JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Sejumlah tersangka dan saksi ramai-ramai mengembalikan uang dari dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Hal itu dilakukan menyusul Komisi Pemberantasan Korupsi gencar melakukan penyelidikan kasus tersebut. Hingga saat ini setidaknya KPK telah mengumpulkan sitaan uang hasil tidak pidana korupsi itu total mencapai Rp250 miliar.

Jumlah Rp220 miliar itu berasal dari 5 perusahaan, satu konsorsium dan sisanya sebagian berasal dari para anggota dewan. Hanya saja, Juru Bicara KPK Febri Diansyah tidak enggan mengungkap nama-nama perusahaan anggota DPR yang telah mengembalikan uang haram tersebut.

"Pengembalian uang itu berasal dari korporasi yaitu 5 perusahaan dan 1 konsorsium, untuk pengembalian dari perusahaan dan korporasi senilai Rp220 miliar, pengembalian dari 14 orang mencapai total sekitar 30 miliar," kata Febri di kantornya, Jumat (10/2).

Febri hanya menjelaskan dari 14 orang yang mengembalikan uang, sebagian diantaranya merupakan anggota dewan. "(Perinciannya) kami tidak menyampaikan nama orang atau korporasi yang sudah mengembalikan uang ke KPK," terang Febri.

Sedangkan mengenai korporasi yang mengembalikan, Febri hanya mengatakan jika ada lima perusahaan dan satu konsorsium. Tetapi ia juga enggan menyebut siapa saja nama-nama perusahaan tersebut.

Sebelumnya diketahui pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun pada tahun anggaran 2011 dan 2012.

PT PNRI mendapat tugas mencetak blangko E-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkat keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak, sementara PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko E-KTP dan personalisasi dari PNRI.

Untuk PT. Quadra disebut oleh Muhammad Nazaruddin --mantan Bendahara Umum Demokrat yang terpidana kasus korupsi Wisma Atlet dan kasus Hambalang-- dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana sebab memiliki kedekatan dengan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Irman yang menjadi tersangka dalam kasus ini. Sebelum proyek e-KTP dijalankan, Irman menurutnya sempat punya masalah dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). PT Quadra telah berjasa membereskan masalah tersebut melalui pembayaran jasa senilai Rp2 miliar. Untuk itu PT Quadra  masuk sebagai salah satu peserta konsorsium.


TAK MENGHILANGKAN PIDANANYA - Kendati ada pengembalian sejumlah uang hasil kejahatan. Febri menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah menghapus pidana mereka. Hal itu sesuai Pasal 4  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3," begitu bunyi pasal tersebut.

Meskipun tidak menghapus perbuatan pidana seseorang, Febri tetap menghimbau agar para pihak yang menerima uang dapat mengembalikannya secepat mungkin. Apalagi, dua orang yang telah menjadi tersangka dalam kasus ini perkaranya telah dilimpahkan ke penuntutan.

"Masih ada waktu bagi pihak-pihak lain yang pernah menerima aliran dana atau uang terkait e-KTP untuk mengembalikan ke KPK dan bersikap kooperatif akan lebih menguntungkan dan lebih baik bagi pihak-pihak yang akan menjadi alasan yang meringankan," terang Febri.

Sebelumnya KPK sendiri merasa yakin jika kasus korupsi ini tidak hanya melibatkan mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Irman serta anak buahnya, Sugiharto. Apalagi kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp2,3 triliun.

"Saya yakin kalau angka Rp2,3 triliun, tidak mungkin cuma 2 orang itu. Masih ada pihak-pihak terkait yang nanti akan bertanggung jawab," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta ketika itu.

Sejumlah pihak mulai dari anggota DPR RI, mantan Menteri Keuangan hingga mantan Menteri Dalam Negeri telah diperiksa tim penyidik. Salah satunya Ketua DPR RI Setya Novanto yang diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.

Namun Setya Novanto saat dicecar wartawan soal pemberian fee proyek e KTP sempat mengelak. "Enggak benar, enggak ada itu,” ujarnya di Kantor KPK, pada Selasa (13/12) lalu. Meskipun mengelak, namun Novanto tidak menjelaskan detail versinya tentang kasus tersebut. Dia hanya mengatakan, semua seluk beluk soal perkara itu sudah disampaikan ke penyidik KPK.

"Saya datang karena ini sangat penting, saya telah mengklarifikasi secara keseluruhan, semuanya sudah saya jelaskan dan soal substansinya silakan tanya pemeriksa," pungkasnya.

Hal senada dikatakan mantan Ketua DPR Ade Komaruddin. Ade mengaku tidak mengetahui rinci perkara tersebut, sekaligus membantah adanya aliran uang kepada dirinya.

Menyangkut e-KTP saya hanya tahu sedikit. Tentu saya jelaskan kepada penyidik dengan baik. Saya sampaikan apa adanya dan itu tentu merupakan bentuk dukungan saya kepada KPK," kata pria yang akrab disapa Akom ini.

Selama diperiksa KPK, Akom juga mengatakan tak ditanya soal aliran dana korupsi yang diduga diberikan kepada beberapa anggota DPR. "Kalau yang begitu saya tidak tahu. Saya sudah sampaikan semua yang saya tahu," tuturnya.

BACA JUGA: