SURABAYA, GRESNEWS.COM - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan setelah pembentukkan Holding BUMN Perkebunan, anak usaha Holding BUMN yaitu PTPN VII (Persero) akan melakukan penawaran perdana saham (Initial Public Offering/IPO). Padahal Komisi VI DPR RI sebelumnya melarang anak usaha Holding BUMN Perkebunan menjadi perusahaan publik(Tbk). Sebab pembentukan holding melanggar UU Keuangan Negara dan memberikan peluang perusahaan menjual aset.

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan PTPN VII (Persero) berencana menjual saham ke publik karena saat ini kondisi perusahaan memiliki utang senilai Rp5 triliun lebih. Menurutnya daripada perusahaan membayar bunga cicilan besar kepada perbankan, maka sebaiknya perusahaan membayar utang dengan menggunakan dana dari masyarakat melalui mekanisme IPO.

Dahlan mengaku optimis akan mendapatkan restu Komisi VI DPR RI terkait aksi korporasi tersebut. Menurut mantan Dirut PLN ini untuk persyaratan IPO, PTPN VII (Persero) sudah memenuhi persyaratan yaitu perusahaan harus untung selama dua tahun berturut-turut. "Saya optimis mendapatkan ijin dari DPR. Ini kan untuk kemajuan bersama," kata Dahlan, Surabaya, Kamis (2/10).

Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Agro dan Industri Strategis Kementerian BUMN Muhammad Zamkhani mengaku belum bisa menindaklanjuti rekomendasi dari Komisi VI DPR RI. Hal itu dikarenakan rekomendasi Komisi VI DPR RI sedang dikaji oleh Biro Hukum Kementerian BUMN.
"Kita belum tahu mesti bagaimana harus menanggapi rekomendasi," kata Zamkhani.

Selain itu, Zamkhani mengatakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan dengan KMK RI No 469/KMK.06/2014 tentang Penetapan Nilai Penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam modal usaha Perusahaan Perseroan ke PTPN III (Persero) sebanyak Rp10,1 triliun.  "Penetapan nilai modal negara yang ditambahkan sudah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan," kata Zamkhani.

Menurut Kepala Biro Hukum Kementerian BUMN Hamra Samal  proses pengajuan IPO perlu meminta persetujuan dari Komisi VI DPR karena saham negara masih ada 10 persen di anak usaha Holding BUMN Perkebunan. Menurutnya selama masih ada saham negara di perusahaan BUMN, maka perlu meminta persetujuan pemerintah.

Hamra menampik pernyataan DPR dimana setelah pembentukkan holding maka pengawasan pemerintah akan berkurang. Menurutnya pengawasan negara akan tetap ada melalui induk holding BUMN Perkebunan. Nantinya bentuk pengawasan tersebut melalui masing-masing Direksi induk Holding BUMN Perkebunan, sebab mereka juga  akan menjadi Komisaris di masing-masing anak usaha Holding BUMN.

"Prosesnya IPO hampir sama dengan BUMN lainnya. Intinya selama masih ada saham negara maka persetujuannya hampir sama," kata Hamra.

Sementara itu, Direktur Utama Holding BUMN Perkebunan Bagas Angkasa mengatakan sebelum meminta persetujuan kepada DPR, perusahaan akan melakukan konsolidasi kepada seluruh perusahaan. Dia mengungkapkan dengan konsolidasi tersebut nantinya dapat mengetahui anak usaha yang memerlukan restrukturisasi utang. Bagas mengatakan saat ini jumlah total jumlah reevaluasi aset secara keseluruhan PTPN sebesar Rp69 triliun, dengan jumlah besaran lahan lebih dari 1 juta hektar.

Misalnya PTPN I (Persero), PTPN IV (Persero), PTPN II (Persero), PTPN XIV (Persero) dan PTPN XV (Persero). Menurutnya secara keseluruhan PTPN tersebut masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan pinjaman dari perbankan. Dia memperkirakan ketika sudah terbentuk Holding yang dipimpin oleh PTPN III (Persero) maka akan sangat mudah mendapatkan pinjaman kepada perbankan.

"Jadi nanti pembentukan holding, untuk penjaminan kepada perbankan akan dijamin oleh PTPN III dan PTPN IV," kata Bagas.

Sebelumnya,  Anggota Komisi VI DPR RI Ferrari Romawi mengingatkan agar ketika pembentukan holding BUMN perkebunan jangan sampai terjadi pelepasan aset. Sebab jika terbentuk holding tersebut secara otomatis ada perusahaan yang menjadi induk usaha dan anak usaha. Posisi anak usaha tersebut statusnya bukan lagi menjadi BUMN tetapi menjadi swasta.

Dia menjelaskan ketika anak usaha tersebut menjadi swasta, peran pemerintah sudah tidak lagi menjadi pengawas aset. Apalagi jika anak usaha tersebut diorientasikan oleh induk usaha menjadi perusahaan publik atau terbuka (Tbk). Hal itu dikarenakan jika anak usaha tersebut melakukan penawaran perdana saham umum (Initial Public Offering/IPO) maka tidak perlu meminta ijin pemerintah.

Apalagi aset yang dimiliki oleh PTPN bersinggungan dengan tanah milik masyarakat adat maupun ulayat. Bahkan aset berupa tanah juga rata-rata masih memiliki status sengketa. "Jangan sampai holding ini bertujuan untuk pelepasan aset melalui anak usaha yang melangsungkan IPO," kata Ferrari kepada Gresnews.com.

BACA JUGA: