JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang praperadilan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan akhirnya mulai digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Novel meyakini langkah penyidik Polri menangkap dan menahan dirinya menyalahi aturan. Namun pihak Mabes Polri menyatakan, dalil-dalil permohonan Novel hanya mengada-ada.

Dengan berdiri tegak, Novel membacakan permohonan praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan atas penangkapan dan penahanannya oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri atas kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. "Proses penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik tidak berdasar hukum," kata Novel Baswedan di PN Jakarta Selatan, Jumat (29/5).

Novel Baswedan menyatakan kecewa atas intitusi yang telah membesarkan namanya itu. Bukan karena telah merenggut kebebasannya, tetapi aparat negara yang tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat justru melakukan kebohongan demi kebohongan.

Salah satu kebohongan itu, kata Novel, adalah ucapan Kabareskrim Komjen Budi Waseso terkait kepemilikan rumah yang seolah-olah menegaskan dirinya memiliki empat rumah. Selain menyindir kebohongan Kabareskrim, Novel juga mengatakan adanya ketentuan dalam hukum acara pidana dan prosedur internal yang dilanggar penyidik.

"Akibat yang tidak terhindarkan adalah kerugian pada diri saya baik secara materiil maupun immaterial," kata Novel.

Sementara itu kuasa hukum Novel Feby Yonesta menyampaikan, penangkapan Novel yang dilakukan pada Sabtu (1/5) dini hari di rumahnya juga telah melanggar aturan. Diantaranya Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) No 14 tahun 2012 tentang manajemen tindak pidana dan Perkap No 08 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian.

Selain itu penangkapan dan penahanan yang dilakukan terhadap Novel juga tidak didasarkan pada alasan yang sah dengan fakta-fakta dalam kasus yang disangkakan kepada Novel. Yakni atas laporan polisi dengan korban Mulya Johan alias Aan dengan sangkaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) dan (3). Namun yang dijadikan dasar justru surat perintah penyidikan lain yang memuat pasal berbeda yaitu Pasal 351 Ayat (2) dan Pasal 442 jo Pasal 52 KUHP.

"Itu tidak sesuai dengan konstruksi hukum," kata Feby.

Selain itu penangkapan Novel juga dinilai tidak sesuai prosedur. Karena berdasarkan panggilan pada 20 Februari 2015 Novel Baswedan akan diperiksa, namun Novel Baswedan tidak hadir dengan menyampakan pemberitahuan. Begitu juga dengan panggilan pada 26 Februari Novel menyampaikan ketidakhadirannya karena tugas dari KPK.

"Jadi ketidakhadiran tersebut wajar," kata Feby.

Hal lain yang juga dipersoalkan adaah surat perintah penangkapan yang kadaluarsa. Perintah penangkapan pada 24 April 2015, sementara dalam diktum ke-4 bahwa surat ini berlaku sejak dilekuarkan. Namun surat penangkapan tersebut melanggar ketentuan Pasal 19 Ayat (1) KUHAP bahwa penangkapan sesuai Pasal 17 KUHAP dapat dilakukan paling lama satu hari.

Dengan ketentuan ini, surat perintah penangkapan Novel Baswedan kadaluarsa. "Karenanya penangkapan yang dilakukan terhadap Novel Baswedan pada tanggal 1 Mei tidak didasari surat perintah yang sah dan mengakibatkan penangkapan tidak sah," kata Julius Ibrani, kuasa hukum Novel lainnya.

Mendengarkan permohonan praperadilan Novel Baswedan tersebut pihak Polri mengaku tak kaget. Hanya saja tim hukum Polri memperpersolan adanya tambahan poin soal penangkapan yang dinilai salah prosedur serta adanya ganti kerugian.

"Nah itu bisa menjebak, makanya kita pertanyakan dalam sidang," kata tim kuasa hukum Polri Joel Bane Toendan usai sidang.

Terhadap dalil-dalil permohonan praperadilan, Joel menganggapnya mengada-ada. Menurutnya langkah penyidik Polri sudah sesuai dengan aturan.

"Masalah proses apa yang dilakukan penyidik nanti kita akan uraikan apakah penyidik itu melakukan tugasnya atau tidak," jelas Joel.

BACA JUGA: