JAKARTA, GRESNEWS.COM - Upaya calon Bupati Nabire, Papua Decky Kayame menggugat Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkait pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Nabire telah dikandaskan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Meski begitu, Decky tak menyerah untuk terus menggugat SK Mendagri Nomor 131.91-818 tahun 2016 (Bupati) dan SK Mendagri Nomor 132.91-819 tahun 2016 (Wakil Bupati) itu.

Decky tetap berkeyakinan bahwa pengangkatan kedua pejabat itu tidak sah karena telah terjadi kecurangan dalam pemilihan kepala daerah kabupaten Nabire tahun 2015 lalu. Karena alasan itulah, dia mengajukan upaya hukum perlawanan atas keputusan PTUN untuk men-dismissal gugatan yang dia ajukan.

Dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, bila perkara itu disidangkan, akan membuang-buang waktu, tenaga dan biaya.

Sidang proses perlawanan atas dismissal gugatan Decky oleh PTUN itu, dilangsungkan hari ini, Rabu (20/7) di PTUN Jakarta. Dalam persidangan yang diketuai hakim Tri Cahya Indra Permana itu, Decky selaku pihak pelawan menghadirkan dua saksi ahli. Mereka adalah mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan dan ahli hukum tata negara Margarito Kamis.

Dalam keterangannya di muka sidang, Margarito Kamis selaku saksi ahli menyatakan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 131.91-818 Tahun 2016 dan SK Mendagri Nomor 132.91-819 Tahun 2016 perlu dicermati ulang. Dia menilai, jika SK diterbitkan melalui prosedur yang salah, maka SK tersebut harus dibatalkan.

"Batal SK itu kalau ada kesalahan pada prosedur KPU (Komisi Pemilihan Umum-red) kemudian Mendagri tidak diverifikasi. Bagaimana SK bisa menghasilkan keputusan yang salah," ungkap Margarito dalam persidangan dengan agenda kesaksian ahli di PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer Baru Timur, Rabu (20/7).

Menurut Margarito, SK Kemendagri tidak terbit tanpa melalui proses rangkaian sebelumnya. SK merupakan puncak dari proses rangkaian yang mendahuluinya. Oleh karena itu, penting bagi Mendagri untuk memeriksa dan memastikan bahwa prosedur harus telah dilakukan dengan baik. "Mesti ditelusuri prosedurnya sebelum menerbitkan SK," urai Margarito.

"Jika usulan yang diajukan DPRD atau Gubernur ke Mendagri dengan nama yang salah, apakah juga disahkan? tentu perlu kehati-hatian Kemendagri untuk memeriksa dan memverifikasi apa yang diajukan," kata Margarito mencontohkan.

Terkait dengan putusan dismissal oleh hakim PTUN dalam perkara Bupati Nabire, Margarito juga menjelaskan bahwa PTUN perlu memiliki kewenangan untuk memeriksa perkara tersebut. Margarito memandang, SK yang diterbitkan Kemndagri soal pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati terpilih Kabupaten Nabire merupakan keputusan Tata Usaha Negara.

Dengan begitu, hanya melalui PTUN, jalan untuk menguji apakah SK tersebut sudah berdasarkan prosedur yang atau tidak. "Kan mesti dikoreksi. Koreksinya melalui apa yang melalui pengadilan," kata Margarito.

Decky dalam gugatannya memang menegaskan, kedua SK tersebut tidak sah karena diterbitkan saat status bupati dan wakil bupati terpilih masih dalam proses gugatan terkait dugaan kecurangan saat pilkada. Kuasa hukum Decky, Jou Hasiym, menyatakan dengan alasan itu sangat dimungkinkan Mendagri menunda penerbitan SK pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati.

Dia juga menyayangkan sikap majelis hakim PTUN yang menolak gugatan itu dengan alasan bukan kewenangan PTUN untuk menyidangkan. "Seharusnya hakim berani membuat terobosan hukum untuk menggali perkara itu sehingga bisa mencapai rasa keadilan," kata Jou beberapa waktu lalu.

PERLU DISKRESI MENDAGRI - Sementara itu, saksi ahli lain yang diajukan pihak Decky, Maruarar Siahaan menegaskan, SK yang dikeluarkan Mendagri merupakan wilayah sengketa Tata Usaha Negara. "Sudah memenuhi syarat. SK itu kan dikeluarkan Mendagri sudah masuk wilayah sengketa TUN," kata Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu.

Mantan hakim MK ini juga mendorong Mandagri untuk melakukan diskresi jika terdapat kesalahan dalam penetapan Bupati. Dia menambahkan, jika Mendagri menemukan kesalahan ada putusan pengadilan setelah ditetapkan oleh KPU maka Menteri perlu melakukan diskresi. "Kalau sudah diketahui Mendagri, di sini diskresi perlu," tukas Maruarar.

Jika ada proses yang menyimpang, imbuh Maruarar, dan kepentingan umum diabaikan maka Mendagri menilai ulang. Dia bisa menolak dan menunda kalau itu (SK Mendagri) bertentangan dengan prinsip pemilu jujur adil. Itu yang dimaksud diskresi tindakan yang berbeda karena ada kebutuhan.

Kuasa hukum pelawan, Jou Hasiym mengaku sudah memberitahukan kepada KPU, DPRD termasuk Menteri Dalam Negeri bahwa terdapat kesalahan prosedural dalam pilkada. "Tapi dengan kaca mata kuda tetap saja dilanjutkan," ujar Jou.

Dalam tahapan pilkada, ada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang dipecat oleh KPU karena dianggap melakukan pelanggaran. Namun dalam proses hukum selanjutnya, PPK Distrik Dipa yang dipecat tersebut telah dibebaskan oleh pengadilan dengan putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Selain itu, kata Jou, ada pelanggaran yang dilakukan KPU Kabupaten Nabire dan Bawaslu bersama oknum kepolisian dengan mengambil formulir C1 yang kosong tanpa ditandatangani petugas KPPS untuk kemudian diserahkan kepada KPU Nabire. Jou juga mengatakan, sebelum terbitnya gugatan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga sedang memeriksa perkara mengenai pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang sedang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu Nabire sebagai teradu.

Dalam proses pemeriksaan tersebut, terbukti KPU dan Bawaslu melakukan pelanggaran etik yang berakhir dengan penjatuhan sanksi berupa peringatan keras. Hal itu terdapat dalam Keputusan DKPP Nomor 85/DKPP-PKE-V/2016 dan Nomor 86/DKPP-PKE-V/2016 tanggal 4 Mei 2016.

Padahal dugaan pelanggaran pada distrik tersebut mengakibatkan kerugian berupa pengurangan suara bagi pasangan Decky Kayame dan Adauktus Takerubun. Sayangnya, pengaduan tersebut, menurut Jou, diabaikan oleh Kementerian Dalam Negeri.

"Harusnya, kesalahan itu, dipertimbangkan oleh Mendagri sebelum mengeluarkan SK pengangkatan Bupati terpilih Kabupaten Nabire," ujarnya.

Sementara itu, Biro Hukum Mendagri yang diwakili Santoso Tuji Utomo menyatakan putusan hakim TUN sudah tepat dengan mendismissal kasus ini. Alasannya jelas karena perkara tersebut bukan menjadi kewenangan hakim PTUN. "Tepat, TUN tidak berwenang memeriksa perkara ini sehingga hakim mendismissal," ujar Santoso.

Terkait dengan upaya hukum penggugat untuk mengajukan perlawanan atas putusan hakim tersebut, Santoso tak mempermasalahkan. "Silakan saja, itu hak mereka untuk melakukan upaya hukum lainnya," tuturnya.

Hal senada juga disampaikan pengamat hukum tata negara dari Untirta Banten Firdaus. Dia menyatakan, ketetapan hakim PTUN mendismissal perkara tersebut sudah tepat. Menurutnya, bukan lagi wewenang pengadilan TUN.

"Kalau sudah ditetapkan oleh KPU dan setelah melalui proses di MK sudah tidak bisa lagi digugat. TUN kan hanya memeriksa proses administrasinya," ungkap Firdaus. Menurutnya, keputusan Mahkamah Konstitusi itu sifatnya final dan mengikat.

BACA JUGA: