JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setelah sempat tertunda, sidang praperadilan mantan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali (SDA) melawan KPK digelar dengan agenda mendengarkan permohonan pemohon yang dibacakan secara bergantian oleh kuasa hukum pemohon.

SDA menuding, penetapan tersangka atas dirinya oleh KPK bernuansa politis. Suryadharma menilai KPK tidak berwenang mengadakan penyidikan terhadapnya sesuai surat perintah penyidikan (Sprindik) nomor 27/01/05/2014 tanggal 22 Mei 2014.

"Penetapan tersangka sulit untuk dimengerti dan diterima," kata salah satu kuasa hukum SDA, Johnson Panjaitan, membacakan permohonannya di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel, Selasa (31/3).

Pihaknya meyakini, KPK tidak memiliki kewenangan menetapkan SDA sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Pentersangkaan terhadap SDA yang baru diikuti dengan tindakan lainnya oleh KPK dalam penyidikan menandakan pentersangkaan prematur atau terlalu dini.

Sidang praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal Tati Herdiyanti dan dihadiri kuasa hukum termohon antara lain Chatarina Muliana Girsang, Nur Chusniah, Kristanti Yuli Purnamawati dan Abdul Basyir.

Kuasa hukum SDA meyakini, penetapan tersangka yang dilakukan KPK merupakan perbuatan melawan hukum dan tidak sah. Pemohon meminta penetapan tersangka berdasarkan Sprindik nomor 27/01/05/2014 tanggal 22 Mei 2014 dibatalkan dan dicabut. "Penetapan tersangka dilakukan secara melawan hukum," ujarnya.

Pemohon menyebut kuatnya unsur politis dalam penetapan tersangka SDA karena, dilakukan selang dua hari setelah yang bersangkutan mengantarkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2014.

Sementara, Ketua KPK Abraham Samad digadang-gadang sebagai salah satu kandidat cawapres pasangan tertentu. Otomatis, pentersangkaan terhadap SDA melemahkan elektabilitas pasangan Prabowo-Hatta. "Penetapan tersangka dilakukan dua hari setelah pemohon mengantarkan Prabowo-Hatta ke KPU sebagai capres," jelasnya.

Diketahui, KPK mengadakan penyelidikan terhadap perkara yang membelit SDA dalam waktu yang tidak singkat dengan memeriksa sejumlah pejabat Kementerian Agama seperti, Anggito Abimanyu dan sejumlah politisi di DPR.

Oleh karena itu tim kuasa hukum SDA berpendapat, praperadilan berhak menguji sah tidaknya penetapan tersangka, bukan hanya mengenai sah tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penghentian penyidikan dan penuntutan, ganti rugi serta rehabilitasi.

Humprey Djemat, salah seorang kuasa hukum SDA, menegaskan tersangka berhak menguji sah tidaknya penetapan tersangka jika tidak sesuai perundang-undangan. "Dengan demikian, Pasal 77 sampai 83 KUHAP juncto Pasal 35 KUHAP, pada intinya, apabila ada tindakan penyidik yang dilakukan tanpa didasarkan UU, maka itu merupakan juga obyek praperadilan," kata Humprey.

Selain itu, ada putusan pengadilan yang mengabulkan permohon praperadilan sejumlah tersangka yang menguji sah tidaknya penetapan tersangka oleh penyidik, seperti di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Humphrey menunjuk kasus Komjen Budi Gunawan, salah satunya.

"Bahwa dalam prakteknya, khususnya penerapan Pasal 77 KUHAP dalam kasus praperadilan, hakim juga telah melakukan perlindungan hukum terkait digolongkannya tindakan-tindakan lain dari penyidik atau penuntut umum selain yang diatur Pasal 77 KUHAP menjadi obyek praperadilan. Tindakan lain yang dimaksud adalah penetapan tersangka," kata Humprey.

Menurutnya, putusan-putusan hakim pengadilan tersebut patut menjadi acuan hakim dalam memutus praperadilan tersangka SDA terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, lanjut Humprey, dalam rancangan KUHAP juga telah mengakomodir para tersangka untuk menguji sah tidaknya penetapan tersangka. Menurutnya, hal tersebut menjadi kewenangan hakim komisaris sesuai Pasal 111. "Dengan demikian, aturan ini, terhadap kewenangan penyidik  dapat dilakukan pengawasan oleh hakim komisaris," kata Humprey.

BACA JUGA: