JAKARTA, GRESNEWS.COM - Unit Human Trafficking Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terus mengembangkan kasus perbudakan oleh PT Pusaka Benjina Resources (PBR). Dalam kasus tersebut, pihak Bareskrim Polri menyatakan akan ikut menelisik keterlibatan korporasi. Korporasi yang dimaksud adalah keterlibatan PBR sendiri dalam kasus perdagangan manusia ini.

Sebab salah satu tersangka merupakan penanggung jawab pimpinan PBR Mukhlis Ohoitenan. "Itu secara otomatis akan menjerat korporasi sesuai Pasal 13 (UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang), jika terbukti ada keterlibatan langsung pimpinan akan dikenakan pasal berlapis," kata Kepala Unit Human Trafficking Anti Perdagangan Orang Bareskrim Polri AKBP Arie Darmanto di Bareskrim Polri, Rabu (13/5).

Penyidik Bareskrim juga akan melakukan sita aset, pencabutan izin dan sanksi administratif jika ditemukan adanya keterlibatan PBR secara langsung. Keterlibatan langsung korporasi akan didasarkan dari keterangan saksi-saksi dan tersangka.

Bareskrim sendiri telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus perbudakan Benjina ini. Lima diantaranya merupakan nakhoda kapal berkewarnegaraan Thailand. Ketujuh tersangka tersebut adalah Hatsaphon Phaetjakreng, Boonsom Jaika, Surachai Maneephong, Somchit Korraneesuk (nakhoda kapal), Hermanwir Martino selaku Pjs Pimpinan PT PBR serta seorang pria bernama Mukhlis Ohoitenan yang turut berperan melakukan perdagangan orang.

Sementara nakhoda KM Antasena 838 atas nama Yongkut N masih akan dilakukan pemanggilan tersangka karena masih dalam proses hukum oleh PSDKP Tual.

Menurut Arie, penetapan tersangksa dilakukan setelah tim Satgas Polri memeriksa 50 ABK secara acak dari keseluruhan korban yang jumlahnya mencapai 357 orang berkewarnegaraan asing. Para korban ini diketahui mengalami penyekapan yang lamanya berkisar antara antara satu hingga enam bulan lamanya.

Selain memeriksa korban, Arie mengungkapkan, pihaknya juga melakukan pemeriksaan terhadap 16 saksi yang terdiri atas pihak imigrasi, syahbandar dan staf serta petugas keamanan PT PBR. Ada 49 Seaman Book Thailand dan 24 KTP warga Myanmar disita sebagai barang bukti. Ada juga catatan ABK yang dilakukan penyekapan, crew list, dhasuskim, gembok dan kunci tempat penyekapan serta lima kapal yaitu Kapal Antasena 311, Antasena 141, Antasena 142, Antasena 309 dan Antasena 838.

Kelima nakhoda yang diduga keras melakukan tindak pidana perdagangan orang dijerat UU Nomor 21 Tahun 2007 Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Tersangka Mukhlis dijerat dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Hermanwir juga dijerat dengan pasal yang sama dengan yang disangkakan kepada Mukhlis, namun dia ditambahkan dengan sangkaan melanggar Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang menyatakan, tersangka dalam melakukan tindak pidana tersebut bertindak untuk atas nama perusahaan, yaitu PT PBR.

Modus yang digunakan dalam tindak pidana perdagangan orang oleh PT PBR ini, Arie menjelaskan, dilakukan dengan cara merekrut warga negara Myanmar di Thailand dan memalsukan dokumen Seaman Book. Para korban dibawa atau diangkut masuk ke wilayah negara Indonesia oleh nakhoda kapal.

Kemudian ABK warga negara Myanmar dipekerjakan dengan waktu kerja yang berlebihan dan dengan gaji yang tidak jelas. Bagi ABK yang malas bekerja, ketinggalan kapal, lari dari kapal dan lain-lain dilakukan penyekapan atau dimasukkan ke dalam ruang tahanan yang berada di PT PBR.

Arie mengatakan kemungkinan tersangka bakal bertambah, salah satu adalah nakhoda kapal yang akan ditangkap. Akan ada delapan orang lagi yang dibidik menjadi tersangka. Sebagian besar adalah nakhoda kapal. Polisi mengatakan telah menyita sembilan kapal sebagai barang bukti. "Hari ini Kapolres Aru sudah melakukan penyitaan kapal," kata Arie.

Kepala Bareskrim Polri Komjen Budi Waseso mengatakan pelaku yang ditahan merupakan aktor-aktor utama dalam kasus perdagangan orang ini. Karena kendala teknis, Kabareskrim menyebutkan barang bukti kapal disita akan dilakukan dengan cara difoto.

Polri sendiri membentuk tim khusus ini berdasarkan Laporan Polisi Nomor P/16/III/2015/Maluku/Res.Aru/Sek.Aru Tengah, tertanggal 03 Maret 2015 lalu untuk mengungkap kasus perbudakan Benjina ini. Diketahui ada ratusan ABK asal Myanmar, Kamboja dan Laos meminta pemerintah Indonesia memulangkan mereka karena tidak tahan disiksa. Mereka mengaku dipaksa bekerja keras tanpa upah setimpal dan pelayanan kesehatan yang memadai.

BACA JUGA: