JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perkara hak tagih (cessie) Bank BTN melalui Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) yang diduga melibatkan PT Victoria Securities International Corporation (VSIC) bak merangkai kepingan puzzle. Kejaksaan Agung yang baru-baru ini menggeledah kantor PT Victoria Securities Indonesia (VSI) dinilai salah alamat sebab dua perusahaan ini tidak saling terkait dan berbeda badan hukum.

"Kami tidak mengenal VSI, kami tidak ada kaitan," kata kuasa hukum VSIC, Irfan Aghasar, kepada gresnews.com, Rabu (26/8).

Pernyataan Irfan membantah pernyataan Kepala Subdirektorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Sarjono Turin yang menyatakan antara VSI dan VSIC terafiliasi. Irfan mengaku saat ini VSIC dipimpin Budi Guntaran sebagai Direktur Utama dan Purnawirawan Jenderal Fahrurrozy sebagai salah satu direkturnya. Irfan menegaskan, VSIC tidak memiliki perwakilan di Indonesia. Dia juga mengaku tidak mengenal orang-orang di VSI.

Namun tim penyidik Kejaksaan Agung memiliki petunjuk lain. VSI dan VSIC memiliki keterkaitan. Hal itu dibuktikan dari hasil penggeledahan kantor VSI beberapa waktu lalu. Penyidik menemukan petunjuk ada keterkaitan VSI dan VSIC.

Sarjono Turin menegaskan penggeledahan di kantor VSI bukan tanpa alasan. Begitu juga tudingan salah alamat dan prosedur yang dilakukan penyidik. Penggeledahan itu menegaskan bukti kuat terjadinya pidana yang merugikan negara sekitar Rp425 miliar. "Kedua perusahaan ini terafiliasi," kata Turin.

Victoria Securities Indonesia didirikan pada 2011 dan sejak 2012 menjalankan aktivitas sebagai perusahaan sekuritas setelah induk usahanya, PT Victoria Investama, Tbk/VICO (sebelumnya bernama PT Victoria Sekuritas), melakukan restrukturisasi organisasi perusahaan. VICO merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang investasi. Perseroan memiliki entitas anak yaitu PT Victoria Securities Indonesia ("VSI") yang bergerak di bidang perdagangan efek dan penjaminan emisi efek, PT Victoria Insurance ("VINS") yang bergerak di bidang jasa asuransi umum, dan PT Victoria Manajemen Investasi ("VMI") yang bergerak dalam bidang manajer investasi. Susunan pemegang saham VICO adalah PT Gratamulia Pratama (78,64%), publik (21,56%), dan Suzanna Tanojo (0,79%)--sekaligus duduk sebagai presiden komisaris.

KRONOLOGI PENGGELEDAHAN - Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No: Print-23/F/Fd.1/04/2015 tanggal 7 April 2015 tentang dugaan tindak pidana korupsi penjualan tiga hak tagih/cessie oleh BPPN tahun 2013 kepada VSIC, penyidik telah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan saksi dari berbagai pihak yakni saksi dari BPPN, debitur, Kementerian Keuangan dan Investor VSIC. Sekadar tahu, definisi dari cessie berarti pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditor. Dasar alasan adanya pengalihan hak yang demikian adalah kepentingan komersial tertentu.

Namun, saksi Suzanna Tanojo, pemilik dan komisaris PT VSI, dan Lita Rosela selaku Direktur VSIC sekaligus sekretaris Suzanna Tanojo, ‎tidak memenuhi panggilan sebanyak empat kali tanpa alasan sehingga penyidik memutuskan untuk melakukan penggeledahan.

Penggeledahan 12 Agustus 2015
Berbekal persetujuan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Satgassus mendatangi alamat kantor Victoria Securities Indonesia (VSI) di Gedung Panin Bank, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, untuk melakukan penggeledahan.

Saat mendatangi alamat tersebut, diperoleh informasi bahwa kantor VSI telah pindah ke gedung Panin Tower lantai 8 Senayan City, Jakarta Pusat. Satgassus dibantu tenaga IT Forensik, Tim PAM Intelijen, dan personel kepolisian lalu bergerak ke alamat tersebut.

Pukul 16.00 WIB, tim melakukan penggeledahan di tiga ruang yakni ruang kerja Aldo Yusuf Cahaya selaku Komisaris PT VSI, ruang kerja Suzanna Tanojo dan ruang kerja Lita Rosella. ‎Saat tim menggeledah ruangan Aldo, ternyata diam-diam Suzanna Tanojo dan Lita Rosela yang berada di ruangan itu meninggalkan ruangnya dari pintu belakang. Perlengkapan pribadi berupa HP, tas, laptop, sweater, uang tunai dollar singapura dan rupiah tertinggal di dalam ruangan.

Dari hasil penggeledahan di tiga ruang tersebut disita dokumen berupa akta pendirian PT Victoria Securities beserta perubahannya yang terakhir bernama PT VSI, scan Surat Panggilan semua saksi dari PT VSI antara lain Suzanna Tanojo dan Lita Rossela yang beralamat Jalan Sudirman komplek Gelora Senayan.

Disita pula sepucuk senjata api peluru karet jenis pistol merek Walther beserta peluru ditemukan. Sekitar pukul 23.00 WIB, penyidik Satgassus didatangi oleh Polisi Jatanras Polda Metro Jaya sebanyak kurang lebih 10 orang menanyakan keabsahan tindakan penggeledahan.

Sekitar pukul 24.00 WIB, penyidik Satgassus kembali didatangi Polisi dari Reskrimsus Polda Metro Jaya sebanyak 7 orang. Mereka kembali menanyakan keabsahan tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik Satgassus‎.

Setelah diberi penjelasan oleh penyidik, polisi dari Jatanras dan Reskrimsus dapat memahaminya dan selanjutnya kembali ke kantor. Penggeledahan pun rampung Kamis (13/8) sekitar pukul 02.00 WIB.

Kamis, 13 Agustus 2015
Penggeledahan dilakukan lagi dan dimulai sekitar pukul 13.00 WIB sampai 23.00 WIB ditemukan dan disita antara lain; satu lembar fotokopi surat No: 662/Bks.ut/L.A/1997 tanggal 10 November 1997 perihal pemecahan sertifikat PT Adyaesta Ciptatama dari Bank Tabungan Negara (Persero) yang ditujukan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Karawang.

Fotokopi dokumen Surat Pernyataan Penyerahan Sertifikat dari PT Adyaesta Ciptatama dan Fotokopi dokumen Surat No: 400/N/XI/1997 tanggal 19 November 1997 dari Notaris Ida Suryana, notaris di Karawang, yang ditujukan kepada PT BTN cabang Bekasi.

Satu bundel asli dan fotokopi dokumen dalam bussiness file, bussiness day PT Victoria Sekuritas periode 24 Maret 2006. ‎Satu kotak kartu nama atas nama Jenderal TNI (purn) Fahrurrozy selaku Direktur Victoria Securities International Corp dengan alamat Wisma Bakrie 2, Rasuna Said Kav. B-2 Jakarta.

Empat lembar asli dokumen yang bertuliskan "debitur: PT Jestrindo Surya Cemerlangz". Satu bundel asli dokumen yang bertuliskan Laporan Hasil Peninjauan Tanah PT Sentra Loka Adyabuana‎. Satu lembar fotokopi Surat Perintah Kerja No: 024/PT.SA/IX/2014 tanggal 1 September 2014 dari PT Sentraloka Adyabuana yang ditujukan kepada Suzanna Tanojo.

Jumat, 14 Agustus 2015
Penggeledahan ketiga dimulai 09.00 WIB. ‎Ditemukan dan disita antara lain;‎ dokumen daftar aset kredit yang akan dilelang oleh BPPN tahun 2002/2003, Hak tagih/cessie yang dibeli oleh VSIC hasil lelang oleh BPPN,‎ beberapa cap stempel dan stempel tanda tangan dari perusahaan, baik perusahaan berbadan hukum asing maupun berbadan hukum Indonesia,‎ dokumen surat menyurat VSIC yang dibuat dan ditandatangani oleh Lita Rossela dan Ong Jee Moh selaku Direktur.

Selasa, 18 Agustus 2015
Penggeledahan dimulai 14.00 WIB yang merupakan kelanjutan dari penggeledahan sebelumnya dengan menginventarisasi surat dokumen yang terkait dengan perkara yang sedang disidik.


PANGGIL PAKSA DIREKTUR VSI - Penyidikan kasus cessie BPPN ini terus berlanjut meskipun pihak VSI mengadu ke DPR RI dan VSIC mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk minta perlindungan hukum. Jaksa Agung HM Prasetyo akhirnya menjelaskan kasus ini kepada pimpinan DPR.

Di tengah kontroversi, tim penyidik pada Selasa (25/8) kemarin bertindak tegas terhadap direksi VSI. Penyidik menjemput paksa Direktur Lelang PT Victoria Sekuritas Indonesia (VSI), Lies Lilia Jamin. Penjemputan paksa dilakukan karena yang bersangkutan tiga kali mangkir.

"Penjemputan paksa terpaksa dilakukan, karena dia (Lies) sudah tiga kali dipanggil secara patut oleh penyidik, tetapi selalu tidak diindahkan. Penjemputan ini untuk memeriksa yang bersangkutan," kata Kasubdit Penyidikan, Sarjono Turin, di Kejaksaan Agung, Rabu  (26/8).

Namun, sampai usai pemeriksaan, Lies belum berubah status menjadi tersangka, tapi masih tetap sebagai saksi. "Masih sebagai saksi. Kami masih mengumpulkan keterangan dan alat bukti cukup. Baru kemudian dibawa ke forum ekspose (gelar perkara) dan ditetapkan para tersangka," kata Turin.
 ‎
Lebih lanjut, Turin menyampaikan bahwa semua pihak yang terkait dan patut diduga terlibat dalam kasus ini, akan diperiksa, termasuk pemilik PT Victoria Securities International Corporation (VSIC), PT Victoria Sekuritas Indonesia (VSI) dan PT Victoria Investama, Alimin.

"Bahkan Prajogo Pangestu sekalipun, meski bukan dia langsung terkait pembelian aset PT Adistra Citratama (AC) di BPPN," terang Turin.

Nama konglomerat ini muncul seiring terungkapnya pemilik PT First Capital, yang memenangkan lelang aset PT AC di BPPN sebesar Rp69 miliar, tetapi lalu dibatalkan karena asetnya tidak sesuai dengan faktanya.


PANGGIL EKS KEPALA BPPN - Tim penyidik terus mendalami kasus cessie yang diduga akan membuka kasus-kasus lainnya. Dalam rangkaian penyidikannya, Penyidik Kejaksaan Agung mengaku telah memeriksa mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung. "Sudah (diperiksa-red) satu kali," singkat Turin tanpa merinci kapan pemeriksaan pertama tersebut.

Jika keterangannya dibutuhkan, penyidik akan kembali melakukan pemanggilan. "Syafruddin bisa diperiksa lagi," kata Turin.

Seperti diketahui, kasus ini berawal ketika PT AC meminjam kredit ke Bank BTN, untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare. Dalam pemberian kredit, Bank pelat merah itu mengucurkan anggaran sekitar Rp469 miliar. Sayangnya pembangunan proyek tersebut tidak berjalan mulus, lantaran terjadi krisis moneter. BTN saat itu masuk dalam program penyehatan BPPN.
 
Sedangkan aset-aset terkait kredit yang mandek karena krisis, kemudian dilelang oleh BPPN. Untuk melunasi tunggakan sebesar Rp 266 miliar, PT AC telah mengajukan kesanggupan pembayaran tunai sebesar Rp 176 miliar pada 20 November 2000. Anehnya, justru ditolak BPPN yang meminta pelunasan sebesar Rp 247 miliar.

Di kemudian hari piutang tersebut dilelang dan dimenangkan oleh PT First Capital senilai Rp 69 miliar. Karena alasan kurang lengkapnya dokumen maka First Capital mundur.

BPPN kemudian melakukan program penjualan aset kredit IV (PPAK IV) pada tanggal 8 Juli 2003 hingga 6 Agustus 2003. Lelang tersebut dimenangkan oleh Victoria Securities Internasional dengan harga yang lebih murah lagi, yakni Rp 26 miliar.

PT AC sudah melakukan penawaran pelunasan kepada Victoria dengan harga diatas penawaran BPPN, yakni Rp 266 miliar (18 April 2013). Namun Victoria justru menaikan harga secara tidak rasional yakni Rp 1,9 triliun. PT Adyaesta kemudian melakukan penawaran ulang sebesar Rp 300 miliar yang direspons Victoria dengan makin melambungkan harga pelunasan sebesar Rp 2 triliun.

Adanya dugaan konspirasi antara BPPN dengan Victoria inilah yang disinyalir sebagai tindak pidana korupsi. Sehingga, Juli 2013, kasus ini dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Jakarta.

Pihak yang dilaporkan adalah mantan Kepala BPPN Syafruddin Tumenggung, Rita Rassela Direktur PT Victoria Securities International, Suzanna Tanojo dan Mu´min Ali Gunawan dari Panin Group, Ong Jee Moh, orang yang menandatangani akta perjanjian jual-beli piutang senilai Rp 26 miliar, dan Cahyadi Ayung. 

Sebagai catatan, Mu´min Ali Gunawan alias Lie Mo Ming adalah pendiri Bank Pan Indonesia (Panin). Saudara ipar pemimpin Grup Lippo Mochtar Riady (Baca: Hikayat Jokowi dan "Orang-Orang" Lippo) ini sekarang menduduki sejumlah posisi penting di perusahaan publik yang melantai di bursa efek.

Di PT Panin Sekuritas Tbk (PANS), Mu´min menjabat presiden komisaris. PANS adalah perusahaan efek yang sahamnya dimiliki oleh PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) sebanyak 29%, PT Patria Nusa Adamas (30%), dan publik 41%.

Di PT Panin Insurance Tbk (PNIN), Mu´min juga duduk sebagai presiden komisaris. PNIN menjalankan usaha di bidang asuransi kerugian. Pada tahun 2014 PT Panin Insurance Tbk melakukan aksi korporasi yaitu mengalihkan seluruh portofolio pertanggungan ke anak perusahaan dan berubah nama menjadi PT Paninvest Tbk serta melakukan perubahan kegiatan usaha di bidang periwisata. PT Paninvest Tbk tergabung dalam Panin Grup, kelompok usaha yang bergerak di sektor jasa keuangan yaitu perbankan, asuransi jiwa, asuransi umum, pembiayaan dan sekuritas. Pemegang saham PNIN adalah PT Panincorp (29,71 %), publik (28,13%), PT. Famlee Invesco (18,28%), Crystal Chain Holding Ltd (9,68%), Dana Pensiun Karyawan Panin Bank (8,07%), dan Omnicourt Group Limited (6,13%).

Di PT Panin Financial Tbk (PNLF), Mu´min juga duduk sebagai presiden komisaris. PNLF adalah salah satu anggota perusahaan Panin Group yang bergerak di berbagai sektor jasa keuangan. Perseroan bergerak di bidang usaha penyedia jasa konsultasi manajemen, bisnis dan administrasi sejak mengalihkan portofolio pertanggungan asuransi jiwanya kepada entitas anaknya yakni PT Panin Anugrah Life (Panin Life) pada 2010. Kegiatan usaha penunjang yang dilakukan perseroan diantaranya melakukan investasi pada aset bergerak dan tidak bergerak serta memberikan jasa penasihat investasi. Pemegang saham terdiri dari PT Paninvest Tbk - PNIN (54,38%), publik (40,58%), dan PT Prudential Life Assurance (5,04%).

Sejak pelaporan Juli 2013 hingga Maret 2015 keenam terlapor sudah diperiksa kejaksaan. Pada April 2015 keluarlah sprindik dari Kejaksaan Agung untuk menyidik kasus ini.

KASUS DI BARESKRIM - Kasus yang ditangani Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) tidak terkait langsung dengan yang ditangani Kejaksaan Agung. Kasus yang ditangani Bareskrim adalah kasus dugaan penggelelapan tanah SHGB yang dilaporkan VSIC terhadap Direktur Utama PT Adyaesta Ciptatama, Johnny Widjaja.

"Kami sedang tangani, itu kan kasusnya awalnya dilaporkan penggelapan, ada juga penipuan, di situ juga ada pemalsuan," kata Budi Waseso di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/8).

Saat ini polisi tengah mendalami kasus penggelapan tersebut dengan memintakan alat bukti pembanding terkait dokumen yang dipalsukan oleh yang bersangkutan. Kasus yang diduga dilakukan oleh direktur anak perusahaan Adyaesta Grup ini masih dalam tahap penyelidikan.

Sebelumnya, tim kuasa hukum VSIC menyayangkan Johnny, Direktur Utama PT Adyaesta Ciptatama,itu bebas berkeliaran. Padahal Johnny yang telah melakukan penggelapan tanah SHGB. Johnny adalah pihak yang melaporkan kasus cessie ini ke Kejaksaan. "Jadi Johnny Widjaja ini mengelabui BPN Karawang dan menggelapkan tanah jaminan di SHGB 1," kata Irfan Aghasar, salah satu tim kuasa hukum VSIC, di Jakarta, Jumat (21/8).

BACA JUGA: