan bukan putusan sela.  Menurutnya penetapan hanya mendasarkan diri pada pengajuan pemohon. Putusan penetapan juga hanya diambil oleh rapat permusyawaratan hakim. Sehingga itu menjadi produk hakim yang terendah dalam pengadilan  PTUN. "Itulah ketentuan yang diatur dalam UU nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN pasal 64 ayat 2," ujar Romi panggilan Romahurmuziy di DPR, Jumat (21/11).

Romi menjelaskan putusan tertinggi PTUN adalah putusan final, di bawahnya ada putusan sela dan penetapan. Ia menilai untuk statusnya putusan saja tak masalah jika tak dilakukan apa-apa, apalagi yang sifatnya hanya penetapan. Terutama jika ada kepentingan umum yang harus dijaga.

Lebih lanjut ia mengatakan, alasan Menkumham belum mencabut SK soal keabsahan kepengurusan PPP, Romi mengklaim hasil muktamar di Surabaya yang menghasilkan dirinya sebagai ketua umum adalah sah. Sementara kepemimpinan Djan Faridz yang dihasilkan dari muktamar Jakarta dituding tidak sah karena tidak kuorum dan tidak memiliki dasar hukum.

Kubu Djan Faridz yang digawangi mantan ketua umum PPP Suryadharma Ali, menurut Romi,   juga tidak pernah mengundang dirinya untuk hadir dalam muktamar di Jakarta. Romi pun menyimpulkan kata islah dalam muktamar di Jakarta hanya dieksploitasi tanpa pernah ada islah yang sebenarnya.

"Saya menantang pada siapapun yang menyelenggarakan muktamar di Hotel Sahid Jakarta. Kalau bisa buktikan dirinya kuorum. Saya akan mundur (sebagai ketua umum). Karena saya tahu persis yang hadir bukan orang yang berhak menjadi muktamirin secara kuorum," ujar Romi.

Ia menambahkan kepemimpinan akan tetap sah sampai ada putusan final di level paling tinggi. Sehingga hasil muktamar di Surabaya akan bersifat mengikat pada seluruh lembaga negara yang tunduk pada hukum. Karena itu, ia menghimbau Djan Faridz yang menempati sekretariat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP untuk mengembalikannya pada yang berhak. Menurutnya, sikap Djan yang menempati DPP tanpa dasar hukum bisa melanggar Undang-Undang Hukum Pidana karena menguasai properti milik orang lain.

Pada kesempatan berbeda, politisi PPP versi Djan Faridz,  Dimyati Natakusumah mengatakan putusan PTUN meminta pada PPP untuk kembali pada putusan mahkamah partai. Mahkamah partai pun menurut Djan Faridz sudah mengesahkan kepemimpinan  dirinya pada muktamar di Jakarta. Dimyati menghimbau Romi tidak melakukan kegiatan apapun seperti yang tercantum dalam putusan PTUN.

”Putusan PTUN memerintahkan penundaan pelaksanaan SK Kemenkumham yang mengesahkan kepengurusan Romi," ujar Dimyati di DPP PPP, Jakarta (9/11).

BACA JUGA: