JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mencabut 121 izin usaha tambang yang tumpang tindih dikawasan Sumatera Selatan (Sumsel), Jambi dan Babel tak juga kunjung dilaksanakan. Hingga saat ini hanya sebagian kecil, atau sekitar 8 izin yang telah dicabut.

Sebelumnyua data Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan (2014) telah mengungkapkan terdapat tumpang tindih izin di kawasan hutan di Sumsel, Jambi, dan Babel. Di Sumsel misalnya, sebanyak 12 izin pertambangan tumpang tindih di dalam kawasan hutan konservasi, 21 izin di kawasan hutan lindung, dan 158 di kawasan hutan produksi.
 
KPK telah merekomendasikan mencabut 121 izin yang tumpang tindih di kawasan hutan. Namun berdasar data Presentasi Dirjen Minerba Kementerian ESDM pada Semiloka NKB, 11 November 2014 hingga hari ini, yang dicabut baru sebanyak 8 izin. "Data ini menunjukkan bahwa kepala-kepala daerah di Babel tidak serius dalam melakukan penataan izin sektor pertambangan," ujar Musri Nauli, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi kepada Gresnews.com, Minggu (23/11).

Untuk Sumsel, Jambi dan Babel perkembangan pencabutan  izin sangat lamban. Menurut Musri, penting untuk menekankan kepastian izin yang sudah dicabut tidak beroperasi lagi di lapangan dan perusahaan yang telah dicabut izinnya harus tetap melaksakan kewajiban tersebut.
 
Sejak tahun 2010 hingga 2013 perkiraan potensi kerugian penerimaan mencapai ratusan miliar. Rinciannya  di Sumsel Rp50,467 miliar lebih di Jambi dan Rp6,596 miliar lebih di Bangka Belitung. "Total potensi kerugian penerimaan di tiga provinsi tersebut adalah sebesar Rp305,757 miliar lebih," ujar Hadi Wahyu Jatmiko, Direktur Walhi Sumsel kepada Gresnews, Minggu (23/11).
 
Sementara itu, Direktur Walhi Babel, Ratno Budi, mengemukakan dampak ekologis dan kemanusiaan dari ekspansi industri tambang yang sangat serius. Bencana ekologis seperti banjir akibat dari perubahan bentang alam dan menurunnya daya dukung lingkungan yang diakibatkan oleh industri pertambangan di Babel misalnya bukan saja merusak pemukiman dan pertanian masyarakat. Tetapi juga telah memakan korban jiwa. "Pada tahun 2013 misalnya tercatat 4 orang tewas tenggelam akibat bencana banjir di sekitar kawasan tambang," ujarnya kepada Gresnews.com, Minggu (23/11).

Industri pertambangan juga telah memicu konflik di banyak tempat. Ia menambahkan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejak tahun 2011-2013 saja  telah terjadi 23 konflik di 6 kabupaten dan 1 kota yang terkena dampak dari ekspansi pertambangan timah.
 
Terkait kesejahteraan, banyaknya izin pertambangan tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kabupaten Musi Banyuasin sebagai salah satu kabupaten yang banyak menerbitkan izin tambang. Sebanyak 69 izin hingga 2013, berbanding dengan tingkat kemiskinan pada tahun 2013 sangat tinggi, yakni mencapai 18,02% atau 34.277 jiwa dari total penduduk 617.000 jiwa.
 
Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel, Jambi, Babel untuk Perbaikan Tata Kelola Minerba mendesak aparat penegak hukum memperkuat penegakan hukum. Serta kepada pemerintah untuk menindak tegas perusahaan tambang yang  tidak patuh pada peraturan perundang-undangan serta mencabut izin. Pencabutan izin kemudian tidak serta merta membebaskan pelaku kejahatan pertambangan dari tuntutan pidana.

Sedang, R. Sukhyar, Dirjen Minerba Kementerian ESDM mengaku masalah perizinan diserahkan kepada pemerintahan daerah masing-masing. "Selama izin legal, dan semua proses pertambangan diikuti, kami oke saja," ujarnya kepada Gresnews.com beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: