JAKARTA, GRESNEWS.COM – Sejumlah undang-undang (UU) yang terkait moneter dan kelistrikan antara lain UU Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dianggap telah "keluar" dari Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang mengancam kesejahteraan masyarakat. Ketiga UU tersebut perlu dikembalikan kepada kiblat konstitusi dengan menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan ini dilakukan oleh pengurus Muhammadiyah dan sejumlah pihak lain diantaranya Eddy Swasono, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Ichsanuddin Noorsy, Serikat Pekerja PLN, dan Koalisi Anti Utang. Mereka mengajukan uji materi tiga UU secara terpisah ke MK.

Terkait hal ini, Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyebut gugatan uji materi ke MK dilakukan sebagai upaya lanjutan dari "jihad konstitusi" untuk mengembalikan UU pada "kiblat konstitusi". Sebelumnya, Muhammadiyah memang rajin mengajukan gugatan terkait UU yang memberikan pengaruh luas untuk masyarakat. Adapun gugatan yang diajukan Muhammadiyah dan dibatalkan MK diantaranya sejumlah pasal dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (UU Migas). Akibat putusan ini Badan Pengelola (BP) Migas akhirnya dibubarkan.

Selanjutnya, baru-baru ini MK membatalkan seluruh pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA). Dampaknya pengelolaan sumber daya air harus dikembalikan dari swasta ke negara. Terkait uji materi yang baru diajukan ia menyatakan belum bisa menyebutkan pasal mana saja yang diuji. "Kami sampaikan dalam sidang pengujian," ujar Din usai mendaftarkan gugatan uji materi ke MK, Jakarta, Senin (20/4).

Pemohon lainnya Ichsanuddin Noorsy menjelaskan lebih detail soal pengujian UU Lalu Lintas Devisa dan Sistem Mata Utang. Menurutnya, UU ini didasari pada hukum penawaran dan permintaan atas kebutuhan rupiah sehingga nilai mata uang dilepas dengan sistem mengambang bebas (free floating exchange rate). Akibat aturan ini diberlakukan pada Juli 1997, nilai rupiah sempat melonjak hingga Rp16 ribu per 1 dolar AS pada tahun tersebut.

"Padahal sejak 1964 hingga 1997 nilai rupiah cenderung stabil. Tapi sejak dilepas di pasar bebas, rupiah terus mengalami fluktuasi dan tidak karuan," ujar Ichsanuddin pada kesempatan yang sama.

Lalu UU ini, menurutnya, diperparah dengan kehadiran UU Penanaman Modal. UU Penanaman Modal, menurutnya, memungkinkan semua aset termasuk bunga dan keuntungan bisa ditransfer dan direpatriasi dalam valas oleh penanam modal termasuk asing, sehingga bidang usaha termasuk sektor-sektor penting bagi negara bisa dibuka investasinya bagi asing.

Akibat dua UU ini, negara dianggap gagal dalam menghadirkan stabilitas harga dan pemerintahan yang baik untuk hajat hidup orang banyak.

Terkait dengan UU Kelistrikan, Marwan batubara menilai pengelolaan listrik yang dijamin negara tidak dijalankan secara utuh. Sebab dalam pengelolaannya masih terdapat peran pihak swasta. Contohnya dalam program 35 ribu mega watt yang dijalankan PLN, sebanyak 25 ribu mega watt dilaksanakan swasta. "Kasusnya sama seperti pengujian UU Migas dan UU SDA," ujar Marwan.

BACA JUGA: