JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim penyidik kasus dugaan penjualan aset milik negara seluas 4,8 hektar di Bekasi terus mengumpulkan bukti-bukti tindak pidana korupsinya. Setelah sebelumnya memeriksa pejabat PT Adhi Karya di anak usaha PT Adhi Persada Properti, Kejaksaan juga melakukan pemeriksaan jajaran direksi dan Komisaris di PT Adhi Persada Realti, keduanya anak usaha dari BUMN PT Adhi Karya (Persero).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum menerangkan pihaknya telah meminta keterangan Komisaris PT. Adhi Persada Realti yang juga Direktur Keuangan PT. Adhi Persada Realti Supardi. Supardi dalam keterangannya mengakui soal status tanah  di jalan Kalimalang Raya Kelurahan Lembangsari Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi tersebut telah dijual kepada pihak lain pada pada 2012.

"Saksi menerangkan status tanah, nanti akan didalami oleh penyidik," terang Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum, Kamis (23/2).

Menurut Rum keterangan Supardi ini memperkuat kesaksian dari 23 saksi yang telah diperiksa penyidik sebelumnya. Salah satunya memeriksa pihak pembeli aset negara tersebut, yakni  Widjiono Nurhadi, yang sebelumnya membeli aset tersebut dari Hiu Kok Ming. Hiu Kok Ming menjual ke Widjiono senilai Rp30 miliar. Sementara pelepasan aset dari PT Adhi  Persada Properti, yang merupakan anak usaha PT Adhi Karya ke Hiu Kok Ming hanya sebesar Rp15 miliar.

Penjualan aset tersebut diduga melanggar ketentuan. Sebab tanah yang dijual  awalnya merupakan milik Kementerian Pekerjaan Umum yang kemudian dialihkan ke Adhi Karya sebagai Penyertaan Modal Negara (PMN). Namun entah dengan alasan apa, Adhi Karya malah menjual aset tersebut kepada  Hiu Kok Ming.

Saat disoal pihak yang paling bertanggung jawab atas penjualan aset negara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah enggan mengungkapkannya. Menurut Armin kasus ini masih dalam penyidikan untuk menetapkan tersangka.

Sementara itu pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul meminta tim penyidik tak ragu menyeret pihak yang terlibat kasus penjualan aset negara oleh BUMN. Sebab penjualan aset negara yang dilakukan tidak sesuai prosedur adalah korupsi.

Penjualan aset negara oleh perusahaan BUMN harus mengacu pada ketentuan UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu). Hal ini juga diatur dalam peraturan UU No 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Disitu disebutkan pelepasan sebagian atau seluruh aset negara harus sesuai prosedur yang sudah diatur undang-undang. Jika tidak ya bisa dikatakan korupsi," jelas Chudry.

Penjualan aset tersebut diduga melibatkan oknum mantan petinggi PT Adhi Karya. Perjanjian jual beli tersebut dilakukan PT Adhi Karya di hadapan Notaris Kristono SH.Mkn. Dalam akta jual beli disebutkan, pihak PT Adhi Karya bertindak mewakili perusahaan BUMN itu untuk melakukan pengalihan dan pengoperan terhadap aset negara kepada Hiu Kok Ming.

Namun jual beli yang dilakukan PT Adhi Karya itu ternyata tidak dilaporkan ke pihak Kementerian BUMN. Padahal, sesuai PP RI No 3 Tahun 1997 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam modal saham perusahaan perseroan harus ada izin dari Kementerian BUMN. Sehingga dalam hal ini pihak PT Adhi Karya terkesan mengabaikan dan menabrak peraturan pemerintah.

Dalam menghapus aset negara milik PT Adhi Karya ini disinyalir melakukan kongkalikong dengan Hiu Kok Ming. Pasalnya, penjualan aset milik negara itu dilakukan dengan penuh rekayasa. Penjelasannya, bukti-bukti perjanjian pengalihan dan pengoperan hak atas tanah di Notaris Kristono SH.Mkn antara PT Adhi Karya dengan Hiu Kok Ming dilakukan pada tanggal 14 Desember 2012. Sementara, perjanjian pengikatan jual beli antara Hiu Kok Ming dengan Widjijono Nurhadi itu terjadi pada 1 November 2012 di hadapan Notaris Priyatno SH.Mkn.

Dari situ diketahui, pihak Hiu Kok Ming terlebih dahulu melakukan penjualan tanah kepada Widjijono Nurhadi, sebelum PT Adhi Karya melakukan pengalihan dan pengoperan tanah negara tersebut. Selain itu, ada selisih harga dalam penjualan tersebut, hingga  mengakibatkan kerugian negara. Sebab, Hiu Kok Ming menjual tanah tersebut seharga Rp77,5 miliar. Sementara PT Adhi Karya menjual kepada Kok Ming hanya dengan harga Rp15,86 miliar.

MODUS - Penjualan aset negara  ini terungkap dari persidangan soal kasus penipuan. Dalam sidang terungkap jika penjualan itu dilakukan mantan direksi PT Adhi Karya.

Fakta persidangan itu diperkuat keterangan dari sejumlah saksi dalam proses penyidikan. Sejumlah saksi yang diperiksa penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung, bahkan mengungkap siapa yang diduga menjadi dalang penjualan aset negara itu.

Para saksi saksi itu diantaranya Jawanih yang bekerja sebagai Office Boy, Ari Budiman pegawai Administrasi Keuangan PT Adhi Karya dan Ari selaku Pegawai PT. Adhi Karya. Para saksi yang notabene pegawai biasa  itu mengaku ada oknum eks pejabat tinggi Adhi Karya yang kini duduk di kursi direksi anak usaha Adhi Karya menjual lahan kepada seseorang.

"Saksi Jawanih mengaku yang bersangkutan pernah dipinjam KTP nya oleh saudara Giri (Giri Sudaryono, Presdir PT Adhi Persada Property) untuk membuat ATM," kata Rum.

Lalu saksi Ari Budiman mengaku pernah menjual tanah kepada seseorang dengan harga Rp30.000.000. Kemudian Ari mengaku pernah menerima uang saku dari Giri pada tahun 2010, namun yang bersangkutan lupa untuk apa uang tersebut digunakan apakah untuk pembangunan mushola atau rumah.

BACA JUGA: