JAKARTA, GRESNEWS.COM - Persidangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) memang menjadi magnet tersendiri. Selain adanya dugaan keterlibatan puluhan anggota dewan dan unsur Kementerian Dalam Negeri, perkara ini juga kerap menimbulkan kejadian langka yang bisa dibilang tidak bisa dinalar dengan pikiran.

Setidaknya begitulah pendapat majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta saat mendengar kesaksian Miryam S. Haryani. Wanita yang kerap disapa Yani ini adalah mantan anggota Komisi II sekaligus Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

Majelis hakim dibuat heran atas pernyataan Yani untuk mencabut semua Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditandatanganinya dalam proses penyidikan. Awalnya hakim anggota Franky Tambuwun menanyakan perihal tugas pokok dan fungsi Yani baik sebagai anggota Komisi II maupun Banggar DPR RI.

Kemudian hakim menanyakan jumlah anggaran dalam proyek e-KTP ini. "Lupa-lupa ingat. BAP Isinya tidak benar," kata Yani, Kamis (23/3).

"Kalau tanda tangan berarti akui isinya," sanggah Hakim Franky. Selanjutnya hakim kembali mengajukan pertanyaan apakah mengenal sosok Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan pernah diminta bantuan olehnya.

Tetapi, Yani membantah hal tersebut. Ia mengaku sama sekali tidak mengenal Andi apalagi dimnta bantuan oleh pengusaha itu. Hakim lantas membacakan lagi BAP milik Yani yang bertentangan dengan keterangannya saat ini.

"Disini (di BAP) keterangan saudara anda dimintai bantuan Komisi II untuk bantu menerima sesuatu dari pihak ketiga jika dukcapil beri sesuatu?" tanya Hakim Franky yang kembali disanggah oleh Yani.

Begitu pula saat ditanya keterangannya dalam BAP mengenai proyek e-KTP adalah milik Partai Golkar dan anggaran e-KTP merupakan milik Partai Demokrat dan Golkar, Yani lagi-lagi membantahnya.

ALASAN TAK MASUK AKAL - Hakim Franky pun geram mengapa Yani tidak mengakui segala keterangannya yang tertera dalam BAP. Ia menanyakan alasan mengapa pernyataan Yani sangat bertolak belakang dengan keterangan sebelumnya yang sudah dibaca dan ditandatanganinya sendiri.

"Saya diancam Pak sama penyidik. Saya baru duduk. Itu yang terjadi. Saya diancam sama penyidik tiga orang. Pake kata-kata pak," klaim Yani.

"Jadi waktu saya dipanggil tiga orang. Seingat saya Novel, Damanik satu lagi lupa. Saya baru duduk beliau bilang bu tahun 2010 mestinya ibu sudah ditangkap. Saya enggak tahu alasannya. Saya ditekan. Saya tertekan waktu saya disidik. Sampe dibilang saya mau dipanggil. Saya enggak mau Pak," ujar Yani menjelaskan.

Hakim kemudian kembali mengajukan pertanyaan apakan Yani pernah menjadi perantara pemberian uang bagi para anggota dewan dan juga menerima uang terkait kasus ini. Dan Yani pun masih konsisten akan sanggahannya dengan membantah hal tersebut, termasuk menerima uang Rp50 juta dari Ketua Komisi II saat itu.

Dan jawaban ini kembali menimbulkan rasa penasaran hakim Franky. Ia menanyakan apa motif Yani saat dirinya menyampaikan keterangan tersebut saat proses penyidikan. "Untuk menyenangkan mereka. Saya jawab asal aja," ucapnya.

"Saksi tolong jangan anu lah. Ini kepentingan seluruh rakyat. Ini sekarang dari saudara. Apa dasar saudara sebut ini. Saya pernah diberi uang dipanggil ke Komisi II diberi uang 50 juta," tegas Hakim Franky.

"Tidak. Penyidik katakan saya juga pernah saudara Aziz Syamsudin dan Bambang Soesatyo, saya periksa disini sampai mencret-mencret. Saya ngomong karena mau cepet-cepet keluar ruangan, karena saya takut," kilah Yani.

Yani pun sempat sesenggukan di ruang sidang. Ia kemudian mengaku sempat menangis di kamar mandi pada saat proses pemeriksaan. Tak hanya itu, ia juga meminta mencabut seluruh keterangan yang sudah ditandatangani di BAP.

"Saya minta seluruhnya saya cabut keterangan semuanya itu. Enggak bisa dibayangin perempuan digituin. Pak Novel makan duren ke ruangan bau mulutnya bikin saya mual. Justru saya ingin meluruskan kebenaran," pungkas Yani.

Pernyataan yang dilontarkan oleh Yani membuat tim penasehat hukum yang dipimpin Susilo Ariewibowo geram. Sebab pernyataan Yani dianggap bisa memperberat tanggungjawab yang akan ditanggung oleh kliennya khususnya terdakwa II yaitu Sugiharto.

Alasannya, jika Yani membantah semua pemberian atau aliran uang, maka secara otomatis kerugian keuangan negara akan ditanggung Sugiharto. Susilo juga menyebut pihaknya akan mengkonfrontir Yani dengan saksi-saksi lain seperti para perantara uang.

"Meskipun dia enggak akui kami masih ingin ajukan pertanyaan. Karena seluruh pemberian terdakwa II diingkari ini tentu merugikan terdakwa II. Saya mohon dicatat, saya minta dikonfrontir dengan saksi yang kami akan hadirkan si pengantar uang. Pak Sugiharto dan Pak Yosep," ujar Susilo.

Dan pernyataan ini pun didukung Jaksa KPK. Abdul Basir, salah satu tim Jaksa menganggap pihaknya masih perlu menghadrikan Yani untuk mengonfirmasi berbagai hal yang berkaitan dengan perannya dalam perkara ini.

Basir juga akan mengkonfrontir Yani dengan seluruh nama penyidik yang disebutkan diatas. Selain penyidik, KPK juga akan menghadirkan saksi lainnya yang dianggap relevan dan keterangannya bisa menyanggah pernyataan yang disampaikan Yani.

"Kami mencoba, tentu setuju dengan perintah majelis akan verbal lisan, kami juga setujui temen-temen penasehat hukum ada saksi-saksi lain yang mendukung tentu kita akan menghadirkan itu di sidang berikutnya, tentang namanya siapa kami belum bisa sebutkan hari ini," pungkas Jaksa Basir.

BACA JUGA: