JAKARTA, GRESNEWS.COM - Internal Golkar masih bergejolak lantaran konflik yang membuat partai beringin ini terbelah. Salah satu sebabnya karena perbedaan orientasi koalisi antara kedua kubu. Kubu Aburizal Bakrie tetap ingin berada di Koalisi Merah Putih (KMP) dan Agung Laksono ingin berada mendukung pemerintah.

Perbedaan tersebut membuat politisi Golkar Hajriyanto Tohari pun mewacanakan agar Golkar baiknya berada di posisi penyeimbang di luar KMP maupun Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Hanya saja menurut pengamat politik dari Universitas Padjajaran Idil Akbar, posisi Golkar akan sangat dilematis jika tidak berada di KMP maupun KIH. Pasalnya kalau Golkar mendukung pemerintah, maka sesungguhnya posisi Golkar tidak berbeda dengan partai di KIH. Begitu pun kalau Golkar tidak mendukung pemerintah, sama saja Golkar berada di pihak KMP.

"Kalau sudah jelas sikapnya, maka tidak ada lagi main abu-abu di parlemen seperti wacana menjadi penyeimbang tidak di KMP dan tidak di KIH," ujar Idil kepada Gresnews.com, Jumat (26/12).

Dia menambahkan, berkaca pada Demokrat yang selama ini mengklaim dirinya sebagai penyeimbang, faktanya dalam posisi di parlemen Demokrat yang memiliki posisi di pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan malah sering melontarkan kritik pedas pada pemerintah. "Secara tidak langsung sikap Demokrat juga menunjukkan posisinya tidak berada di KIH," kata Idil.

Menurutnya, islah Golkar yang masih dengan syarat yang tidak menguntungkan keduanya bukanlah sebuah islah melainkan pemaksaan. Kalau memang ingin membangun Golkar, maka dasar islah adalah kesadaran kolektif dari kedua pihak yang berkonflik, bukan dengan syarat-syarat tertentu. "Selama masih dipaksakan, pesimis kedua kubu bisa mencapai islah," kata Idil.

Idil berpendapat wacana agar Golkar tidak berada di KMP dan KIH belum mejamin Golkar bisa bermain aman. Golkar hanya akan dianggap tidak memiliki prinsip dan pendirian. "Intinya bagaimana sikap Golkar terhadap pemerintah, mendukung atau tidak?" ujarnya.

Berbeda dengan Idil, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Jakarta Bakir Ihsan menuturkan wacana untuk membuat posisi Golkar KMP dan KIH bisa menjadi salah satu solusi untuk islah Golkar. Ia menilai posisi tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan posisi Demokrat yang saat ini juga mengklaim diri sebagai penyeimbang tanpa masuk ke KMP dan KIH.

"Demokrat pada isu tertentu bersama KMP tapi pada isu yang lain bersama KIH," ujar Bakir kepada Gresnews.com.

Ia menilai pilihan tidak masuk ke salah satu koalisi sangat memungkinkan tanpa mengurangi peran Golkar untuk mengkritisi pemerintah terkait kebijakan yang membebani rakyat seperti kenaikan BBM. Tetapi dalam hal kebijakan yang baik, Golkar bisa mendukungnya.

Sebabnya karena pemerintah tak selamanya buruk tapi juga tidak selamanya baik. "Itulah fungsi kontrol konstruktif yang bisa dijalankan DPR," kata Bakir.  

Saat ditanya apakah wacana non blok koalisi ini bisa mempermudah pemilihan ketua umum yang legitimate bagi Golkar, ia menilai tentu bisa mempermudah. Walaupun kemungkinan pengelompokkan dalam suksesi ketua umum apalagi untuk partai sebesar Golkar selalu niscaya.

Sebelumnya, Hajriyanto Tohari menyarankan agar Golkar menjadi penyeimbang tanpa masuk ke KIH dan KMP yang disebut sebagai jalan ketiga. Jalan ketiga ini menurutnya akan membuat Golkar lebih leluasa mengartikulasikan konsep dan pandangannya. "Golkar juga bisa lebih fokus untuk mempersiapkan pemilu 2019," kata Hajri.

BACA JUGA: