JAKARTA, GRESNEWS.COM - Guru non-Pegawai Negeri Sipil (PNS) dianggap memiliki entitas berbeda dengan guru PNS, sehingga wajar ketika pemerintah tidak memberikan sertifikasi guru, gaji, dan tunjangan seperti yang diterima guru PNS. Sebab tiap anggaran yang dikeluarkan pemerintah harus berdasarkan hukum dan diusulkan oleh kementerian terkait.

Persoalannya, seringkali guru non-PNS yang tidak mendapatkan anggaran dari pemerintah terkait honor dan tunjangan tidak diangkat oleh pemerintah tapi oleh sekolah atau yayasan, sehingga sekolah yang bersangkutan yang harus bertanggung jawab atas honor dan tunjangan guru non-PNS.

Pandangan ini disampaikan ahli pemerintah dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen) dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pemohon yang terdiri dari guru non-PNS mempermasalahkan Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) huruf a, Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) UU Guru dan Dosen.

Pasal tersebut berisi ketentuan soal hak penerimaan gaji, tunjangan profesi dan sertifikat pendidik bagi guru. Persoalan pemohon, pada kenyataannya hanya guru PNS yang dapat menerima semua hak guru yang diatur dalam UU Guru dan Dosen, sedangkan guru non-PNS tidak mendapatkan hak tersebut.

Terkait hal ini, dalam agenda sidang mendengar keterangan ahli dari presiden yang menjadi Guru Besar Pendidikan Universitas Negeri Surabaya Muchlas Samani menjelaskan dalam UU Guru dan Dosen terdapat kategori guru yang terikat dengan aturan didalamnya. Diantaranya guru PNS yang ditugaskan di sekolah negeri dan guru PNS yang ditugaskan di sekolah swasta.

"Guru PNS terikat oleh aturan pegawai negeri," ujar Muchlas dalam keterangan di sidang pengujian UU Guru dan Dosen yang diketuai Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (14/4).

Ia melanjutkan kategori guru lainnya yaitu guru yang diangkat sebagai guru tetap oleh yayasan untuk sekolah tertentu dan guru tidak tetap yang ditugasi sekolah atau pemerintah maupun pemerintah daerah untuk mengajar mata pelajaran tertentu atau membina kegiatan tertentu di sekolah. Jenis guru ini tidak digolongkan ke dalam kategori PNS sehingga mereka tidak terikat sebagaimana guru yang berstatus PNS.

Guru non-PNS, menurutnya, hanya mendapatkan honor sesuai jam mengajar atau kegiatan yang dilakukan berdasarkan perjanjian kerja. Jenis guru ini juga seringkali menjadi karyawan di instansi lain sehingga dapat disimpulkan bahwa guru PNS dan guru non-PNS adalah entitas berbeda sehingga memiliki kewajiban yang juga berbeda.

Selanjutnya, ahli dari presiden yang merupakan Kasubdit Pengembangan Sistem Anggaran dari Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Made Arya Wijaya mengatakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan secara prinsip pengelolaan keuangan negara harus dilaksanakan secara tertib, efisien, dan taat pada peraturan perundang-undangan, sehingga dalam pengalokasian anggaran pemerintah akan melihat dari dasar hukumnya.

"Kerangka alokasi anggaran dasarnya ada di UUD 1945, Undang-Undang maupun peraturan pemerintah. Lalu kebutuhan anggaran juga harus diusulkan oleh menteri yang bersangkutan sebagai pengguna anggaran pada kementerian keuangan. Jadi kalau guru berhak mendapatkan tunjangan tapi tidak diusulkan maka tunjangannya tidak dibayarkan," ujar Made pada kesempatan yang sama.

Selanjutnya, khusus untuk guru non-PNS ada kriteria tertentu untuk bisa mendapatkan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kriteria tersebut misalnya guru non-PNS harus diangkat pemerintah atau pemerintah daerah.

Guru non-PNS yang diangkat pemerintah bisa mendapatkan honorarium per bulan. Kalau guru non-PNS tersebut memiliki sertifikat maka ia juga berhak mendapatkan tunjangan dari pemerintah. Meskipun begitu, guru tersebut tetap berstatus non-PNS. Sementara itu, guru non-PNS yang diangkat sekolah atau yayasan akan menjadi tanggung jawab sekolah atau yayasan dan bukan tanggungan pemerintah.

Ia menilai permasalahan yang mungkin terjadi di lapangan pemerintah daerah dan sekolah yang mengangkat sendiri guru non-PNS belum disiplin membayar guru sesuai upah minimum rata-rata. Pemerintah tidak bisa mengalokasikan anggaran untuk kategori guru yang diangkat sendiri oleh sekolah. Sebab khawatir sekolah mengangkat guru seenaknya yang tidak sesuai dengan rasio yang didesain kementerian pendidikan dan kebudayaan. Sehingga bisa jadi guru yang direkrut sendiri oleh sekolah mengandung unsur nepotisme.

Sebelumnya pemohon Fathul Hadie Utsman, Sanusi Afandi, Ahmad Aziz Fanani, Muiz Maghfur, dan Ratih Rose Mary mengajukan gugatan atas sejumlah pasal UU Guru dan Dosen. Pasal yang digugat dianggap menimbulkan diskriminasi dan ketidakadilan bagi guru non-PNS lantaran mendapatkan perlakuan berbeda dengan guru PNS khususnya terkait sertifikasi guru, penerimaan gaji, dan tunjangan.

BACA JUGA: